Sukses

Journal: Paylater, Jerat Utang yang Bikin Candu

Adanya peningkatan pengguna hingga transaksi masyarakat dalam penggunaan Paylater.

Liputan6.com, Jakarta - Tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Rahmani, bukan nama sebenarnya, jika kehidupannya beberapa tahun lalu sempat bergantung kepada paylater. Sambil tertawa dia bercerita bagaimana awalnya bisa ketergantungan menggunakan paylater.

Awalnya dia hanya mencoba satu akun di e-commerce untuk traveling. Semua perjalanannya dibayarkan menggunakan paylater, mulai transportasi hingga penginapan. Bahkan pembayarannya dilakukan secara cicil mulai dari tiga hingga enam bulan. Dia menganggap hal itu tidak akan memperberat cicilan dia setiap bulannya.

"Misal itu tiket pesawat pulang pergi terus ditambah hotel. Biasanya cicilannya dibuat beda, misal tiket enam bulan dan hotel tiga bulan karena ini bisa barengan," kata Rahmani kepada Liputan6.com.

Cicilan tiket pesawat belum lunas dia pernah melakukan staycation di luar kota melalui e-commerce yang sama dan dengan sistem pembayaran beli sekarang bayar nanti. Langkah itu dilakukan semata-mata untuk menaikan limit penggunaan. Akhirnya, sisa gaji bulanannya pun hanya cukup untuk transportasi dan makan siang dari rumahnya di daerah Cibitung, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat ke Jakarta Selatan.

Untuk kebutuhan sehari-hari di rumah, Rahmani juga menggantungkan hidupnya dengan e-commerce lain yang menawarkan paylater. Menurut dia, berdasarkan pengalaman penggunaan paylater itu praktis dan mempermudah asal dengan perhitungan yang matang serta sesuai dengan penghasilan yang dimiliki.

"Jadi sempat terjerat pinjaman online (pinjol) juga buat nutup cicilan paylater di dua e-commerce. Tapi sekarang udah aman sih enggak membludak kaya dulu dan masih menggunakan paylater dengan perencanaan yang lebih baik," Rahmani menandaskan.

Pengguna lainnya, Michico Tambunan memiliki alasan tersendiri menggunakan Paylater. Dia mengaku Paylater membantunya untuk memenuhi beberapa kebutuhannya sehari-hari di rumah. Bukan karena tak ada uang, pegawai swasta di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan itu memilih untuk memutarkan gajinya untuk menghindari ada kebutuhan mendesak sebelum gajian tiba.

Biasanya pengeluaran paylater Michico tidak lebih 7 persen dari gaji bulanan yang diterimanya. Keperluan yang seringkali dibelinya yaitu beberapa kebutuhan dapur dan sejumlah produk perawatan kulit.

"Paylater itu sebuah teknologi yang sangat memudahkan untuk memenuhi kebutuhan gue sehari-hari. Kenapa, karena ada kebutuhan yang enggak mungkin bisa kita beli pakai gaji, mengingat kita enggak tahu ke depannya akan ada darurat kah atau kebutuhan kebutuhan kita enggak bisa prediksi," kata dia kepada Liputan6.com.

Kendati begitu, dia menegaskan tak pernah menggunakan paylater untuk pembelian barang pribadi yang dianggap memiliki harga yang lumayan mahal. Biasanya dia memilih untuk menggunakan uang pribadinya dengan menabung. Michico juga mengaku selalu membayarkan tagihan paylater beberapa hari dari jatuh tempo yang ditetapkan.

Selain itu dia menyatakan hanya mengandalkan satu paylater di salah satu e-commerce terkenal di Indonesia. "Jadi cukup pakai satu paylater aja karena udah percaya saya e-commerce yang ini, hitungan pembayaran di awal sesuai dengan tagihan dan balik ke limitnya juga sama," jelas Michico.

Sementara itu, Fauziah karyawan di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan mengaku menggunakan paylater karena awalnya mengincar sejumlah diskon atau potongan harga makanan pada salah satu aplikasi. Dia tertarik karena postingan dari teman-temannya di media sosial.

Menurut dia, hal tersebut mempermudah dan menguntungkan ketika harga yang didapat lebih murah. Yakni mendapatkan harga yang murah tanpa harus keluar kantor menuju toko atau outlet terdekat.

"Jadi waktu awal-awal itu banyak diskon meskipun harus memakai minimal pembelanjaan. Jadi seringnya beli bareng-bareng sama teman kantor jadi lebih murah dan besok bisa buat beli makanan yang lain," kata Fauziah kepada Liputan6.com.

2 dari 5 halaman

Berbagai Kelebihan dan Risiko Penggunaan Paylater

Paylater memang menawarkan transaksi online dengan metode beli sekarang bayar nanti (Buy Now Pay Later/BNPL) ataupun dilakukan secara mencicil. Perencana keuangan Safir Senduk menyatakan jika paylater merupakan jenis fasilitas utang pembiayaan. Misalnya seseorang membeli sesuatu yaitu barang ataupun jasa dan pembayaran dilakukan oleh pihak pemberi utang di salah satu e-commerce.

