Liputan6.com, Jakarta "Saya menyatakan bahwa pada hari ini, Senin tanggal 11 April 2022, saya melepas diri dari baiat dan pemahaman lama yang bertolak belakang dengan NKRI"
Ruangan lantai tiga gedung tahanan Polda Metro Jaya tidak begitu besar. Ventilasi tidak begitu banyak dan kecil. Kipas angin yang menempel di dinding ruangan itu sedikit memberi kesegaran di tengah sesak orang-orang yang ada di ruang tersebut.
Baca Juga
Duapuluh napi teroris laki-laki dan sepuluh napi teroris perempuan berkumpul untuk berikrar setia dan kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berharap dapat menjalani kehidupan seperti sediakala tanpa stigma kelak ketika kembali ke tengah masyarakat.
Advertisement
"Demi Allah SWT saya bersumpah mengakui bahwa Pancasila dan UUD 1945 tidak bertentangan dengan Syariat Islam," petikan poin kedua ikrar Setia NKRI.
                                ***
Sobah Rahardjo Tjakaningrat (48) masih ingat betul detik-detik dirinya ditangkap Densus 88 Antiteror 26 September 2020. Pasukan khusus kepolisian berlambang burung hantu itu mengincar ibu yang tinggal di Pejaten, Jakarta Selatan, atas dugaan terorisme. Lebih rinci lagi, Sobah berbaiat kepada ISIS dan tergabung dalam Daulah Islamiyah.
"Bermimpi dengan kondisi seperti ini saja tidak pernah. Status saya selama 27 tahun menikah ibu rumah tangga saja dan mengurus anak-anak. Dan saya sangat terbuka, saya juga aktif di beberapa organisasi yang insyaallah tujuannya buat maslahat buat saudara-saudara yang lain," kata Sobah memulai perbincangan dengan Liputan6.com, 11 April 2022.
"Kalau boleh saya katakan, ini mungkin saya tergelincir," Sobah melanjutkan.
Sebelum ditangkap, Sobah kerap menggelar pengajian di kediamannya. Dia menghitung sudah 500an pengajian yang dilakukan dengan menggundang berbagai penceramah. Pengisi waktu luang adalah alasan menggelar pengajian rutin tersebut.
"Lebih dari 36 ustadz bermacam ragam yang diundang, mungkin ada beberapa ustadz di tahun terakhir itu yang terbukti terkait kasus terorisme," ungkapnya.
Berada di balik jeruji besi pascapenangkapan tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Bahkan berurusan dengan Densus 88 Antiteror sekalipun tidak pernah terlintas dalam pikirannya, kendati anak dan menantunya pernah berurusan dengan kepolisian dan dideportasi dari Turki atas dugaan terorisme.
Meski berada di tahanan, Sobah tidak putus bertemu dengan keluarga, khususnya anak-anaknya dengan difasilitasi Polwan yang mendampingi Sobah dan beberapa tahanan napi teroris wanita lainnya.
"Saya pribadi berterima kasih pada Idensos Densus yang memfasilitasi saya dan keluarga, sehingga saya jadi dapat berkomunikasi," kata Sobah.
Di meja hijau Sobah terbukti melanggar Pasal 15 Jo Pasal 7 Perppu 1/2002 tentang Pemberantasan Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU 15/2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1/2002 tentang Pemberantasan Terorisme menjadi UU Jo UU 5/2018 tentang Perubahan Atas UU 15/2003 tentang Penetapan Perppu 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU.
Majelis hakim menjatuhkan vonis 3,5 tahun atas pelanggaran yang didakwakan. "Mudah-mudahan bisa menjalaninya tidak sampai tiga tahun," Sobah berharap.
Para narapidana teroris ini datang dari beragam latar belakang dan pendidikan. Dua orang napiter bergelar doktor, seorang purnawirawan tentara, bahkan guru bahasa Inggris yang pernah dua tahun tinggal di Negeri Kangguru, Australia.
Â
Produktif Meski dari Balik Bui
Bagi Okbah, penangkapan dirinya atas dugaan terorisme tidak terlupakan. "16 November 2021," kata Okbah saat berbincang dengan Liputan6.com di sudut ruang tahanan Polda Metro Jaya, 11 April 2022.
Bagi Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI) penangkapan dirinya bukan berarti harus menelan pil pahit. Justru selama dia ditahan Densus 88 dirinya menjadi produktif, baik dalam karya buku buah pemikirannya maupun ibadah.
"Selama proses itu (penangkapan) saya tenang, saya tidak merasa ketakutan, makannya saya bikin buku. Di dalam proses itu hikmah yang saya rasakan, ibadah saya meningkat, biasanya khatam quran tidak pernah 3 hari sekali ini khatam quran 3 hari sekali," bebernya.
Menurutnya, tidak ada pembatasan aktivitas selama menjadi tahanan Densus 88, bahkan Kepala Densus 88 sendiri memberikan dukungan kepada Okbah dalam berkarya.
"Bagi sebagian orang penangkapan bisa jadi celaka, bagi saya tidak. Saya sekarang malah betah di sini. Saya bilang saya diperlakukan melebihi presiden, kalau ke kamar mandi saya di kawal polisi," selorohnya.
Â
Advertisement
Kembali ke NKRI
Tigapuluh narapidana terorisme itu diminta menandatangani berkas yang disiapkan kepolisian usai berikrar setia NKRI. Suasana haru terlihat ketika satu per satu napi terorisme memberikan hormat dan mencium bendera Merah Putih.
"Karena saya lahir di Indonesia, Bahasa Indonesia, Insyallah mati di Indonesia," kata Okbah mengakhiri perbincangan.