Liputan6.com, Jakarta - Rapat Kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama Pemerintah dan DPD RI menyetujui RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) berlanjut ke tahap pengambilan keputusan Tingkat II dalam rapat paripurna DPR.
"Apakah RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat disetujui untuk dilanjutkan ke tahapan selanjutnya dalam pengambilan keputusan Tingkat II dalam Rapat Paripurna," kata Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas dalam Raker Baleg di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu malam, 13 April 2022.
Semua anggota DPR, perwakilan pemerintah, dan DPD RI menyatakan setuju RUU PPP tersebut dibawa ke Rapat Paripurna untuk diambil keputusan persetujuan agar menjadi undang-undang.
Advertisement
Sebelum pengambilan keputusan tersebut, masing-masing fraksi menyampaikan pendapatnya terkait dengan RUU tersebut. Tercatat delapan fraksi menyetujui dengan beberapa catatan dan Fraksi PKS menyatakan belum bisa menerima.
Baca Juga
"Delapan fraksi menerima dengan beberapa catatan yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari keputusan yang diambil dan satu fraksi yang belum bisa menyetujui," ujar Supratman yang dikutip dari Antara.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU PPP Achmad Baidowi menjelaskan bahwa Panja secara musyawarah mufakat memutuskan beberapa poin dalam revisi UU PPP, antara lain, pertama terkait dengan perubahan penjelasan Pasal 5 huruf g yang mengatur mengenai penjelasan asas keterbukaan.
Kedua, perubahan Pasal 9 yang mengatur mengenai penanganan pengujian peraturan perundang-undangan; ketiga, penambahan Bagian Ketujuh dalam Bab IV UU PPP; keempat, penambahan Pasal 42A yang mengatur mengenai perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus.
"Perubahan Pasal 49, mengatur mengenai pembahasan RUU beserta daftar inventarisasi masalah (DIM); dan perubahan Pasal 58 mengatur mengenai pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi atas rancangan peraturan daerah," ujarnya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Gunakan Metode Omnibus
Berikutnya perubahan Pasal 64 mengatur mengenai penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dapat menggunakan metode omnibus; perubahan Pasal 72, mengatur mengenai mekanisme perbaikan teknis penulisan RUU setelah RUU disetujui bersama namun belum disampaikan kepada Presiden.
Baidowi menjelaskan bahwa perubahan Pasal 96 yang mengatur mengenai partisipasi masyarakat, termasuk penyandang disabilitas.
Selain itu, penambahan Pasal 97A, Pasal 97B, dan Pasal 97C mengatur mengenai materi muatan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus, pembentukan peraturan perundang-undangan berbasis elektronik, pengharmonisasian rancangan peraturan perundang-undangan di lingkungan Pemerintah serta evaluasi regulasi.
"Perubahan Pasal 98, mengatur mengenai keikutsertaan jabatan analis hukum selain perancang peraturan perundang-undangan," katanya.
Selanjutnya, perubahan Pasal 99 yang mengatur mengenai keikutsertaan jabatan fungsional analis legislatif dan tenaga ahli dalam pembentukan undang-undang, perda provinsi, dan perda kabupaten/kota, selain perancang peraturan perundang-undangan.
Hadir dalam Raker Baleg, antara lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Advertisement
Cara Halalkan UU Cipta Kerja
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, sebelumnya menilai ada beberapa masalah serius terkait revisi UU PPP.Â
Masalah pertama, jika dibaca putusan MK, upaya perubahan UU PPP ini adalah menentang kritik MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang uji Cipta Kerja. Pada putusan itu, sama sekali tidak ada perintah memperbaiki UU PPP. Perintahnya adalah memperbaiki UU Cipta Kerja.
Masalah kedua, menurut dia, RUU PPP ini pada dasarnya adalah cara menghalalkan UU Cipta Kerja.
"Jadi ini ada yang melanggar rambu lalu lintas, tapi yang diperbaiki itu rambunya, bukan memperbaiki pelanggarannya, bukan perilaku pengendaranya. Jadi revisi ini kesan yang saya dapat untuk menghalalkan UU Cipta Kerja yang bermasalah," kata Feri kepada Liputan6.com, Rabu (9/2/2022).
Ketiga, masalah yang ditimbulkan adalah bangunan ketatanegaraan. Dia menilai hal ini sangat serius, karena terjadi mekanisme saling mengawasi antarlembaga negara, check and balances lembaga peradilan mengawasi produk perundangan yang dibuat oleh DPR dan pemerintah.
"Kalau mekanisme putusan MK, Judicial Review dan segala macamnya diabaikan oleh pembentuk undang-undangnya yaitu DPR dan pemerintah, bukan tidak mungkin merusak sistem tata negara, baik saat ini dan di masa depan."
Feri menilai kerusakan itu akan berdampak luas ke segala hal, karena keseimbangan negara perlu dijaga. Kalau tak seimbang, maka potensi penyimpangan bisa terus terjadi.
"Jadi dampaknya dari revisi UU PPP ini serius karena perbaikan bukan soal perbaikan tata pembentukan perundang-undangan, tapi upaya menghalalkan UU Cipta Kerja," ucap Feri.
Â
Pintu Masuk Bahas UU Cipta Kerja
Â
Kritikan juga dilayangkan oleh Presiden Partai Buruh, Said Iqbal. Dia menilai, revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) menjadi karpet merah untuk melancarkan pembahasan ulang UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.
UU Cipta Kerja ini dianggap Mahkamah Konstitusi (MK) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
"Pembahasan UU PPP akan dijadikan pintu masuk oleh pemerintah dan DPR untuk membahas kembali RUU Cipta Kerja tersebut," kata Said Iqbal, dalam konferensi pers daring, Minggu (6/2/2022).
Dia merasa janggal dengan laku legislatif dan pemerintah yang ujug-ujug berencana merevisi UU PPP ini. Padahal, menurut dia revisi ini tidak pernah melibatkan partisipasi publik.
"Sampai hari Partai Buruh dan serikat buruh sebagai pendiri Partai Buruh belum pernah menerima draf revisi terhadap UU PPP tersebut, kita enggak ada draf. Draf revisinya kita dnggak tahu," kata dia.
Jika revisi itu rampung dijalankan, Said mengaku akan menguji secara yudisial UU PPP hasil revisi ke MK.
"Di situlah cara kami untuk mengawal, memastikan bahwa UU Cipta Kerja yang sudah masuk ke Prolegnas akan dibahas ini jangan lagi ada pembahasan siluman. Kejar tayang seperti sinetron," kata dia.
"Anggota DPR jangan main-main lagi terhadap revisi UU PPP, maupun pembahasan RUU Cipta Kerja tersebut. Jangan memanfaatkan kesempatan Omicron yang mulai meningkat," tutur dia melanjutkan.
Advertisement