Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) memotong masa tahanan terpidana atas nama Prasetijo Utomo. Prasetijo Utomo merupakan polisi yang dihukum selama tiga tahun penjara oleh pengadilan akibat membantu koruptor buron Djoko Tjandra untuk bisa ke Indonesia.
"Menjatuhkan pidana kepada terpidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan," kata Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro saat membenarkan pemotongan hukuman, Senin (25/4/2022).
Advertisement
Baca Juga
Dengan putusan tersebut, masa hukuman Brigjen Prasetijo berkurang 6 bulan. Berdasarkan situs Mahkamah Agung, sunat ini diberikan atas peninjauan kembali (PK) yang dilakukan tim kuasa hukum terpidana ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 7 Februari 2022 atas jenis perkara pemalsuan surat dan diputus majelis hakmi MA pada 12 April 2022.
Bertindak sebagai pengadil dalam sunat hukuman kali ini adalah Eddy Army, Dwiarso Budi Santiarto dan Jupriyadi. Sedangkan panitera pengganti diisi oleh Emmy Evalina Marpaung.
"Amar putusan: Kabul," bunyi dari kutipan situs informasi perkara MA yang dilihat Liputan6.com.
Sebagai informasi, hukuman yang disunat terhadap Prasetijo ada dalam kasus surat palsu. Prasetijo turut mengkondisikan sejumlah surat palsu untuk Djoko Tjandra, seperti surat jalan dan surat keterangan bebas Covid-19.
Sedangkan untuk hukuman atas kasus yang senada dengan sangkaan rasuah, Prasetijo menerima vonis di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat dengan hukuman 3 tahun 6 bulan penjara.
Â
Â
MA Tolak PK Djoko Tjandra Terkait Kasus Korupsi Cassie Bank Bali
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) II Djoko Tjandra terkait kasus korupsi hak tagih utang cessie Bank Bali Rp 546 miliar.
Putusan tersebut dijatuhkan pada Rabu 5 Januari 2022 dalam sidang terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis, Andi Samsan Nganro dan anggota majelis Suhadi, Eddy Army, Sri Murwahyuni dan Surya Jaya.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi menyampaikan, permohonan PK II yang dimohonkan oleh terpidana atau pemohon DJoko Soegiarto Tjandra dengan daftar No. 467 PK/Pid.Sus/2021 secara formil tidak dapat diterima.
"Dengan pertimbangan pengajuan permohonan PK II hanya dimungkinkan apabila permohonan PK II itu didasarkan pada alasan yaitu adanya 'pertentangan' antara satu putusan yang sudah Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) dan putusan BHT lainnya dalam obyek perkara yang sama," tutur Sobandi dalam keterangannya, Rabu 5 Januari 2022.
"Sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 10/2009 tentang Pengajuan Permohonan PK juncto SEMA No. 7/2014 juncto SEMA No. 4/2016 Tentang Pemberlakuan Hasil Rumusan Kamar MA," sambungnya.
Â
Advertisement
Alasan Penolakan
Sobandi menyebut, kendati Djoko Tjandra mendalilkan alasan adanya pertentangan antara dua putusan PK, yaitu putusan PK No. 100 PK/Pid.Sus/2009 tanggal 20 Februari 2012 dengan amar putusan menolak PK Pemohon, dan putusan PK No. 12 PK/Pid.Sus/2009 tanggal 8 Juni 2009 dengan amarnya mengabulkan PK Jaksa, namun menurut majelis hakim bahwa dua putusan tersebut tidak ada pertentangan sama lain.
"Bahkan putusan perkara PK No 100 PK/Pid.Sus/2009 mendukung putusan PK No. 12 PK/Pid.Sus/2009 dengan menyatakan menolak permohonan PK Pemohon PK/Terpidana dan menyatkan putusan perkara PK No.12 tetap berlaku. Dengan demikian, alasan PK II dari Pemohon PK/Terpidana tidak memenuhi alasan adanya 'pertentangan' yang menjadi syarat (formil) untuk mengajukan PK lebih dari satu kali (PK II)," jelas dia.
Lebih lanjut, atas dasar dan alasan tersebut dan dengan memperhatikan Pasal 266 ayat (1) KUHAP, permohonan PK II dari Djoko Tjandra tidak diterima. Meski begitu, salah satu hakim anggota mengajukan Dissenting opinion atau DO, yakni Eddy Army.
"Yang berpendapat bahwa alasan PK terpidana cukup beralasan menurut hukum untuk dikabulkan sebagaimana putusan Pengadilan Tingkat Pertama," Sobandi menandaskan.
Â
MA Kembalikan Hukuman Djoko Tjandra Menjadi 4,5 Tahun Penjara
Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra dalam kasus suap pengurusan Fatwa MA dan penghapusan red notice.
Putusan MA itu dibacakan dalam sidang yang diketuai majelis hakim Suhadi dan anggota majelis Ansori dan Suharto. Sidang berlangsung pada Senin 15 November 2021.
"Tolak perbaikan kasasi terdakwa dan penuntut umum dengan perbaikan pidana menjadi pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan dan Rp 100.000.000,00/6 bulan kurungan," kata Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi, Selasa (16/11/2021).
Keputusan MA itu menjadikan hukuman Djoko Tjandra kembali divonis 4,5 tahun penjara. Djoko Tjandra sebelumnya divonis 3,5 tahun penjara setelah mendapat pengurangan hukuman penjara dari tingkat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Andi menjelaskan, kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum terkait pengurangan Djoko Tjandra menjadi 3,5 tahun dapat dibenarkan.
Pertimbangan Pengadilan Tinggi Jakarta memangkas vonis Djoko Tjandra menjadi 3,5 tahun penjara usai terdakwa mengembalikan dana terkait perkara Cassie Bank Bali sebesar Rp546.468.544.738,00 tidak ada korelasi dengan perbuatan suap yang dilakukan oleh terdakwa dalam perkara ini.
"Padahal penyerahan itu melalui mekanisme eksekusi oleh jaksa penuntut umum ketika putusan telah berkekuatan hukum tetap, hal tersebut tidak ada korelasi dengan perbuatan suap yang dilakukan oleh Terdakwa dalam perkaraa quo," ujar Andi.
Selain itu, kata Andi, perbuatan terdakwwa Djoko Tjandra dalam perkara tersebut adalah suap dengan tujuan untuk pengurusan fatwa MA melalui adik ipar terdakwa dan diteruskan kepada Pinangki Sirna Malasari selaku jaksa atau penyelenggara negara sebesar USD500.000. Juga untuk pengurusan pengecekan status dan penghapusan red notice terdakwa dengan mengeluarkan dana suap kepada Napoleon Bonaparte sebesar USD370.000 dan SGD200.000, serta kepada Prasetijo Utomo USD100.000 telah berkekuatan hukum tetap.
"Bahwa terdakwa telah melarikan diri ke luar negeri untuk menghindari pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa atas putusan Mahkamah Agung RI yang telah berkekuatan hukum tetap," kata dia.
Advertisement