Sukses

Fatwa MUI: Hewan Terjangkit PMK Sah Jadi Kurban dengan Beberapa Syarat Khusus

Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, menyampaikan, Komisi Fatwa MUI sudah melakukan kajian dengan para ahli penyakit hewan dan diskusi dengan para ulama tentang beredarnya wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan fatwa terkait hewan terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK), khususnya untuk yang akan dijadikan kurban pada Idul Adha mendatang.

Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, menyampaikan, Komisi Fatwa MUI sudah melakukan kajian dengan para ahli penyakit hewan dan diskusi dengan para ulama tentang beredarnya wabah penyakit mulut dan kuku (PMK), yang menyerang hewan ternak.

Hasilnya, MUI menetapkan fatwa bernomor 32 tahun 2022 tentang hukum dan panduan pelaksanaan ibadah kurban dalam kondisi wabah PMK, yang terdiri atas empat poin.

"Hewan kurban yang terjangkit PMK, pertama hukum berkurban yang terkena PMK dirinci ada 4. A, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan dan keluar air liur lebih dari biasanya, hukumnya sah dijadikan hewan qurban. Karena gejala klinisnya ringan dan tidak mempengaruhi kualitas daging," kata Asrorun saat jumpa pers daring, Selasa (31/5/2022).

Point berikutnya, lanjut Asrorun, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas kukunya dan menyebabkan pincang sehingga tidak bisa berjalan dan menyebabkan kondisi fisik sangat kurus, maka hukumnya tidak sah menjadi hewan kurban karena termasuk kategori cacat.

"C, hewan terjangkit PMK dengan gejala klinis berat tetapi sembuh dalam rentang waktu yang dibolehkan qurban artinya dia sakit sebelum Idul Adha dan dia sembuh pada rentang masa 10 Dzulhijah sampai 13 Dzulhijah maka hewan itu sah dan boleh dijadikan hewan qurban," jelas Asrorun.

 

2 dari 2 halaman

Kategori Shodaqoh

Terakhir, hewan yang terjangkit PMK dengan gejala klinis berat kemudian sembuh dari penyakit setelah lewat rentang waktu atau setelah 13 Dzulhijjah, maka hewan tersebut masuk dalam kategori shodaqoh dan bukan sebagai hewan kurban.

"Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya," tuturnya.

"Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, mengimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini," tandas Asrorun.