Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut ketahanan kesehatan dunia dan kesiapsiagaan dunia terhadap pandemi tidak cukup kuat. Dia mengatakan, kondisi ini disadari setelah dunia dihantam pandemi Covid-19.
Hal ini disampaikan Jokowi saat berpidato secara virtual pada Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT Global Covid-19 Summit yang digelar di Washington DC, Amerika Serikat (AS), Kamis, 12 Mei 2022. KTT ini turut dihadiri Presiden AS Joe Biden dan pemimpin negara lainnya.
Baca Juga
"Pandemi Covid-19 memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Ketahanan kesehatan dan kesiapsiagaan dunia terhadap pandemi ternyata tidak cukup kuat," kata Jokowi dilihat dari Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (13/5/2022).
Advertisement
"Akibatnya, harga yang harus dibayar sangatlah mahal. Jutaan orang yang kehilangan nyawanya dan perekonomian dunia pun mengalami keterpurukan," sambungnya.
Oleh karena itu, dia mendorong semua negara untuk bekerja sama mengatasi pandemi serta membangun arsitektur kesehatan dan kesiapsiagaan dunia yang lebih kuat. Jokowi menilai angka kasus Covid-19 yang melandai harus dimanfaatkan untuk memberikan pukulan terakhir terhadap virus corona.
"Untuk mengatasi pandemi, percepatan vaksinasi harus dilakukan untuk menjangkau 70 persen penduduk setiap negara. Momentum turunnya jumlah kasus saat ini harus dimanfaatkan untuk meluncurkan pukulan terakhir terhadap Covid-19," jelasnya.
"Vaksin harus secepatnya menjadi vaksinasi. Kolaborasi kita harus menjembatani tantangan vaksinasi, mulai dari pembiayaan, logistik, dan sumber daya manusia," imbuh Jokowi.
Menurut dia, setidaknya diperlukan tiga hal untuk membangun arsitektur kesehatan dan kesiapsiagaan dunia yang lebih kuat. Pertama, akses kesehatan yang inklusif.
Jokowi menekankan seluruh masyarakat tanpa terkecuali harus memiliki akses terhadap layanan kesehatan dasar. Untuk itu, infrastruktur kesehatan dasar harus memadai dan siap menghadapi pandemi.
"Di tingkat global, setiap negara besar maupun kecil, kaya maupun miskin, harus memiliki akses yang setara terhadap solusi kesehatan," ujar Jokowi.
Â
Mekanisme Pembiayaan Kesehatan Baru
Kedua, akses pembiayaan yang memadai. Terkait hal itu, Jokowi mendorong perlunya mekanisme pembiayaan kesehatan baru yang melibatkan negara donor dan bank pembiayaan multilateral karena tidak semua negara memiliki sumber daya untuk memperbaiki infrastruktur kesehatannya.
"Dukungan pembiayaan kesehatan harus dilihat sebagai sebuah investasi dan tanggung jawab bersama mencegah pandemi," ucapnya.
Ketiga, pemberdayaan. Jokowi menilai bahwa kapasitas kolektif harus diupayakan dan kerja sama antarnegara menjadi kuncinya. Dia menuturkan kerja sama riset, kerja sama transfer teknologi, dan akses ke bahan mentah harus diperkuat.
"Tidak boleh ada monopoli rantai pasok industri kesehatan. Diversifikasi pusat produksi obat, vaksin, alat diagnostik dan terapeutik harus dilakukan. Dengan kapasitasnya, Indonesia siap menjadi hub produksi dan distribusi vaksin di kawasan," jelas Jokowi.
Di akhir pidatonya, Jokowi menegaskan bahwa presidensi Indonesia di G20 memberikan perhatian besar terhadap kerja sama kesehatan secara inklusif. Untuk itu, diperlukan peran dan keterlibatan semua negara, serta penguatan peran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan multilateralisme.
"Tidak boleh ada yang tertinggal dalam upaya kita membangun arsitektur kesehatan dan kesiapsiagaan dunia yang lebih kuat. Recover together, recover stronger," pungkas Jokowi.
Advertisement