Liputan6.com, Jakarta - Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Bendum PBNU) Mardani Maming menghadiri sidang sebagai saksi dalam kasus suap Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan secara virtual pada pekan lalu.
Kehadirannya pun disoal oleh hakim majelis dan memerintahkan pemanggilan paksa kepada Mardani untuk dapat langsung hadir langsung dalam persidangan.
Advertisement
Baca Juga
Menanggapi hal tersebut, Pakar Hukum Universitas Indonesia (UI) Erlanda Juliansyah Putra menilai perintah hakim berlebihan.
"Peraturan Mahkamah Agung (PerMA) Nomor 4 tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik telah menjadi dasar seseorang dapat dimintai keterangan kesaksiannya secara online dan saksi Mardani Maming dalam hal ini telah kooperatif dan siap memberikan kesaksiannya sehingga tidak perlu ada panggilan paksa," ujar Erlanda dalam keterangan tertulis, Senin (25/4/2022).
Menurut alumni Magister Hukum Kenegaraan Universitas Indonesia ini, Mardani yang juga menjabat sebagai Ketua Umum HIPMI telah memenuhi aturan berlakudengan hadir secara virtual sebagai saksi.
Sebab saat itu, kata Erlanda, diketahui Mardani tengah menjalani pengobatan di Singapura, namun tetap kooperatif untuk hadir meski secara virtual.
"Menurut hemat kami, hakim tidak perlu lagi memanggil paksa yang bersangkutan untuk dimintai keterangan kecuali yang bersangkutan tidak kooperatif dan menghindari adanya pemberian kesaksian, namun faktanya yang bersangkutan tetap bersedia dan siap memberikan kesaksian secara virtual," papar Erlanda.
Erlanda menambahkan, mengutip Pasal 162 KUHAP, dapat menjadi acuan bahwa pemeriksaan terhadap saksi yang berhalangan sah saat disebabkan karena ada alasan tertentu, seperti alasan kesehatan.
Dirinya meyakini, meski otoritas pemanggilan ada pada hakim namun kesaksian yang bersangkutan melalui media virtual juga bisa dipergunakan tanpa perlu ada panggilan paksa.
Saksi Memliki Hak
Senada, Pengajar Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia Heru Susetyo menjelaskan, berdasarkan data-data dan peraturan-peraturan hukum di Indonesia, Mardani Maming memiliki Hak Asasi dan Hak Saksi untuk memberikan keterangan secara daring di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.
"Karena ini adalah bagian dari Hak Saksi yang telah diatur dalam peraturan-peraturan tersebut di atas dan juga dimungkinkan oleh PERMA Nomor 4 tahun 2020," ujar Heru.
Di samping itu, menurut Heru, keberadaan Mardani di negara lain saat itu setaraan dengan saksi lain, patut diperhitungkan oleh Majelis Hakim.
"Majelis juga perlu mempertimbangkan asas persamaan. Ketika saksi lain dapat memberikan keterangan secara daring, maka Sdr. Mardani H. Maming pun, atas nama keseteraan di hadapan hukum (equality before the law), memiliki hak yang sama untuk memberikan keterangan secara daring," terang Heru.
Heru menambahkan hak-hak dan perlindungan saksi telah diatur secara tidak langsung dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan pada UU No. 12 tahun 2006 tentang Ratifikasi Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Serta, diatur secara langsung oleh UU No. 13 tahun 2006 jo UU No. 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Maka sepatutnya aparat penegak hukum (APH) menghormati hak-hak ini atas nama hak asasi manusia dan prinsip keadilan dan kesetaraan di hadapan hukum," Heru menutup.
Advertisement
PBNU Harap Komisi Yudisial Pantau Sidang Kasus Gratifikasi Izin Tambang
Sebelumnya, pada Jumat 22 April 2022, Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBH PBNU) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor, dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mendatangi Komisi Yudisial (KY).
