Liputan6.com, Jakarta Jelang persiapan Pemilu 2024, Demokrat masih belum selesai membenahi urusan internalnya. Kali ini, Sejumlah Musyawarah Daerah (Musda) partai berlambang bintang Merci itu berakhir gaduh terkait pemilihan Ketua DPD.
Hal ini dipicu dengan sistem pemilihan Ketua DPD yang dipilih oleh DPP melalui fit and proper test. Hasil uji kelayakan dan kepatutan itu memutuskan kandidat lain yang tidak memiliki mayoritas suara terpilih jadi ketua DPD.
Advertisement
Baca Juga
Hal inilah yang dianggap bahwa DPP Demokrat tidak demokratis dan memicu daerah bergejolak.
Setidaknya, ada empat Musda Demokrat yang berakhir kisruh bahkan sampai terjadi pembakaran atribut partai. Kader Demokrat pun ada yang memilih hengkang dan pindah partai.
Berikut rangkumannya:
1. Riau
Musda DPD Partai Demokrat Riau berakhir kisruh. Penyebabnya, karena pengurus lama merasa kecewa imbas DPP yang secara tiba-tiba menggelar musda pengurus baru pada 2021. Padahal jabatan pengurus lama berakhir di Agustus 2022.
12 DPC Demokrat Riau secara aklamasi memilih Agung Nugroho, Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau sebagai calon tunggal Ketua DPD. Agung menggantikan Asri Auzar, mantan Wakil Ketua DPRD Riau yang sempat maju menjadi calon Bupati Rokan Hilir dalam Pilkada 2019.
Situasi hasil Musda itu pun makin memanas hingga terjadi pembakaran atribut partai karena dinamika pemilihan ketua DPD Demokrat Riau tersebut.
Ketua DPD Demokrat Riau terpilih, Agung Nugroho membantah bahwa pelaksanaan Musda digelar atas desakan DPP. Menurut dia, pelaksanaan Musda murni berasal dari aspirasi 12 ketua DPC se-Provinsi Riau. Bahkan, keputusan aklamasi juga bukan didasari keputusan sepihak, melainkan hasil mufakat serta musyawarah DPC.
Musda NTT dan Sulsel
2. NTT
Musda DPD Partai Demokrat NTT juga sempat ricuh hingga muncul aksi pembakaran atribut partai. Massa yang ricuh memprotes hasil Musda Demokrat NTT yang menetapkan Leonardus Lelo sebagai Ketua DPD Partai Demokrat NTT terpilih menggantikan Jefri Riwu Kore (Jeriko).
Leonardus mengatakan, dia dipilih sebagai ketua DPD berdasarkan hasil uji kelayakan. Sehingga setelah melalui pertimbangan DPP, dia diputuskan ketua umum sebagai ketua DPD NTT.
Puluhan simpatisan Partai Demokrat NTT yang mendukung Jefri Riwu Kore menggelar aksi protes terhadap putusan DPP tersebut, di kantor DPP Demokrat NTT.
Simpatisan juga membakar ratusan atribut partai seperti, bendera dan kaos. Bahkan sejumlah orang keluar dari kantor DPD, lalu ikut membuang jas mereka ke dalam tumpukan atribut yang telah terbakar.
3. Sulawesi Selatan
Hasil Musyawarah Daerah (Musda) DPD Sulawesi Selatan Demokrat juga menimbulkan polemik. Pasalnya, kandidat Ketua DPD Demokrat Sulsel Ilham Arief Sirajuddin (IAS) merasa janggal dengan pemilihan ketua DPD Sulsel. Padahal dia memiliki suara 16 DPC saat Musda Sulsel.
Namun, pengurus pusat partai memilih Ni'matullah sebagai Ketua DPD Demokrat Sulsel yang hanya mendapat dukungan 8 DPC. Musda Sulsel itu digelar pada Desember 2021 lalu.
Kini, IAS hengkang dari Demokrat dan kembali resmi bergabung di partai Golkar. Pengukuhan IAS ke rumah lamanya itu digelar di Hotel Four Points by Sheraton, Makassar, Sulsel pada Minggu (29/5). IAS telah kembali memakai jas kuning berlogo beringin seperti dulu.
IAS telah meninggalkan partai Demokrat. Dia sudah terlanjur sakit hati dan merasa partai yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono itu tak menginginkannya lagi.
Advertisement
Musda Jatim
4. Jawa Timur
Musyawarah Daerah Partai Demokrat Jawa Timur berujung kisruh. Persaingan Musda Demokrat Jatim melibatkan Emil Elestianto Dardak dan menantu politikus Senior Demokrat Soekarwo atau Pakde Karwo, Bayu Airlangga.
Musda berakhir kisruh menyusul AHY memilih Emil Dardak menjadi Ketua Demokrat Jatim. Padahal, Bayu mengantongi lebih banyak suara dibandingkan Emil Dardak. Bayu Airlangga meraih dukungan 25 DPC, dan Emil Dardak meraih 13 DPC.
Dalam proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper) dari DPP Demokrat, menantu Pakde Karwo itu tidak terpilih. Melalui proses fit and proper tersebut, Emil yang dipilih oleh DPP Demokrat sebagai ketua DPD Demokrat Jatim.
Keputusan Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ini mendapat perlawanan dari DPC pemilik suara yang mendukung Bayu Airlangga. Mereka menyebut DPP yang dipimpin oleh AHY tidak demokratis.
Reporter: Genantan Saputra/Merdeka.com