Safir menilai paylater menguntungkan untuk masyarakat yang saat itu tidak mempunyai uang tunai. Lalu mereka yang tidak ingin menggunakan uang tunainya untuk melakukan pembayaran.

"Ini juga merupakan keuntungan bagi mereka yang harus membeli barang atau jasa karena urgent. Karena mendesak itu tapi dia tidak punya uangnya," kata Safir kepada Liputan6.com.

Kendati begitu, Safir juga mengimbau agar pengguna paylater dapat memanfaatkannya dengan perhitungan yang sesuai kebutuhan. Sebab ada sejumlah kesalahan yang seringkali dilakukan oleh pengguna paylater yang akhirnya merugikan diri sendiri. Seperti halnya menggunakan untuk hal-hal yang sifatnya keinginan individu.

 

Contohnya melihat barang yang lucu, unik, atau bahkan tergiur adanya iklan besar-besaran dan akhirnya membeli menggunakan paylater. Seharusnya kata dia, penggunaan paylater dijadikan pilihan alternatif pembayaran terakhir.

"Alternatif pertama adalah siapkan dulu uangnya, tetapi ketika itu mendesak dan kita harus bayar sekarang dan kita ga ada uangnya, silakan pakai paylater. Tapi kalau barangnya hanya sekedar keinginan, maka itulah kesalahan pertama dilakukan oleh para pengguna paylater," paparnya.

Kesalahan kedua yaitu pengguna tidak membayar tagihan tepat waktu. Fasilitas utang merupakan hal yang harus dibayarkan secara lunas. Menurutnya pembayaran di paylater dapat dilakukan secara sistem cicil.

Pembayaran tagihan yang tidak tepat waktu berdampak pada adanya tambahan biaya yakni denda keterlambatan. Denda tersebut nantinya akan menjadi beban pada pembayaran pada bulan berikutnya. Kesalahan selanjutnya kata Safir yaitu terlalu menganggap enteng dalam penggunaan paylater.

"Pesan saya adalah jangan menggampangkan penggunaan paylater, gunakan paylater hanya pada barang dan jasa yang memang kita yakin betul bahwa kita memang menginginkan atau membutuhkan barang dan jasa tersebut dan bukan sekedar ingin saja," ujar Safir.

 

3 dari 5 halaman

Diprediksi Pengguna Paylater di Indonesia Naik 200 persen

Safir mengakui perkembangan pengguna paylater di Indonesia cukup tinggi. Hal itu tampak dari kemunculannya diberbagai aplikasi, mulai dari marketplace hingga perbankan. Dia juga menilai kehadiran paylater akan menjadi sebuah jebakan untuk pengguna yang tidak memiliki perencanaan keuangan sebelumnya.

Jebakan yang dimaksud itu yaitu pengguna yang tidak bisa mengendalikan utang-utangnya. Akhirnya tak hanya pengguna namun pihak pemberi utang juga mengalami kesulitan ketika tagihan tidak dibayarkan.

"Dia terjebak dalam utang si pemberi utangan. Dia (pemberi utang) juga terjebak karena ada kredit yang macet sama-sama menyulitkan. Dan sebetulnya yang saya liat adalah si perusahaan yang menjual jasa utangan itu mereka sebetulnya meningkatkan risiko mereka sendiri," Safir menandaskan.

Layanan pembayaran sistem paylater menjadi salah satu kemudahan kepada masyarakat di era digital. Aplikasi e-commerce juga menyediakan pilihan pembayaran dengan paylater. Misalnya Shopee, Bukalapak, Kredivo, Traveloka, dan lainnya.

Selain praktis, paylater juga mudah digunakan. Biasanya transaksi yang dilakukan untuk pembelian barang ataupun jasa. paylater menawarkan transaksi online dengan metode beli sekarang bayar nanti (Buy Now Pay Later/BNPL) ataupun dilakukan secara mencicil.

Pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira memperkirakan pertumbuhan bisnis dari paylater di Indonesia meningkat cukup pesat. Pasalnya masyarakat banyak yang menggunakan fitur tersebut saat pandemi Covid-19 untuk berbelanja online.

"Bukan berarti paskapandemi terjadi penurunan justru diperkirakan sampai tahun 2024 akan meningkat volumenya menjadi 200 persen atau dua kali lipatnya dari kondisi yang existing ini,"  kata Bhima kepada Liputan6.com.

Kata dia hal tersebut disebabkan sejumlah hal, misalnya penetrasi kredit di Indonesia masih relatif rendah. Kemudian juga disebabkan karena masih terbukanya impulsivitas kredit khususnya kredit konsumtif yang dibutuhkan oleh masyarakat urban maupun pedesaan. 

Bhima juga menyatakan penggunaan fitur paylater tidak berbeda dengan kartu kredit dan pinjaman online (pinjol). Hanya saja kartu kredit setiap transaksi harus menggunakan kartu fisik sedangan paylater terhubung dengan e-commerce ataupun perbankan di Indonesia.

