Sukses

Kasus Dugaan Mafia Minyak Goreng Kejati DKI Jakarta Naik Penyidikan

Kasi Penkum Kejati DKI Jakarta Ashari Syam menyampaikan, dalam kasus dugaan korupsi ekspor minyak goreng kemasan tersebut, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi yang salah satunya dari pihak perusahaan PT AMJ.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menaikkan status kasus ekspor minyak goreng melalui Pelabuhan Tanjung Priok periode 2021- 2022 dari penyelidikan ke tahap penyidikan. Hal itu lantaran masuk dalam kualifikasi dugaan tindak pidana korupsi.

Kasi Penkum Kejati DKI Jakarta Ashari Syam menyampaikan, dalam kasus dugaan korupsi ekspor minyak goreng kemasan tersebut, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi yang salah satunya dari pihak perusahaan PT AMJ.

"Dalam penyidikan sudah memeriksa enam orang sebagai saksi," tutur Ashari dalam keterangannya, Rabu (20/4/2022).

Ashari menyebut, kasus tersebut masih berjalan meski pada 5 April 2022 tim penyidik Kejati DKI telah menyerahkan penanganan kasus ekspor minyak goreng itu kepada Kepabeanan pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok.

Dia pun menjelaskan bahwa yang diserahkan dan dikoordinasikan kepada Bea Cukai adalah terkait masalah pajak bea keluar yang tidak dibayarkan oleh PT AMJ kepada negara, selama melakukan ekspor minyak goreng kemasan dengan tujuan Hong Kong antara Juli 2021 sampai dengan Januari 2022, tanpa dilengkapi dokumen PEB yang benar.

"Itu yang dilimpahkan penanganannya ke penyidik Bea dan Cukai Tanjung Priok untuk diproses lebih lanjut berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan," kata Ashari.

Sementara di luar permasalahan tersebut, lanjutnya, penyidik Pidsus Kejati DKI Jakarta masih melanjutkan penanganan kasus dugaan korupsi distribusi ekspor minyak goreng itu. Kini perkara itu telah naik ke penyidikan sesuai Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Nomor: Print-1033/M.1/Fd.1/04/2022 tanggal 6 April 2022.

"Terkait pemberantasan mafia minyak goreng yang berkualifikasi tindak pidana korupsi sehubungan dengan proses distribusi ekspor ke Hong Kong, yang berdampak pada kelangkaan minyak goreng di Indonesia," ujar Ashari.

Ashari menegaskan, penyidik Kejati DKI menaikkan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan karena terbukti ada perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan oleh PT AMJ dan perusahaan lainnya pada periode 2021-2022 dalam proses distribusi minyak goreng kemasan yang diekspor melalui Pelabuhan Tanjung Priok.

"Sehingga memberikan akibat atau dampak perekonomian negara secara langsung dengan terjadinya kelangkaan minyak goreng di Indonesia," Ashari menandaskan.

2 dari 4 halaman

Kejati DKI Serahkan Hasil Penyelidikan Kasus Ekspor Minyak Goreng ke Bea Cukai

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menyerahkan hasil penyelidikan kasus ekspor minyak goreng ke penyidik kepabeanan pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Type A Tanjung Priok. Hal itu lantaran tim mendapati perkara yang melibatkan perusahaan terkait bukanlah peristiwa tindak pidana korupsi.

"Adapun alasan tim penyelidik menyerahkan penanganan kasus tersebut kepada penyidik Kepabeanan, karena berdasarkan hasil penyelidikan disimpulkan bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT AMJ dan perusahaan lainnya dalam proses distribusi minyak goreng kemasan yang diekspor melalui Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2021-2022, bukan merupakan peristiwa tindak pidana korupsi, melainkan peristiwa tindak pidana kepabeanan, sehingga penanganan pada tahap penyidikan tidak menjadi kewenangan penyidik kejaksaan," tutur Kasi Penkum Kejati DKI Jakarta Ashari Syam dalam keterangannya, Selasa (5/4/2022).

