Liputan6.com, Jakarta - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan kebijakan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto yang mengembangkan kurikulum sains pertahanan di Universitas Pertahanan (Unhan RI) sejalan dengan teori geopolitik Bung Karno.
Hal tersebut disampaikannya saat memaparkan disertasinya dalam Sidang Promosi Terbuka Universitas Pertahanan (Unhan) Sentul, Bogor, Jawa Barat. Ia mengatakan bahwa teknologi sangat penting dalam menghadapi dinamika geopolitik internasional.
"Unhan di bawah Bapak Prabowo Subianto memiliki jurusan S1 tentang kedokteran militer, MIPA Militer, kimia militer. Itulah sejalan dengan geopolitik Soekarno, bahwa teknologi faktornya begitu besar," ujar Hasto, Senin, 6 Juni 2022.
Advertisement
Kurikulum sains pertahanan untuk sarjana S1 di Unhan yang dibuka Prabowo terdiri dari empat fakultas, yaitu Kedokteran Militer, Farmasi Militer, MIPA Militer dan Teknik Militer. Prodi ini dibuka pada Agustus 2020 guna menyiapkan sumber daya manusia pertahanan negara serta merespons ancaman dan perang di masa depan, termasuk ancaman biologi.
"Tidak mungkin pembangunan suatu bangsa dilaksanakan tanpa penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Itu adalah kunci dari kesejahteraan manusia. Kita harus kuasai MIPA, Matematika, Kimia, Biologi, itu adalah ilmu dasar yang merupakan landasan dari semua ilmu lain," ujar dia.
Hasto menjelaskan, dalam mengahadapi dinamika geopolitik, kuncinya berada pada pemimpin bangsa yang getol berdiplomasi terkait kebijakan politik luar negeri dan pertahanan. Menurut Hasto, Indonesia membutuhkan pemimpin bangsa harus memiliki imajinasi geopolitik seperti Soekarno.
Â
Dilplomasi Pembebasan Irian Barat Era Bung Karno
Di Indonesia, kepentingan nasional Irian Barat bisa dijadikan contohnya. Di mana dalam perjuangan mendapatkan Irian Barat mendapat pertentangan yang begitu kuat dari Belanda yang kemudian menggalang kekuatan Amerika Serikat.
Kala itu, kata Hasto, Indonesia mampu menggalang dukungan Inggris karena diplomasi menteri luar negeri saat itu Subandrio.
"Bahkan, diplomasi Indonesia mampu mempertentangkan antara kebijakan luar negeri Inggris dan Belanda, sehingga Inggris mendukung kita, maka Australia ikut mendukung kita," ujarnya.
Hasto pun menyayangkan bahwa langkah ini tidak dilanjutkan oleh pemerintah setelah era Soekarno di mana Indonesia meninggalkan Asia-Afrika dan Amerika Latin sebagai playing field yang merupakan basis legitimasi Indonesia dalam politik internasional yang telah dibangun oleh Bung Karno.
"Gagasan Soekarno masih sangat relevan dengan sistem internasional. Hanya perlu pemimpin yang memiliki cara pandang geopolitik," tandas dia.
Advertisement