 

4 dari 5 halaman

Generasi X Mulai Ikuti Tren Paylater

Paylater dinilai lebih aman jika dibandingkan dengan pinjaman online. Sebab tidak semua pinjaman online diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lalu, kata Bhima, biasanya paylater diidentikkan dengan dengan promo ataupun diskon yang akhirnya orang tertarik untuk menggunakannya.

"Kalau paylater itu jelas pengawasannya karena terbiasanya terintegrasi dengan aplikasi ataupun e-commerce yang memang sudah menjadi legal," ujar Bhima.

Dalam penggunaannya pun setiap individu berbeda-beda. Ada individu yang memang seringkali menggunakan paylater karena tergiur dengan sejumlah promo menarik. Kemudian ada pula pengguna yang tidak membaca denda keterlambatan dari transaksinya. Kata dia ada pihak paylater yang memberikan denda lebih tinggi daripada pinjaman bank.

Untuk mengatasi risiko yang ditimbulkan, Bhima meminta setiap individu dapat mempelajari terlebih dahulu risiko dan tujuan pembelian barang menggunakan paylater. "Dan konsekuensi-konsekuensinya jadi kalau sudah berani berhutang maka juga harus berani untuk bertanggung jawab dengan membayar cicilan tepat waktu," ucap dia.

Selanjutnya, paylater saat ini juga tidak hanya menyasar kepada para generasi muda yang lebih penasaran dengan fitur baru. Yakni Generasi X atau bahkan Baby Boomers juga sudah mulai aktif menggunakan fitur online modern tersebut untuk berbagai tujuan.

Untuk diketahui istilah baby boomers, Generasi X, Y, Z merupakan julukan sebuah kelompok atau generasi berdasarkan rentang waktu kelahiran. Berdasarkan Beresfod Research Generasi Z merupakan sebutan untuk kelompok dengan kelahiran 1997-2012. Lalu generasi Y atau milenial merupakan kelahiran 1981-1996. Sedangkan Generasi X untuk kelompok kelahiran 1965-1980 dan Baby Boomers kelahiran 1946-1964.

"Entah mengajar promo ada juga yang kemudian untuk pengelolaan keuangan karena sambil menunggu masa gajian mungkin terlalu lama sementara barang yang ingin dibeli dibutuhkan dalam jangka waktu singkat sehingga mereka menggunakan fitur paylater," imbuh dia.

Selain itu, Bhima juga menyatakan Indonesia masih menjadi negara dengan potensi besar penggunaan paylater. "Didukung juga oleh tingkat kepercayaan masyarakat yang terus meningkat dibandingkan dengan pinjaman online lainnya," Bhima menandaskan.

5 dari 5 halaman

Transaksi Online juga Alami Peningkatan

Pembayaran menggunakan paylater atau dengan sistem beli sekarang bayar nanti mengalami peningkatan menjadi 38 persen dalam satu tahun terakhir dan sebelumnya hanya mencapai 28 persen. Kemudian ada 45 persen pengguna tertarik menggunakan paylater dikarenakan adanya promo menarik.

Bahkan penggunaan paylater menandingi pembayaran lewat Alfamart atau Indomaret yang mencapai 34 persen, kartu debit sebesar 14 persen, dan kartu kredit yang sebanyak 6 persen. Hal tersebut berdasarkan riset yang dilakukan oleh Kredivo salah satu penyedia fitur paylater bersama Katadata Insight Center.

Riset tersebut menggunakan data primer dengan 16 juta sampel transaksi pembayaran yang berasal dari 1,5 juta sampel pengguna Kredivo di lima e-commerce terbesar di Indonesia selama 2021 dan survei dengan lebih dari 3 ribu responden dari berbagai wilayah Indonesia.

Dari hasil riset tersebut juga disebutkan jika nilai dan transaksi di kota-kota tier 2 mengalami peningkatan, dengan jumlah transaksinya meningkat dari 31 persen menjadi 34 persen. Sedangkan peningkatan nilai transaksi meningkat dari 28 persen menjadi 30 persen.

Selanjutnya ada peningkatan transaksi berbelanja online untuk pengguna pada kelompok umur 36-45 dari 19 persen menjadi 23 persen. Kemudian peningkatan juga terjadi pada konsumen umur 46-55 tahun dari 3 persen menjadi 5 persen.

"Kami optimistis kedepannya layanan kredit digital yang fleksibel, terjangkau, dan aman dapat berkontribusi pada pertumbuhan industri e-commerce, sekaligus mendorong ekonomi digital yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia," kata VP Marketing & Communications Kredivo Indina Andamari diskusi daring beberapa hari lalu.

Selain itu berdasarkan riset tersebut menyatakan jika 49 persen konsumen menggunakan paylater setidaknya sekali dalam sebulan. Kemudian 58 persen konsumen telah menggunakan paylater karena kebutuhan mendadak atau mendesak. 52 persen konsumen memilih menggunakan paylater karena belanja dengan cicilan jangka pendek.

"Kami juga melihat bahwa konsumen semakin nyaman dan percaya dalam menggunakan layanan keuangan digital untuk bertransaksi di e-commerce, salah satunya melalui paylater yang mengalami kenaikan cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya," jelas Head of Katadata Insight Center, Adek M Roza.