Menurut Ashari, secara garis besar ditemukan fakta bahwa PT AMJ sejak bulan Juli 2021 sampai dengan bulan Desember 2022 telah berhasil mengekspor minyak goreng kemasan Merk Bimoli berbagai ukuran sejumlah 13.211 karton, dengan berat seluruhnya 159.503,4 kilogram ke Hongkong (Amin Blessing Limited).

"PT AMJ diduga telah memalsukan data ekspor minyak goreng sebagaimana yang dimuat dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dari bulan Juni 2021 sampai dengan bulan Desember 2021, yaitu data mengenai jenis barang, yang seharusnya ditulis minyak goreng (vegetables oil) dengan kode 1516.20.16 namun ditulis jenis barang vegetables (sayuran)," jelas dia.

Atas dugaan pemalsuan data isian dalam lembar PEB tersebut, lanjut Ashari, menyebabkan PT AMJ dapat menghindari diri dari pengenaan Bea keluar dan pungutan sawit yang seharusnya disetorkan oleh PT AMJ ke kas negara atas ekspor minyak goreng kelapa sawit lebih kurang sebanyak 13.211 ctn.

Lebih lanjut, perbuatan yang dilakukan oleh PT AMJ yang diduga memalsukan data PEB-nya sebagaimana yang dimuat dalam Comercial Invoice dan Packing List PT AMJ diduga telah melanggar ketentuan Pasal 82 Ayat (6) Jo. Pasal 102A huruf b Jo. 103 UU RI Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan UU RI Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

"Dengan dilakukannya penyerahan dan penandatanganan Berita Acara Serah Terima Berkas Hasil Penyelidikan dari penyelidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kepada penyidik kepabeanan pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Type A Tanjung Priok maka penanganan hukum selanjutnya menjadi tanggung jawab penyidik kepabeanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," Ashari menandaskan.

 

3 dari 4 halaman

PT Amin Jaya Bantah Tuduhan Mafia Minyak Goreng

PT Amin Jaya (AMJ) membantah tudingan sebagai mafia minyak goreng. Direktur Utama, Djondy Putra, menyampaikan, tuduhan berdampak pada kelangsungan usaha PT Amin Jaya.

"Kami PT Amin Jaya bukan mafia minyak goreng seperti yang selama ini diberitakan. Kami sebagai pebisnis tentunya dirugikan informasi beredar selama ini," kata Djondy Putra saat konferensi pers, Kamis (7/4/2022).

Djondy mengaku terkejut ketika Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menuduh perusahaan PT AMJ sebagai mafia. Padahal, pihaknya selalu meminta penjelasaan semenjak kasus ini bergulir pada awal Januari. Namun tak membuahkan hasil.

"Pertengahan Maret tiba-tiba boom kontainer kami ditahan. Katanya kami mafia," ujar dia.

Djondy menerangkan, PT AMJ merugi atas adanya tuduhan yang tak berdasar. Djondy menyebut, supplier, dan pemodal jadi jaga jarak. Tak hanya itu, Jaksa membatasi ruang gerak PT AMJ.

"Barang-barang kami di gudang sama jaksa dimbau tidak boleh bergerak. Kemudian lagi biaya kontainer yang hampir tiga bulan ini ditahan bea cukai tidak jelas. Jadi kami sebagai pembisnis mengalami dampak negatif atas informasi yang selama ini beredar," ujar dia.

Sementara itu, Penasihat Hukum PT AMJ, Fredrik J Pinakunary menerangkan, tuduhan yang dialamatkan kepada kliennya tidak berdasar. PT AMJ pun mesti menanggung kerugian akibat tudingan itu.

"Tuduhan-tuduhan tidak berdasar mengakibatkan kerugian yang signifikan kepada klien kami. Suplier, rekan bisnis dan lain-lain menghindar sehingga operasional perusahaan saat ini mengalami kemerosotan yang tajam karena berita yang sudah terlanjur beredar," ujar dia.