Kedatangan tiga perwakilan lembaga tersebut untuk beraudiensi sekaligus menyampaikan permohonan agar Komisi Yudisial (KY) mengirimkan tim untuk memantau persidangan perkara dugaan gratifikasi izin tambang dengan terdakwa mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Koordinator Divisi Litigasi LBH Ansor Dendy Z. Finsa menyebut, pihaknya bersama perwakilan lembaga lain mendatangi KY agar persidangan berjalan sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku.
"Kami terus terang kaget dengan perubahan sikap Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin. Kami berharap majelis hakim tidak dapat diintervensi oleh pihak-pihak yang beritikad jahat terhadap Bendahara Umum PBNU (Mardani H. Maming). Itulah kenapa kami datang ke KY meminta KY untuk menurunkan tim pemantauan persidangan," ujar Dendy dalam keterangannya, Sabtu 2 April 2022.
Dendy menyebut, dirinya dan perwakilan lembaga bantuan hukum lainnya diterima Kepala Biro Pengawasan Perilaku Hakim, Mulyadi di ruangannya.
Dendy menegaskan LPBH NU, LBH Ansor, dan HIPMI mengkhawatirkan adanya campur tangan pihak yang hendak mengintervensi peradilan untuk mengkriminalisasi Mardani Maming. Mardani merupakan saksi dalam perkara ini.
"Oleh sebab itu, KY diharapkan melakukan pemantauan untuk memastikan agar persidangan berjalan dengan bebas, jujur, dan tidak memihak," tambah Dendy yang berprofesi sebagai advokat ini.
Masalah yang Disorot
Sementara itu, M. Hakam Aqsha, Sekretaris LPBH NU menyoroti rencana pemanggilan paksa Mardani untuk dihadirkan dalam persidangan. Padahal Mardani telah hadir secara online pada persidangan Senin, 18 April 2022.
"Atas izin majelis hakim yang disampaikan dalam agenda persidangan sebelumnya, Mardani pada minggu lalu 18 April 2022 telah memenuhi panggilan dan telah hadir di persidangan secara daring," kata Hakam.
"Namun demikian, majelis hakim tidak memberikan kesempatan kepada Mardani untuk bersaksi dan bahkan memerintahkan kejaksaan untuk melakukan pemanggilan paksa," sambung dia.
Dia menyatakan terus mencermati persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Banjarmasin. Namun menurut dia yang menjadi persoalan adalah penggirangan opini yang menyudutkan Mardani seolah tersamgka dalam perkara ini.
"Kami mencermati terus jalannya persidangan tipikor di Banjarmasin. Kejanggalan yang paling mencolok adalah ketika Pak Mardani yang kapasitasnya hanya sebagai saksi malah diposisikan seolah-olah pesakitan. Framing jahat dan penyesatan opini publik ini harus segera dihentikan, apalagi hal tersebut selalu dikaitkan dengan posisi beliau sebagai Bendum PBNU," kata dia.
Sementara Ketua Bidang Hukum HIPMI, Irfan Idham menyampaikan harapannya pada KY agar dapat melakukan pemantauan langsung terhadap persidangan kasus ini.
"Kami sangat berharap KY dapat melakukan pemantauan dan mencegah persidangan ini agar tidak malah dijadikan ajang penghakiman dan kriminalisasi terhadap ketua umum kami yang hanya sebagai saksi," kata Irfan.
Irfan menyampaikan apresiasinya terhadap KY yang bersedia menerima dirinya dan perwakilan lembaga hukum lain dengan baik. Menurut Irfan, dalam pertemuan tersebut, KY menyatakan siap mengawasi jalannya persidangan.
"Alhamdulillah tadi kami sudah diterima dengan baik dan bahkan Kepala Biro Pengawasan Perilaku Hakim, Pak Mulyadi, menyampaikan bahwa KY atas seijin komisioner akan menurunkan tim untuk melakukan pengawasan jalannya persidangan," kata Irfan.
Advertisement