Liputan6.com, Jakarta Dinas Kesehatan DKI Jakarta telah melakukan tes hepatitis B terhadap 136.000 ibu hamil sepanjang 2021. 1.345 ibu di antaranya terdeteksi positif Hepatitis B.
"Di tahun 2021 kita mencatat ada 136.000 ibu hamil sudah melakukan skrining triple eliminasi di DKI Jakarta, dan angka temuannya yaitu 1 persen atau sekitar 1.345 pada ibu hamil yang ditemukan hepatitis B," ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Lies Dwi Oktavia, dalam rapat bersama Komisi E DPRD DKI Jakarta, Rabu 18 Mei 2022.
Baca Juga
Dia mengatakan, para ibu yang terkonfirmasi positif hepatitis B itu telah mendapatkan pengobatan yang difasilitasi oleh Pemprov DKI Jakarta. Pencegahan penularan hepatitis juga diberikan kepada bayi yang baru lahir dari ibu penderita hepatitis B.
Advertisement
"Kita sudah siapkan pencegahan antibodi pasif yang akan disuntikkan pada bayi yang baru lahir dari ibu hepatitis B positif dalam waktu 24 jam," kata Dwi.
Dia menjelaskan, pemeriksaan hepatitis terhadap ibu hamil yang dilakukan Dinas Kesehatan DKI Jakarta merupakan program nasional, yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan pihak swasta.
"Kita punya program nasional juga yaitu triple eliminasi, yaitu pada ibu hamil dipastikan kita bisa mengetahui statusnya apakah seorang ibu hamil mengalami infeksi HIV, Hepatitis B, atau infeksi sifilis," ucap Dwi.
"Untuk target ini adalah semua ibu hamil diperiksa, dan jika diketahui menderita salah satu infeksi tadi maka kita sudah siapkan untuk program pengobatannya," sambung dia.
Soal Hepatitis Akut Misterius di Jakarta
Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat, 24 orang diduga menderita hepatitis akut misterius, hingga Rabu (18/5/2022). 5 orang di antaranya meninggal dunia.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Lies Dwi Oktavia, menyampaikan jumlah penderita hepatitis misterius ini tersebar di seluruh wilayah kota Jakarta, terkecuali di Kepulauan Seribu.
"Berdasarkan data per 18 Mei 2022 pukul 08.00 WIB, probable 3 orang, pending 20 orang, suspek 1 orang," kata Dwi saat rapat bersama Komisi E DPRD DKIÂ Jakarta, Rabu (18/5).
Sementara rincian pasien hepatitis akut misterius berasal dari pasien probable dan pending 4 orang.
Dwi menjelaskan, menentukan klasifikasi pasien hepatitis akut misterius ada di kelompok probable, pending dan suspek ada di SGOT/SPT. Jika SGOT/SPT pasien berada di atas 500 maka pasien diduga hepatitis akut misterius. Indikator lainnya, jika penderita hepatitis terkonfirmasi menderita Hepatitis A, B, C atau G.
Dwi kembali menegaskan, belum ada indikator yang menjadi rujukan utama untuk mengonfirmasi hepatitis akut misterius itu.
"Karena kan ini belum tahu, jadi yang kita lakukan pemeriksaan saat ini adalah menyingkirkan apakah ada kemungkinan hepatitis yang sudah kita ketahui, kemudian penyakit lain enggak ada," jelas Dwi.
Advertisement
Kasus Hepatitis Akut Misterius di Indonesia
Â
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril melaporkan kasus dugaan hepatitis akut terbaru di Indonesia. Hingga Selasa 17 Mei 2022, total ada 27 kasus diduga berkaitan dengan hepatitis tersebut.
"Jadi kita ada 27 kasus," ungkap Syahril dalam konferensi pers, Rabu (18/5).
"Dari total tersebut, sebanyak 13 kasus masuk kategori pending classification, 13 discarded, dan 1 probable. "Sehingga yang kita sebut dugaan kasus hepatitis itu ada 14 kasus, yaitu probable 1, 13 pending," jelasnya.
Syahril mengatakan, 27 kasus dugaan hepatitis akut tersebar di enam provinsi. Ada di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Jawa Timur, dan Jambi.
Berikut sebarannya:
DKI Jakarta
1 probable
7 pending classification
10 discarded
Sumatera Utara
1 pending classification
Sumatera Barat
1 pending classification
Kalimantan Timur
1 discarded
Jawa Timur
3 pending classification
2 discarded
Jambi
1 pending classification.
Â
Berbeda
Sekretaris Direktorat Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, perbedaan gejala hepatitis biasa dengan hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya.
Perbedaan gejala yang paling mencolok adalah kondisi seseorang yang mengalami hepatitis akut bisa sampai terjadi kejang-kejang. Sementara itu, kondisi hepatitis biasa tidak sampai mengalami kejang-kejang.
"Dalam waktu 14 hari, orang yang dalam kondisi hepatitis akut bisa jadi kejang-kejang dan penurunan kesadaran. Nah, kalau hepattis normal ya enggak akan terjadi sampai kejang. Itu kuncinya," beber Nadia saat ditemui Health Liputan6.com di sela-sela acara "15th ASEAN Health Ministers Meeting and Related Meetings" di Hotel Conrad, Nusa Dua Bali baru-baru ini.
Perjalanan riwayat hepatitis akut misterius juga terjadi cepat, yakni dari seseorang muncul gejala hingga mengalami perburukan. Tak ayal, pada kasus dugaan hepatitis akut, banyak pasien yang sudah mengalami perburukan kondisi tatkala dirujuk ke rumah sakit rujukan.
"Rata-rata kasus yang kita temui, gejalanya 7-10 hari, tapi riwayat muntah, mual diare itu biasanya 5 hari sebelumnya. Kemudian, dirawat di rumah sakit 3 hari, sampai di rumah sakit selang 2 hari saja sudah kejang-kejang," terang Nadia.
"Jadi, gejala hepatitis akut misterius berupa mual, muntah, dan diare biasa lalu jatuh ke kondisi kejang atau berat itu 3-5 hari. Makanya, durasi waktu perburukan kondisi cepat, sehingga disebut hepatitis akut berat."
Â
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka
Advertisement