Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Sekjen MUI) Amirsyah Tambunan mengapresiasi putusan Mahkamah Agung atas tuntutan judicial review Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) terkait penggunaan vaksin halal.
"Majelis Ulama Indonesia memberikan apreasisi atas putusan MA yang dengan tegas memerintahkan kepada pihak eksekutif untuk menyediakan vaksin halal," ujar Amirsyah dalam keterangannya, Sabtu (23/4/2022).
Baca Juga
Apresiasi disampaikan Amirsyah dalam pengantar diskusi bertema Setelah Putusan MA Soal Vaksin Halal yang digelar Aktual Forum secara virtual. Selain Amirsyah, hadir sebagai narasumber Nur Nadlifah dari Komisi IX DPR RI dan Sekretaris Eksekutif YKMI Fat Haryanto.
Advertisement
"Alasannya saya kira sudah kuat, karena kalau kita lihat Undang-undang 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, mandarotinya jelas, bahwa wajib sertifikasi halal produk-produk kesehatan, termasuk vaksin," kata Amirsyah.
Vaksin halal yang direkomendasikan MUI sejauh ini baru ada dua jenis yaitu Sinovac dan Zifivax. Kedua vaksin itu sudah keluar fatwanya setelah melalui proses audit yang sangat ketat.
"Kebutuhan vaksin halal ini, produk mana saja yang menyediakan ada dua. Satu Sinovac, MUI sudah mengeluarkan fatwanya dan kedua Zifivax. Kedua produk ini dari China, sudah kami lakukan audit dan sudah dinyatakan halal," kata dia.
Mengenai penggunaan vaksin booster yang diwajibkan pemerintah bagi masyarakat yang akan mudik lebaran 2022, MUI menyatakan putusan MA sebenarnya tidak bisa ditunda lagi.
Pasalnya, masukan kepada pemerintah soal penggunaan vaksin halal ini sebenarnya sudah lama disampaikan. Namun selama ini pemerintah seperti tidak bergeming dengan tetap tidak menggunakan vaksin halal.
"Realitis, sebab ini kebutuhan yang tidak bisa ditunda-tunda. Pertama momentum untuk mudik, kedua juga mengantisipasi jangan sampai ada varian-varian berikutnya," kata Amirsyah.
"Selama ini vaksin, kan, jalan terus, kami minta supaya menggunakan vaksin halal, karena sudah tidak selamanya darurat. Dampak putusan MA ini sangat positif, jadi ada kepastian hukum, ada kepastian bagi konsumen," sambungnya.
Selain ada kepastian huum dan perlindungan bagi konsumen, putusan MA tersebut juga memberikan perlindungan bagi masyarakat secara keseluruhan, khususnya umat Islam. Yakni agar umat Islam terhindar dari penggunaan vaksin yang tidak halal.
Sekedar diketahui, tuntutan atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin itu diputus dikabulkan MA. Atas putusan tersebut, pemerintah diwajibkan mengadakan vaksin Covid-19 yang halal bagi muslim. Hal ini sekaligus sebagai amanat UU Jaminan Produk Halal.
Putusan itu diketok ketua majelis Prof Supandi dengan anggota Is Sudaryono dan Yodi Martono. Judicial review itu diajukan oleh Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI). Adapun termohon adalah Presiden RI Joko Widodo.
Wajib Dijalankan Pemerintah
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengatakan, putusan Mahkamah Agung (MA) tentang vaksin Covid-19 halal wajib dijalankan oleh pemerintah.
"Putusan tersebut adalah putusan Mahkamah Agung yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah. Pemerintah harus memastikan vaksin yang diberikan adalah halal," kata dia seperti dilansir dari Antara, Sabtu (23/4/2022).
Dia pun mengingatkan, jika nanti ada warga masyarakat yang menolak divaksin karena tidak ada jaminan halal, pemerintah pun tak boleh memaksakannya.
"Tidak dapat memaksakan jika warga menolak untuk divaksin karena tidak ada jaminan halal," ungkap Hamdan.
