Sukses

Dewas KPK Pastikan Tak Tutupi Proses Etik Lili Pintauli Siregar

Anggota Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsudin Haris menyatakan pihaknya tidak akan menutup-nutupi kasus dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.

Liputan6.com, Jakarta Anggota Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsudin Haris menyatakan pihaknya tidak akan menutup-nutupi kasus dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.

Haris menyatakan pihaknya sejauh ini masih mengumpulkan barang bukti dan keterangan terkait dugaan penerimaan gratifikasi Lili.

Lili diduga menerima tiket motoGP Mandalika di Grandstand Premium Zona A-Red serta fasilitas penginapan di Amber Lombok Beach Resort dari perusahan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Tidak ada yang ditutup-tutupi. Saat ini Dewas masih dalam tahap pengumpulan informasi, bahan, dan keterangan dari pihak-pihak terkait yang diduga mengetahui dan memiliki informasi tentang dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh ibu LPS," ujar Haris dalam keterangannya, Senin (18/4/2022).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md angkat bicara soal kasus dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar yang menjadi sorotan dalam laporan praktik hak asasi manusia (HAM) yang dikeluarkan Amerika Serikat.

Mahfud Md menilai KPK harus bijak bersikap sebab isu yang melilit Lili Pintauli tidak hanya disorot asing, melainkan juga dalam negeri. Mahfud meminta Dewan Pengawas atau Dewas KPK mengambil sikap tegas, transparan, dan tegas terhadap Lili.

"Bijaknya bagaimana? Ya selesaikan secara transparan dan tegas, tak perlu ada yang ditutup-tutupi. Dewas harus menunjukkan sikap tegas kepada publik. Kalau Lili Pintauli salah harus dijatuhi sanksi, tapi kalau benar dia harus dibela," kata Mahfud.

"Jangan sampai terjadi public distrust tapi juga jangan sampai terjadi demoralisasi dan ketidaknyamanan di internal KPK," sambung dia.

KPK tengah menjadi sorotan pemerintah AS. Dalam laporan bertajuk '2021 Country Reports on Human Rights Practices', AS menyoroti pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar.

Pelanggaran etik berkaitan komunikasi Lili dengan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial. Komunikasi berlangsung pada saat lembaga antirasuah tengah mengusut kasus suap jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai yang menyeret nama Syahrial.

Lili sudah dijatuhi sanksi berat atas pelanggaran ini oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Dewas memutuskan pemotongan gaji sebesar 40 persen selama satu tahun terhadap Lili.

Sebelum dijatuhi sanksi, Lili sempat membantah adanya komunikasi dengan Syahrial. Bantahan Lili ini kemudian dilaporkan oleh beberapa mantan pegawai KPK ke Dewas. Lili dianggap menyampaikan berita bohong lantaran membantah komunikasi dengan Syahrial.

Teranyar, Lili kembali dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi. Lili diduga mendapatkan tiket motoGP Mandalika di Grandstand Premium Zona A-Red serta fasilitas penginapan di Amber Lombok Beach Resort.

2 dari 4 halaman

Kumpulkan Bukti

Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) masih mengumpulkan bukti dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.

Lili dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi dari perusahaan BUMN. Dia diduga menerima tiket motoGP Mandalika di Grandstand Premium Zona A-Red serta fasilitas penginapan di Amber Lombok Beach Resort.

"Masih dikumpulkan bukti-buktinya," ujar Anggota Dewas KPK Harjono saat dikonfirmasi, Minggu (17/4/2022).

Harjono menyebut setelah pihaknya selesai mengumpulan bukti dan keterangan awal, selanjutnya Dewas akan menggelar rapat apakah perbuatan Lili cukup bukti untuk disidangkan.

"Setelah team klarifikasi selesai, dilaporkan ke rapat pendahuluan, di situ semua anggota Dewas bersidang," kata Harjono.

Sementara itu, KPK memastikan pimpinan lembaga antirasuah siap memberikan keterangan dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik Wakil Ketua Lili Pintauli Siregar.

"Pimpinan pun akan kooperatif jika nanti dibutuhkan informasi dan keterangannya," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Minggu (17/4/2022).

Ali memastikan, laporan dugaan pelanggaran etik Lili Pintauli itu masih dalam proses di Dewas KPK. Ali berharap masyarakat memberikan kepercayaan kepada Dewas KPK menindaklanjuti kasus ini.

"Karena pembuktian dan putusan dalam penegakan etik di KPK menjadi ranah tugas dan kewenangan Dewas sesuai UU KPK. Sedangkan atas pelanggaran etik yang sebelumnya terjadi, sanksinya telah dilaksanakan sebagaimana putusan Dewas," kata Ali.

