Sukses

KSP Sebut 15 Kasus Hepatitis Akut di Indonesia Masih Dugaan

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) dr. Brian Sriprahastuti mengatakan 15 kasus hepatitis akut di Indonesia masih dugaan atau suspek.

Liputan6.com, Jakarta Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) dr. Brian Sriprahastuti mengatakan 15 kasus hepatitis akut di Indonesia masih dugaan atau suspek.

Menurut dia, 15 kasus itu belum bisa dikategorikan sebagai hepatitis akut yang tidak diketahui penyebabnya (acute hepatitis of unknown aetiolog).

"Karena masih menunggu pemeriksaan, kemungkinan Hepatitis E dan adenovirus. Semua masih dugaan atau suspek," kata Brian dikutip dari siaran persnya, Selasa (11/5/2022).

Dia menyampaikan dari 15 kasus yang dilaporkan tersebut, 11 kasus sudah diperiksa. Hasilnya, 11 kasus itu bukan hepatitis ABCD.

"Tapi belum diperiksa untuk hepatitis E dan adenovirusnya, karena menunggu reagen," jelas Brian.

Dia juga menegaskan bertambahnya kasus dugaan hepatitis akut yang dilaporkan, membuktikan bahwa Sistem kewaspadaan dini berfungsi.

Brian menilai SE Kemenkes direspon dengan baik oleh daerah.

"Meski demikian masyarakat tetap harus meningkatkan kewaspadaan terutama untuk keluarga," jelas dia.

 

2 dari 4 halaman

15 Kasus Hepatitis Misterius di RI

Hingga Senin, 9 Mei 2022 pemerintah mengatakan sudah ada 15 kasus hepatitis misterius. Meski terus bertambah, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dokter spesialis anak konsultan Piprim Basarah Yanuarso meminta masyarakat tidak usah panik.

"Kami prihatin dengan itu. Kami dari IDAI juga mengimbau agar orangtua jangan panik," kata Piprim dalam temu media secara daring pada Selasa, 10 Mei 2022.

Dalam pertemuan rutin Pengurus Pusat IDAI bersama Ketua IDAI Cabang pada Senin, 9 Mei 2022, belum banyak provinsi yang melaporkan adanya temuan kasus hepatitis akut yang misterius.

Terbaru ada tambahan kasus anak meninggal tapi belum diketahui apakah probable hepatitis akut dari Tulungagung (Jawa Timur) dan Sumatera Barat atau tidak.

"Dari Tulungagung dan Sumatera Barat itu pun kasusnya belum masuk kriteria probable (hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya) karena ada belum memenuhi persyaratan tertentu," kata Piprim.

 

3 dari 4 halaman

Terus Melakukan Investigasi

Hal yang pasti, kata Piprim, adalah IDAI bersama Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) terus melakukan investigasi penyebab penyakit hepatitis misterius itu.

Piprim juga sudah memberi tahu kepada anggota IDAI di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan bila menemukan kasus yang mengarah ke hepatitis akut.

"Diusahakan kasus-kasus terjaring sedini mungkin jangan sampai terlambat karena pasti hasilnya tidak maksimal," kata Piprim.

Meski belum diketahui penyebab hepatitis misterius, para pakar menduga masuk dari saluran pernapasan dan pencernaan.

Dugaan awal hepatitis akut misterius disebabkan oleh Adenovirus, SARS CoV-2, virus ABV. Virus tersebut utamanya menyerang saluran cerna dan saluran pernapasan.

Maka dari itu, hal terpenting yang bisa dilakukan orangtua saat ini adalah menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

"Kita semua di pandemi ini sudah belajar mengatasi penularan lewat saluran napas yakni dengan menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan dengan sabun," kata Piprim.

 

4 dari 4 halaman

Gejala Awal yang Perlu Diwaspadai

Upaya lainnya yang dapat dilakukan masyarakat untuk mencegah penularan hepatitis akut adalah pemahaman orang tua terhadap gejala awal penyakit ini.

Profesor Hanifah Oswari menyebutkan secara umum gejala awal penyakit hepatitis akut adalah mual, muntah, sakit perut, diare, kadang disertai demam ringan. Selanjutnya, gejala akan semakin berat seperti air kencing berwarna pekat seperti teh dan BAB berwarna putih pucat.

Jika anak mengalami gejala-gejala tersebut, orang tua diminta segera memeriksakan anak ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan diagnosis awal.

Jangan menunggu hingga muncul gejala kuning bahkan sampai penurunan kesadaran. Karena kondisi tersebut menunjukkan bahwa infeksi Hepatitis sudah sangat berat. Jika terlambat mendapatkan penanganan medis, maka momentum dokter untuk menolong pasien sangat kecil.

“Bawalah anak-anak kita ke fasyankes terdekat untuk mendapatkan pertolongan dari tenaga kesehatan. Jangan menunggu sampai gejalanya lebih berat. Apalagi kalau sampai sudah terjadi penurunan kesadaran, maka kesempatan untuk menyelematkannya sangat kecil," kata Hanifah.