Sebelumnya, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan hak uji materil yang diajukan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) atas Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 Tentang Pengadaan Vaksin dan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Putusan Majelis Hakim Agung itu teregister dengan nomor perkara 31P/HUM/2022 dengan susunan Majelis Hakim Agung yakni Supandi sebagai Hakim Ketua, Is Sudaryono dan Yodi Martono sebagai Hakim Anggota. Keputusan tersebut keluar pada Kamis (14/4/2022).
Dalam amar putusan Nomor 31 P/HUM/2022, Mahkamah Agung menyatakan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 Tentang Pengadaan Vaksin dan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
"Pemerintah (Menteri Kesehatan, Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan), wajib memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan jenis vaksin Covid-19 yang ditetapkan untuk pelaksanaan vaksinasi Covid 19 di wilayah Indonesia," bunyi salinan putusan MA.
Advertisement
DPR Juga Desak
Sementara, Kementerian Kesehatan diminta melaksanakan keputusan Mahkamah Agung terkait pemberian vaksin halal bagi warga muslim. Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Daulay mendesak segera dieksekusi di tengah gencarnya pemerintah melaksanakan vaksinasi. Pemerintah wajib menyediakan vaksin halal.
"Tuntutan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) jelas. Mereka menginginkan agar hak warga negara untuk mendapatkan vaksin halal segera dipenuhi. Dan itu sejalan dengan amanat UU jaminan halal," kata Saleh dalam keterangannya, Jumat (22/4/2022).
Putusan MA itu diharapkan akan mengurangi perdebatan yang ada di masyarakat. Selama ini banyak masyarakat yang enggan mengikuti vaksin karena kehalalannya dipertanyakan.
"Dengan putusan MA kemarin, seluruh masyarakat diharapkan akan bersedia untuk segera divaksin," ujar Saleh.
Saleh menambahkan, tuntutan kepada pemerintah untuk menyediakan vaksin sudah lama disuarakan di DPR. Politikus PAN ini heran pemerintah tidak jadikan vaksin halal prioritas.
"Tuntutan untuk menyediakan vaksin halal ini sudah lama disampaikan. Tidak hanya di masyarakat, di DPR sendiri pun sudah sangat sering disuarakan. Tetapi memang aneh, tuntutan itu belum dilaksanakan oleh pemerintah. Tidak jelas alasannya mengapa pemerintah tidak menjadikan hal ini sebagai prioritas utama," katanya.
Sudah Tak Darurat
Anggota Panja Pengawasan Vaksin Komisi IX DPR RI, Nur Nadlifah mempertanyakan kemampuan PT. Bio Farma memproduksi vaksin Covid-19 jenis Sinovac. Pertanyaan Nadlifah terkait vaksin booster yang tidak termasuk dalam jenis vaksin untuk booster.
Padahal, baru Sinovac yang telah mendapatkan fatwa vaksin halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Sebenarnya berapa kemampuan Bio Farma untuk memproduksi vaksin Sinovac. Ini akan berlanjut, karena dalam kebijakan Kemenkes, vaksin Sinovac tidak masuk untuk booster, sementara vaksin Sinovac ini sudah mendapatkan fatwa halal. Sementara lagi vaksin Sinovac yang dijadikan rekomendasi. Karena vaksin booster semuanya belum disediakan vaksin halal,” kata Nadlifah dalam Rapat Panja, Rabu (6/4/202).
Nadlifah menyebut seharusnya produksi Sinovac ditambah sehingga bisa juga dipakai untuk booster.
“Kenapa produksinya tidak ditambah? Sehingga booster ini ada pilihan vaksin halalnya. Ini berapa kali saya ulang karena mayoritas masyarakat Indonesia itu muslim. Kita dosa kalau tidak menyediakan vaksin halal,” katanya.
Politikus PKB itu mengingatkan bahwa pemerintah akan berdosa apabila tidak memberi pilihan vaksin halal untuk masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah muslim. Sebab, saat ini bukan keadaan darurat seperti saat ada varian delta.
Advertisement