Liputan6.com, Jakarta: Pemerintah pusat cepat menyimak kasus penyebaran virus Chikungunya yang terjadi di dua desa di Jawa Barat. Baru-baru ini, Departemen Kesehatan memastikan bahwa penyakit tersebut tidak menyebabkan kelumpuhan dan tak mematikan, meski memang belum ada obatnya. Sebab setelah sepekan, rasa sakit akan sembuh dengan sendirinya. Namun untuk membedakannya dengan penyakit demam berdarah, penderita disarankan ke dokter dan menjalankan tes darah. Satu tanda terjangkit Chikungunya adalah berkurangnya sel darah putih. "Kan nggak perlu khawatir," kata Direktur Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang Depkes dokter Thomas Soeroso, baru-baru ini, di Jakarta.
Selain tak mematikan, Thomas menjamin bahwa efek Chikungunya tidak menimbulkan shock. Rasa nyeri hanya muncul pada sejumlah persendian. "Itu bukan menyebabkan kelumpuhan," kata dia. Yang menyebabkan masyarakat panik sebenarnya karena dugaan bahwa penyakit itu hanya menyerang pergelangan kaki, sendi lutut, dan sebagainya. "Sakitnya, sakit sekali. Bukan main! Sehingga dikira lumpuh, padahal tidak," tambah Thomas.
Solusi yang ada saat ini, menurut Thomas, sebenarnya bisa dengan obat-obatan yang ada di warung-warung. "Seperti paracetamol, sudah bisa meringankan," kata dia. Memang untuk beberapa kasus, ada orang yang menderita penyakit ini hingga beberapa bulan.
Pola penyebaran virus Chikungunya hampir sama dengan bibit penyakit yang disebarkan nyamuk Aedes Aegepty. Virusnya bersarang dan berkembang biak di lokasi yang berisi air bersih. "Jadi, lingkungan mesti dibersihkan," ucap pria berkaca mata.
Kasus wabah Chikungunya memang membuat heboh Desa Mandalamukti dan Desa Ciptagumati, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung, Jabar. Dilaporkan, sedikitnya 218 warga di dua desa tersebut terjangkit virus tersebut [baca: Virus Chikungunya Menyerang Dua Desa di Bandung]. Para penderita mengaku gatal-gatal, demam tinggi, dan disusul bengkak pada persendian tulang. Penyebaran penyakit menular itu diduga kuat akibat virus dari nyamuk jenis Aedes Albopictus.
Menurut pendapat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung dokter Sukmahadi Thawaf, penyakit yang tiba-tiba menggegerkan ini bisa mengalami kelumpuhan. Dugaan itu tentu baru diagnosa didasarkan pada gejala klinis dan epidomologis si penderita. Untuk memastikannya, dinas kesehatan setempat sudah mengirim sampel darah penderita dan beberapa ekor nyamuk Aedes Albopictus ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI di Jakarta untuk pengujian lebih lanjut. Sukmahadi menambahkan, hasil diagnosa tersebut baru bisa diketahui pekan depan.
Untuk mengantisipasi meluasnya wabah penyakit ini, Pusat Kesehatan Masyarakat Cikalong Wetan bersama Dinkes Kabupaten Bandung terus memberikan pelayanan pengobatan kepada warga. Obat-obatan yang diberikan bersifat mengurangi gejala klinis.(BMI/Tim Liputan 6 SCTV)
Selain tak mematikan, Thomas menjamin bahwa efek Chikungunya tidak menimbulkan shock. Rasa nyeri hanya muncul pada sejumlah persendian. "Itu bukan menyebabkan kelumpuhan," kata dia. Yang menyebabkan masyarakat panik sebenarnya karena dugaan bahwa penyakit itu hanya menyerang pergelangan kaki, sendi lutut, dan sebagainya. "Sakitnya, sakit sekali. Bukan main! Sehingga dikira lumpuh, padahal tidak," tambah Thomas.
Solusi yang ada saat ini, menurut Thomas, sebenarnya bisa dengan obat-obatan yang ada di warung-warung. "Seperti paracetamol, sudah bisa meringankan," kata dia. Memang untuk beberapa kasus, ada orang yang menderita penyakit ini hingga beberapa bulan.
Pola penyebaran virus Chikungunya hampir sama dengan bibit penyakit yang disebarkan nyamuk Aedes Aegepty. Virusnya bersarang dan berkembang biak di lokasi yang berisi air bersih. "Jadi, lingkungan mesti dibersihkan," ucap pria berkaca mata.
Kasus wabah Chikungunya memang membuat heboh Desa Mandalamukti dan Desa Ciptagumati, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung, Jabar. Dilaporkan, sedikitnya 218 warga di dua desa tersebut terjangkit virus tersebut [baca: Virus Chikungunya Menyerang Dua Desa di Bandung]. Para penderita mengaku gatal-gatal, demam tinggi, dan disusul bengkak pada persendian tulang. Penyebaran penyakit menular itu diduga kuat akibat virus dari nyamuk jenis Aedes Albopictus.
Menurut pendapat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung dokter Sukmahadi Thawaf, penyakit yang tiba-tiba menggegerkan ini bisa mengalami kelumpuhan. Dugaan itu tentu baru diagnosa didasarkan pada gejala klinis dan epidomologis si penderita. Untuk memastikannya, dinas kesehatan setempat sudah mengirim sampel darah penderita dan beberapa ekor nyamuk Aedes Albopictus ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI di Jakarta untuk pengujian lebih lanjut. Sukmahadi menambahkan, hasil diagnosa tersebut baru bisa diketahui pekan depan.
Untuk mengantisipasi meluasnya wabah penyakit ini, Pusat Kesehatan Masyarakat Cikalong Wetan bersama Dinkes Kabupaten Bandung terus memberikan pelayanan pengobatan kepada warga. Obat-obatan yang diberikan bersifat mengurangi gejala klinis.(BMI/Tim Liputan 6 SCTV)