Sukses

BMKG Ungkap Penyebab Peringatan Dini Bencana Tak Berjalan Baik di Daerah

Dwikorita mendorong adanya pengawasan sistem peringatan dini di daerah dilakukan selama 24 jam.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengungkap ada tiga kendala peringatan dini bencana di Indonesia. Pertama, sistem informasi tidak berjalan baik.

Dwikorita mengambil contoh, jika BMKG mengirimkan peringatan dini bencana ke pemerintah daerah, informasi tidak sampai. Penyebab bisa beragam, di antaranya tidak ada petugas yang menjaga sistem atau sistem lumpuh karena diguncang gempa bumi.

"Sehingga meskipun BMKG mengirimkan peringatan dini, namun apabila di daerah sistemnya tidak berjalan karena berbagai hal sehingga masyarakat di lokasi bencana tidak menerima, itu korban juga akan berjatuhan," jelasnya dalam konferensi pers Menuju Puncak Peringatan HKB Tahun 2022, Senin (25/4/2022).

Dwikorita mendorong pengawasan sistem peringatan dini di daerah dilakukan selama 24 jam.

Selain itu, dia meminta dukungan BNPB untuk menyiapkan satelit bencana. Satelit bencana ini berfungsi mengawasi masuknya sistem informasi peringatan dini baik dari BMKG maupun Badan Geologi Kementerian ESDM.

"Satelit untuk bencana yang menjaga agar informasi dari BMKG, Badan Geologi yang sudah dikirimkan itu bisa tersebar sampai ke pelosok. Kalau sekarang kadang-kadang ada hambatan-hambatan jaringan komunikasi," ucapnya.

Kendala kedua, masyarakat belum memahami peringatan dini bencana. Sehingga meskipun peringatan dini sudah sampai ke pemerintah daerah, masyarakat belum mengetahui tindak lanjutnya.

Guna meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap peringatan dini bencana, Dwikorita menilai perlu kerja sama semua pihak untuk melakukan edukasi dan literasi.

"Kami terus berupaya bekerja sama dengan BNPB, Badan Geologi, dengan pihak terkait dan pemerintah daerah, ada sekolah LAPAN Gempa Bumi dan Tsunami, beberapa sekolah LAPAN, sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman," terangnya.

Terakhir, kesadaran masyarakat untuk melakukan evakuasi dini masih rendah. Ini yang menyebabkan jumlah korban bencana masih banyak. Menurut Dwikorita, kesadaran masyarakat menyelamatkan diri dari bencana harus dimulai dari level terkecil, yakni keluarga.

"Belajar dari Jepang, di sana mayoritas selamat dari bencana karena di level keluarga sudah siap siaga bahkan budayanya sudah terbangun," tutupnya. 

2 dari 3 halaman

Perubahan iklim Tingkatkan Bencana

Presiden Joko Widodo menyebut fenomena perubahan iklim yang tengah berlangsung saat ini di seluruh penjuru dunia semakin mengkhawatirkan. Menurutnya, kondisi tersebut sangat tidak menguntungkan Indonesia sebagai negara agraris dan kepulauan.

"Frekuensi, intensitas dan durasi bencana geohidrometeorologi akan makin meningkat. Daya adaptabilitas tanaman dan produktivitas tanaman semakin menurun dan ini mengancam ketahanan pangan di negara kita," kata Jokowi saat memberikan pengarahan dalam Puncak Peringatan HMD Ke 72: Expose Nasional Monitoring & Adaptasi Perubahan Iklim 2022, Maret lalu, dikutip BMKG.

Jokowi mengatakan, Indonesia adalah satu dari banyak negara yang terdampak perubahan iklim. Adapun sejumlah dampak yang dihadapi negara lain, di antaranya terjadinya peningkatan suhu udara, suhu muka air laut yang semakin menghangat dan terjadi laju kenaikan muka air laut yang membahayakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Maka dari itu, Jokowi pun menyampaikan sejumlah pesan kepada masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan.

 

3 dari 3 halaman

Pesan Jokowi

Pertama, perhatikan dengan serius informasi cuaca dan perubahan iklim yang diberikan BMKG dan instansi terkait lainnya. Kemudian formulasikan kebijakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dengan cepat serta siapkan penanganan yang lebih baik untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim.

Kedua, Jokowi meminta jajarannya mengembangkan sistem peringatan dini yang handal dengan menyediakan data dan informasi meteorologi, klimatologi dan geofisika secara cepat dan akurat yang dibutuhkan. Dan, ketiga, Jokowi menekankan untuk melakukan sistem edukasi kebencanaan yang berkelanjutan. Jokowi menginginkan jajarannya melakukan edukasi, literasi dan advokasi berkelanjutan.

"Manfaatkan AI, big data, teknologi high performance computing dan lakukan dengan inovasi, teknologi rekayasa sosial dan cara kreatif untuk membangun kesadaran, ketangguhan, partisipasi masyarakat. Kapasitas dan ketangguhan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim harus terus ditingkatkan agar masyarakat mampu merespons dengan cepat potensi risiko bencana," jelasnya.

Jokowi juga meminta perkuat kolaborasi lintas K/L, swasta, dan berbagai elemen bangsa lainnya dalam adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim.

 

Reporter: Titin Supriatin 

Sumber: Merdeka.com