 

4 dari 4 halaman

Luruskan Tudingan

Fredrik J meluruskan satu-persatu tudingan. Pertama, PT AMJ mengekspor 23 kontainer minyak goreng secara ilegal pada Juli 2021 sampai Januari 2022 melalui pelabuhan Tanjung Priok.

Menurut Fredrik, kliennya tidak pernah mengekspor 23 kontainer minyak goreng. Faktanya, sejak 7 September 2021 PT AMJ mengekspor pelbagai kebutuhan pokok ke Hongkong. Dan minyak goreng merupakan salah satu item yang dikirim keluar.

"Jadi berdasarkan fakta itu sejak 7 September 2021 sampai 3 Januari 2022 barangnya yang diekspor bervariasi. Kalau dibilang 23 kontainer berisi minyak goreng, itu kekeliruan yang fatal," ujar dia.

Fredrik membeberkan, pada kontainer pertama minyak goreng hanya 9,52 persen dari jumlah keseluruhan barang dari kontainer tersebut. Sementara kontainer kedua, 10,21 persen dan seterusnya. Dalam hal ini, Fredrik menyebut, meralat bahwa totalnya kontainer yang ditahan ada 25 unit bukan 23 unit.

"Memang ada di kontainer 17 isinya 92,74 persen dari jumlah keseluruhan barang dalam kontainer tersebut. Selebihnya kecil, jadi kita buktikan bahwa tidak benar 23 kontainer minyak goreng," ujar dia.

Fredrik menerangkan, tudingan kedua berkaitan dengan kerugian perekenomian negara dengan adanya kelangkaan minyak goreng kemasan di Indonesia dan memberikan keuntungan tidak sah kepada PT AMI kurang lebih Rp 400 juta per-kontainer.

Fredrik menyatakan, keuntungan perkontainer yang diperoleh PT AMJ sangat jauh lebih kecil dari angka Rp 400 juta. Contoh, dari pengiriman kontainer pertama klienya hanya mendapatkan keuntungan bersih dari minyak goreng Rp 3,8 juta. Sementara keuntungan dari kontainer kedua sebesar Rp 4,8 juta.

"Jadi kalau dibilang Rp 400 juta perkontainer waduh kelirunya fatal. Nah menurut kami keuntungan diperoleh dari minyak goreng itu wajar dan sah. Pembisnis memang cari untung," ujar dia.

Fredrik juga mengklarifikasi terkait pernyataan bahwa PT AMJ menuliskan dokumen ekspor sebagai bahan-bahan sayuran sebagai modus untuk mengelabui aparat di Bea Cukai.

Dia menyampaikan, PT AMJ tidak serta-merta mengirimkan barang-barang tanpa melalui proses yang lazim dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada intinya, dalam kegiatan ekspor barang PT AMJ menggunakan jasa PT NLI yang memiliki sertifikat kompetensi untuk mengurus dokumentasj dsn syarat-syarat eskpor sesuai peraturan.

"PT AMJ telah menggunakan jasa PT Noah Logistik Indonesia (PT LNI) selaku perusahaan jasa pengurjsan transportasi.

Dalam kaitannya dengan HS Code, PT AMJ tidak menuliskan HS Code Vegetable tapi Vegetable Oil. Namun, diubah oleh PT LNI menjadi vegetables.

Menyikapi hal tersebut, PT AMJ sudah meminta penjelasaan PT LNI namun tidak pernah mendapatkan jawaban.

"Itu jadi bukti PT AMJ tidak mengelabuhi aparat Bea Cukai dengan menggunakan deskripsi Vegetables," ujar dia.

Selanjutnya, Fredrik mengklarfikasi tudingan PT AMJ tidak memiliki kuota eskpor minyak goreng dan izin eskpor minyak goreng.

Dia menegaskan, PT AMJ tidak melanggar ketentuan terkait kuota eskpor dan izin eskpor minyak goreng.