Sukses

KPK Dalami Suap Izin Alfamidi Lewat Para Kadis dan Sekretaris Walkot Ambon

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan suap persetujuan prinsip pembangunan gerai Alfamidi Tahun 2020 di Pemerintahan Kota Ambon.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan suap persetujuan prinsip pembangunan gerai Alfamidi Tahun 2020 di Pemerintahan Kota Ambon.

Hari ini, Jumat (20/5/2022), tim penyidik menjadwalkan memeriksa para kepala dinas di Pemkot Ambon. Pemeriksaan terhadap para kepala dinas dilakukan untuk melengkapi berkas penyidikan Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy (RL).

Para kadis itu yakni Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Ambon tahun 2017-2023 bernama Ferdinanda Johanna Louhenapessy, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Ambon bernama Sirjohn Slarmanat.

Kemudian Kepala Dinas Pendidikan Fahmi Sallatalohy, Kepala Dinas Perhubungan Robert Sapulette, Kepala Dinas Kesehatan Kota Ambon Wendy Pelupessy, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan tahun 2012-Mei 2021 Lucia Izaak.

Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Ambon 2019-2020 Neil Edwin Jan Pattikawa, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Richard Luhukay, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Ambon Melianus Latuihamallo.

"Pemeriksaan dilakukan di Satbrimob Polda Maluku," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (20/5/2022).

Selain para kadis, tim penyidik juga memeriksa Sekretaris Wali Kota (sejak 2011)/Bendahara Pengeluaran Operasional Wali Kota (sejak 2017) Nungky Yullien Likumahwa, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Ambon Demianus Paais.

Kemudian Staf PT Midi Utama Indonesia (Alfamidi) sejak tahun 2011-2014 Nandang Wibowo, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Ambon Gustaff Dominggus Sauhatua Nendissa, Pokja ULP 2013 – 2016 / Pokja Pengadaan Barang dan Jasa 2017 – 2020) Jermias Fredrik Tuhumena.

Lalu Direktur CV. Angin Timur Anthony Liando, Direktur CV. Kasih Asih Karunia Julien Astrir Tuahatu aljas Lien alias Uni Direktur PT Kristal Kurnia Jaya Julian Kurniawan, Direktur CV Rotary Meiske De Fretes, Direktris CV. Lidio Pratama Nessy Thomas Lewa.

 

2 dari 4 halaman

Jerat Wali Kota Ambon

Dalam kasus ini KPK menjerat Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy sebagai tersangka kasus dugaan suap izin pembangunan Alfamidi dan gratifikasi di Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon.

Selain Richard, KPK juga menjerat dua tersangka lainnya. Yakni Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrw Erin Hehanussa dan pihak swasta dari Alfamidi bernama Amri.

"Setelah pengumpulan berbagai informasi dan data terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, KPK menelaah, menganalisa, dan melanjutkan ke tahap penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, sehingga KPK sejak awal April 2022 meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan," ujar Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/5/2022).

Firli mengatakan, Richard dijemput paksa tim penyidik lantaran tak kooperatif terhadap proses hukum. Richard dijemput paksa di sebuah rumah sakit di Jakarta Barat.

Sebelum dijemput paksa, Richard terlebih dahulu meminta penundaan pemanggilan dan pemeriksaan karena mengaku tengah menjalani perawatan medis.

Namun tim penyidik berinisiatif mengecek kesehatan Richard secara langsung. Dari hasil tersebut, tim penyidik menilai Richard dalam kondisi sehat dan layak dilakukan pemeriksaan oleh KPK.

"Tim Penyidik selanjutnya membawa RL (Richard) ke Gedung Merah Putih KPK guna dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," kata Firli.

Firli Bahuri menyebut Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy menerima suap untuk pembangunan 20 cabang Alfamidi di Kota Ambon.

Firli mengatakan, karyawan Alfamidi bernama Amri yang berpangkat Kepala Perwakilan Regional ini aktif berkomunikasi hingga bertemu dengan Richard agar proses perizinan Alfamidi bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Atas permintaan itu, Richard memerintahkan Kepala Dinas PUPR Pemkot Ambon memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya surat izin tempat usaha (SITU), dan surat izin usaha perdagangan (SIUP).

"Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, RL (Richard) meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp 25 juta menggunakan rekening bank milik AEH (Andrew Erin Hehasnussa) yang adalah orang kepercayaan RL," ujar Firli dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/5/2022).

Tak hanya itu, Richard juga diduga menerima suap sekitar Rp 500 juta dari Amri. Suap itu terkait persetujuan pembangunan untuk 20 gerai Alfamidi di Kota Ambon.

"Khusus untuk penerbitan terkait persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, AR (Amri) diduga kembali memberikan uang kepada RL (Richard) sekitar sejumlah Rp 500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik AEH," kata Firli.

 

3 dari 4 halaman

Gratifikasi

Selain suap, KPK menduga Richard juga menerima gratifikasi dari sejumlah pihak. Namun, KPK belum dapat menyampaikan lebih jauh mengenai dugaan penerimaan gratifikasi ini karena masih dalam proses pendalaman.

"RL diduga pula juga menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih akan terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," kata Firli.

Richard dan Andrew yang menjadi tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Amri yang menjadi tersangka pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan dokumen penentuan fee proyek pembangunan alfamidi di Kota Ambon.

Dokumen tersebut ditemukan usai tim penyidik menggeledah dua satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon yaitu kantor Dinas PU dan kantor Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

Penggeledahan berkaitan dengan kasus dugaan tindak pidana pemberian hadiah atau janji terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon.

"Di dua lokasi ini, ditemukan dan diamankan berbagai dokumen antara terkait berbagai usulan dan persetujuan izin proyek disertai catatan dugaan penentuaan nilai fee proyek," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (19/5/2022).

Ali menegaskan, barang bukti yang ditemukan itu akan ditelaah lebih lanjut oleh KPK. Ali berharap bukti tersebut bisa memperkuat perbuatan pidana yang dilakukan Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy (RL).

"Bukti-bukti dimaksud segera akan dianalisa dan disita yang selanjutnya akan dikonfirmasi pada saksi-saksi terkait untuk melengkapi berkas perkara RL," kata Ali.

 

4 dari 4 halaman

KPK Imbau Kooperatif

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau Kepala Perwakilan Regional Alfamidi Kota Ambon Amri kooperatif terhadap proses hukum kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail AlfaMidi tahun 2020 di Kota Ambon.

KPK meminta Amri segera memenuhi panggilan saat menerima undangan pemeriksaan tim penyidik.

"Berdasarkan dan sesuai ketentuan dan peraturan perundangan, KPK memerintahkan kepada saudara AR (Amri) untuk segera memenuhi kewajiban untuk hadir di dalam panggilan KPK," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangannya, Sabtu (14/5/2022).

Firli mengingatkan kepada semua pihak agar tak mencoba menyembunyikan keberadaan Amri. Firli mengingatkan ancaman pidana dalam Pasal 21 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

"Dan tentu juga kami himbau jangan pernah ada pihak yang menyembunyikan keberadaan AR karena sesungguhnya menghambat, menghalangi proses penyidikan juga termasuk tindak pindana korupsi sebagaimana dimaksud Pasal 21," kata Firli.

Pasal 21 UU Tipikor menyatakan, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta."