Liputan6.com, Jakarta - Komnas HAM menyambut baik langkah Polda Sumatera Utara yang menahan delapan tersangka kasus kerangkeng manusia di Langkat karena itu menunjukkan adanya kepastian hukum dan memberi rasa aman kepada para saksi.
"Penahanan terhadap delapan orang tersangka langkah yang tepat karena sejak awal Komnas HAM mendorong dilakukan penahanan. Ini penting dalam memberi keyakinan kepada saksi dan korban bahwa prosesnya berjalan baik," kata Komisioner Komnas HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan M Choirul Anam sebagaimana dikutip dari keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (9/4/2022).
Advertisement
Baca Juga
Ia menjelaskan penahanan tersangka juga akan mempermudah proses hukum yang saat ini ditangani oleh Polda Sumut.
"Komnas HAM RI berharap proses penegakan hukum dalam kasus tersebut dapat memberi kepastian hukum dan keadilan bagi korban serta masyarakat sekaligus memastikan kepada pemerintah agar kasus serupa tidak terulang lagi di kemudian hari," kata dia seperfi dikutip dari Antara.
Dari delapan tersangka yang ditahan, salah satunya adalah anak bupati Langkat nonaktif berinisial DP. Tujuh tersangka lainnya yang juga telah ditahan, yaitu HS, IS, TS, RG, JS, HG, dan SP.
Polda Sumut resmi menahan delapan orang itu sejak mereka ditetapkan sebagai tersangka bulan lalu. Para tersangka sempat tidak ditahan selama beberapa minggu dan hanya diperintahkan untuk wajib lapor.
Kasus kerangkeng manusia terungkap ke publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Terbit setelah dia kena operasi tangkap tangan pada 18 Januari 2022.
Dalam proses penggeledahan, KPK menemukan ruang seperti sel penjara (kerangkeng) yang berisi puluhan manusia.
Polda Sumut sempat menyampaikan ke publik bahwa kerangkeng itu tempat rehabilitasi pecandu narkoba ilegal yang telah beroperasi selama kurang lebih 10 tahun.
Namun penyelidikan kepolisian selanjutnya yang didukung temuan dari LPSK dan Komnas HAM menemukan adanya unsur-unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kasus kerangkeng manusia itu.
Oleh karena itu, tersangka berinisial HS, TS, RG, IS, JS, HG dan DP dijerat Pasal 7 UU RI No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara ditambah sepertiga ancaman pokok.
Tersangka TS dan SP dijerat Pasal 2 UU RI No. 21 Tahun 2007 yang ancamannya minimal 3 tahun penjara, dan maksimal 15 tahun penjara, serta denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin Jadi Tersangka Kasus Kerangkeng Manusia
Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin, ditetapkan tersangka dalam kasus tewasnya penghuni kerangkeng manusia yang berada di rumah pribadinya, Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut).
Kapolda Sumut, Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak mengatakan, penetapan tersangka ini setelah Penyidik Direktorat Reskrimum Polda Sumut melakukan penyelidikan hingga penyidikan dalam kasus kerangkeng manusia ini.
"Awalnya menetapkan delapan tersangka, kemudian tim koordinasi dengan Komnas HAM, termasuk LPSK," kata Panca didampingi Wakapolda Sumut, Brigjen Pol Dadang Hartanto, dalam keterangan diperoleh Liputan6.com dari Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, Selasa (5/4/2022).
Diterangkan Kapolda Sumut, setelah mengumpulkan bukti-bukti dan fakta-fakta serta berkoordinasi dengan Komnas HAM dan LPSK, kemudian tim melakukan gelar perkara dalam kasus kerangkeng manusia milik Terbit Rencana Perangin Angin.
"Tim penyidik telah melakukan gelar perkara dan menetapkan TRP (Terbit Rencana Perangin Angin) sebagai orang atau pihak yang memiliki tempat dan bertanggungjawab terhadap tempat itu, dan ditetapkan sebagai tersangka," terangnya.
Disampaikan Kapolda Sumut, Panca Putra Simanjuntak, penyidik mempersangkakan Terbit Rencana Perangin Angin melanggar pasal 2, pasal 7 Pasal 10 Undang-Undang nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
"Hasil gelar perkara terhadap TRP ditetapkan sebagai tersangka, dijerat pasal 2 ayat 1 dan 2, pasal 7 ayat 1 jo pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia nomor. 21 tahun 2007 tentang Pemberabtasan TPPO, dan atau pasal 333 ayat 1, 2, 3 dan 4, dan atau pasal 170 ayat 1, 2, 3 dan 4, dan atau pasal 351 ayat 1, 2, 3, dan atau pasal 353 ayat 1, 2, 3 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 dan ke 2, mengakibatkan korban meninggal dunia. Semuanya diterapkan khususnya kepada TRP," terangnya.
Advertisement
Dipakai untuk Jemput Korban Kerangkeng Manusia, 2 Mobil Kampanye Bupati Langkat Disita
Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara menyita dua kendaraan roda empat yang ditempel stiker foto kampanye Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin. Mobil itu diduga terkait dengan perkara kerangkeng manusia milik Terbit.
"Hari ini kita melakukan pemyitaan 2 kendaraan roda 4, jenis Avanza dan dobel kabin Toyota Hilux," kata Kabid Humas Polda Sumatera Utara Kombes Hadi Wahyudi, dalam keterangannya, Kamis (31/3/2022).
Menurut dia, dua kendaraan yang disitanya itu diduga digunakan untuk menjemput korban kerangkeng manusia Bupati Langkat yang dipekerjakan di Perkebunan Kelapa Sawit.
"Kendaraan jenis Avanza BK 1626 RE yang digunakan pada saat menjemput korban atas nama (Alm) Sarianto Ginting," tutur Hadi.
"Kendaraan jenis dobel kabin Toyota Hilux BK 8888 XL, di mana kendaraan tersebut digunakan untuk menjemput/mengantar para penghuni kerangkeng dari kerangkeng menuju PKS (Pabrik Kelapa Sawit) untuk di pekerjakan di PKS tersebut," sambung dia.
Hadi menyebut, penyitaan kendaraan itu dilakukan bersamaan atau bertepatan dengan pemeriksaan terhadap istri serta adik dari Terbit Perangin, pada Selasa 29 Maret 2022.
"Terkait kepemilikan mobil Avanza pemilik atas nama Sada Kata Surbakti," tutup Hadi.
Penyiksaan Penghuni Kerangkeng Manusia
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam mengungkapkan berbagai bentuk kekerasan dan alat yang digunakan sebagai instrumen kekerasan dan penyiksaan pada penghuni kerangkeng manusia milik eks Bupati Langkat.
"Kami menemukan 18 alat yang digunakan untuk melakukan tindakan itu termasuk cabai, kolam, pisau, rokok, korek,” kata Anam di Jakarta, Rabu (2/3/2022)..
"Ada yang dipalu kakinya dan dicopot (kuku) kakinya pakai tang, termasuk penggunaan anjing juga sebagi instrumen sanksi kepada penghuni," sambung Anam.
Berbagai penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi yang diterima penghuni kerangkeng manusia, kata Anam, meninggalkan trauma bahkan penghuni berniat bunuh diri.
"Berbagai kejadian itu menimbulkan trauma bagi penghuni sampai ada yang ingin bunuh diri," ujarnya.
"Lami mendapat informasi nama ada 19 orang yang diduga melakukan tindak kekerasan itu, dia adalah pengurus dari kerangkeng tersebut mulai dari pembina kalapas, anggota ormas penghuni lama oknum TNI-Polri dan lain-lain," pungkas dia.
Advertisement