Sukses

3 Pernyataan BMKG Usai Status Gunung Anak Krakatau Naik Jadi Level Tiga

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati merilis siaran pers kewaspadaan, terkait potensi dampak erupsi Gunung Anak Krakatau atau GAK.

Liputan6.com, Jakarta - Status Gunung Anak Krakatau (GAK) naik dari level dua atau waspada menjadi level tiga atau siaga. Oleh karena itu, Badan Geologi memastikan akan segeramelakukan koordinasi dengan stakeholder terkait.

"Sehubungan dengan peningkatan ini, kami akan melakukan koordinasi dengan BNPB dan juga BPBD baik di Banten dan Lampung dan tentu saja dengan BMKG," kata Sekretaris Badan Geologi Ediar Usman saat jumpa pers daring, Senin 25 April 2022.

BMKG pun angkat bicara. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati merilis siaran pers kewaspadaan, terkait potensi dampak erupsi Gunung Anak Krakatau atau GAK.

"Secara historis aktivitas GAK ini pernah menimbulkan tsunami, sehingga hal ini perlu disampaikan," kata Dwikorita saat jumpa pers daring yang disiarkan lewat kanal Youtube Info BMKG.

Kemudian, dia mengaku, bersama dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM terus melakukan monitoring perkembangan aktivitas Gunung Anak Krakatau dan muka air laut di Selat Sunda.

Pihaknya juga meminta masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi gelombang tinggi seiring dengan meningkatnya level aktivitas Gunung Anak Krakatau.

"Utamanya waspada saat malam hari, sesuai dengan info yang disampaikan BMKG," ucap Dwikorita mengingatkan.

Tak hanya itu, Dwikorita pun mengungkap ada tiga kendala peringatan dini bencana di Indonesia. Pertama, sistem informasi tidak berjalan baik.

"Contohnya jika BMKG mengirimkan peringatan dini bencana ke pemerintah daerah, informasi tidak sampai. Penyebab bisa beragam, di antaranya tidak ada petugas yang menjaga sistem atau sistem lumpuh karena diguncang gempa bumi," papar Dwikorita.

Berikut sederet pernyataan BMKG terkait Status Gunung Anak Krakatau (GAK) yang naik dari level dua atau waspada menjadi level tiga atau siaga dihimpun Liputan6.com:

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

1. Pernah Timbulkan Tsunami, BMKG Terus Lakukan Monitoring

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati merilis siaran pers kewaspadaan, terkait potensi dampak erupsi Gunung Anak Krakatau atau GAK.

Diketahui, saat ini status Gunung Anak Krakatau yang berada di Selat Sunda ini sudah ditingkatkan dari level dua menjadi level tiga atau dari Waspada menjadi Siaga oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sejak Minggu 24 April 2022 pada pukul 18.00 waktu setempat.

"Secara historis aktivitas GAK ini pernah menimbulkan tsunami, sehingga hal ini perlu disampaikan," kata Dwikorita saat jumpa pers daring yang disiarkan lewat kanal Youtube Info BMKG, Senin malam 25 April 2022.

Dwikorita menyebut, pihaknya bersama Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM terus melakukan monitoring perkembangan aktivitas Gunung Anak Krakatau dan muka air laut di Selat Sunda.

 

3 dari 4 halaman

2. Minta Masyarakat Tak Panik

Kemudian menurut Dwikorita, pihaknya juga meminta masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi gelombang tinggi seiring dengan meningkatnya level aktivitas Gunung Anak Krakatau.

"Utamanya wasapada saat malam hari, sesuai dengan info yang disampaikan BMKG," ucap Dwikorita mengingatkan.

Terakhir, Dwikorita meminta masyarakat untuk tidak terpancing oleh isu-isu liar yang tidak bertanggung jawab. Karena itu, masyarakat diminta memastikan bahwa informasi yang diterima hanya bersumber dari siaran resmi yang valid.

"Pastikan info hanya dari sumber PVMBG-Badan Geologi, BMKG, dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) setempat," ucap terang dia.

 

4 dari 4 halaman

3. Ungkap Penyebab Peringatan Dini Bencana Tak Berjalan Baik di Daerah

Terakhir Dwikorita mengungkap ada tiga kendala peringatan dini bencana di Indonesia. Pertama, sistem informasi tidak berjalan baik.

Dwikorita mengambil contoh, jika BMKG mengirimkan peringatan dini bencana ke pemerintah daerah, informasi tidak sampai. Penyebab bisa beragam, di antaranya tidak ada petugas yang menjaga sistem atau sistem lumpuh karena diguncang gempa bumi.

"Sehingga meskipun BMKG mengirimkan peringatan dini, namun apabila di daerah sistemnya tidak berjalan karena berbagai hal sehingga masyarakat di lokasi bencana tidak menerima, itu korban juga akan berjatuhan," ucap dia.

Dwikorita mendorong pengawasan sistem peringatan dini di daerah dilakukan selama 24 jam. Selain itu, dia meminta dukungan BNPB untuk menyiapkan satelit bencana. Satelit bencana ini berfungsi mengawasi masuknya sistem informasi peringatan dini baik dari BMKG maupun Badan Geologi Kementerian ESDM.

"Satelit untuk bencana yang menjaga agar informasi dari BMKG, Badan Geologi yang sudah dikirimkan itu bisa tersebar sampai ke pelosok. Kalau sekarang kadang-kadang ada hambatan-hambatan jaringan komunikasi," ucapnya.

Kendala kedua, masyarakat belum memahami peringatan dini bencana. Sehingga meskipun peringatan dini sudah sampai ke pemerintah daerah, masyarakat belum mengetahui tindak lanjutnya.

Guna meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap peringatan dini bencana, Dwikorita menilai perlu kerja sama semua pihak untuk melakukan edukasi dan literasi.

"Kami terus berupaya bekerja sama dengan BNPB, Badan Geologi, dengan pihak terkait dan pemerintah daerah, ada sekolah LAPAN Gempa Bumi dan Tsunami, beberapa sekolah LAPAN, sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman," terangnya.

Terakhir, kesadaran masyarakat untuk melakukan evakuasi dini masih rendah. Ini yang menyebabkan jumlah korban bencana masih banyak. Menurut Dwikorita, kesadaran masyarakat menyelamatkan diri dari bencana harus dimulai dari level terkecil, yakni keluarga.

"Belajar dari Jepang, di sana mayoritas selamat dari bencana karena di level keluarga sudah siap siaga bahkan budayanya sudah terbangun," tutupnya.