3 dari 4 halaman

Komisi III DPR Akan Panggil KPK dan Dewas Usai Reses

Komisi III DPR akan memanggil Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dewan Pengawas KPK terkait kasus Lili Pintauli Siregar. Pemanggilan ini terkait Wakil Ketua KPK Lili Pintauli yang dilaporkan ke dewas karena diduga melanggar kode etik.

Lili diduga menerima gratifikasi saat menonton ajang MotoGP Mandalika dari pihak BUMN.

"Nanti pada saat sesudah reses kita akan panggil KPK dan Dewas untuk diminta keterangan dengan kasus ini," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Mahesa di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/4/2022).

Dia mengatakan Komisi III akan memantau perkembangan perkara dugaan gratifikasi tersebut. Sebab, KPK merupakan mitra dari Komisi III DPR.

"Karena itu masih dalam wilayah internal sesuai UU KPK kami Komisi III melakukan pemantauan perkembangan perkara tersebut ya," tegas politikus Gerindra itu.

Desmond pun enggan berspekulasi soal Lili bersalah atau tidak. Dia menyerahkannya ke mekanisme yang di KPK.

"Ini baru dugaan agak susah bagi saya memvonis seseorang yang belum dibuktikan kesalahannya ya. Komisi III itu adalah komisi hukum ya. Kita serahkan saja kepada mekanisme sesuai UU KPK ya. Bu Lili dengan catatan sudah pernah melakukan kesalahan-kesalahan yang sifatnya melanggar etik. Nah kalau ini melanggar lagi apa sanksi nya kita tunggu semua," tutur Desmond.

4 dari 4 halaman

ICW Sebut Lili Pintauli Bisa Diancam Pidana Seumur Hidup

Indonesia Corruption Watch (ICW) tak terkejut dengan dilaporkannya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Apalagi, ini merupakan ketiga kalinya Lili diduga melanggar kode etik insan KPK.

"Pelanggaran etik yang diduga dilakukan oleh Lili Pintauli Siregar bukan hal mengejutkan lagi. Sebab, rekam jejak yang bersangkutan memang bermasalah, terutama pasca komunikasinya dengan pihak berperkara terbongkar ke tengah masyarakat," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Rabu (13/4/2022).

Lili dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi dari perusahaan BUMN. Lili diduga mendapatkan tiket motoGP Mandalika di Grandstand Premium Zona A-Red serta fasilitas penginapan di Amber Lombok Beach Resort.

Menurut Kurnia, jika penerimaan tiket dan fasilitas penginapan itu benar, maka ada sejumlah pelanggaran yang harus diusut. Bahkan, menurut Kurnia, Lili bisa dituntut pidana seumur hidup atas kelakuannya tersebut.

"Pertama, penerimaan itu bisa dianggap sebagai gratifikasi jika Lili bersikap pasif begitu saja dan tidak melaporkan penerimaan tersebut ke KPK. Tindakan ini jelas melanggar Pasal 12 B UU Tipikor dan Wakil Ketua KPK itu dapat diancam dengan pidana penjara 20 tahun bahkan seumur hidup," kata Kurnia.

Kedua, menurut Kurnia, penerimaan itu masuk ketegori suap jika pihak pemberi telah berkomunikasi dengan Lili dan terbangun kesepakatan untuk permasalahan tertentu. Misalnya, pengurusan suatu perkara di KPK.

"Tindakan ini jelas melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor dengan hukuman 20 tahun penjara bahkan seumur hidup," kata dia.

Ketiga, menurut Kurnia, penerimaan itu bisa dianggap sebagai pemerasan jika Lili melontarkan ancaman terhadap pihak pemberi dengan iming-iming pengurusan suatu perkara.

"Tindakan ini memenuhi unsur Pasal 12 huruf e UU Tipikor dengan ancaman 20 tahun penjara bahkan seumur hidup," kata Kurnia.

Maka dari itu, Kurnia mendesak Dewas KPK aktif mencari dan mengumpulkan bukti dari mulai komunikasi antara Lili dengan pihak pemberi, manifest penerbangan, hingga rekaman CCTV di sirkuit Mandalika dan tempat penginapan.

Selain itu, Kurnia juga meminta Dewas segera membawa dugaan pelanggaran etik ini ke dalam persidangan.

"Jika Lili terbukti melanggar kode etik, maka ICW mendesak agar Dewas segera meminta yang bersangkutan mengundurkan diri sebagai Pimpinan KPK. Bahkan, tatkala permintaan itu diabaikan, Dewas mesti menyurati presiden agar segera memberhentikan Lili dengan alasan telah melakukan perbuatan tercela," kata dia.

Tak hanya itu, ICW juga mendesak Kedeputian Penindakan KPK menyelidiki dugaan penerimaan gratifikasi, suap, atau pemerasan ini. Sebab, ranah penindakan bukan berada di Dewan Pengawas.

"Sehingga, dibutuhkan koordinasi antara pihak Dewan Pengawas dengan Kedeputian Penindakan," kata dia.