Liputan6.com, Jakarta Kasus Musdalifah, siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) 002 Samarindah, yang diusir guru karena tidak memiliki telepon genggam untuk pembelaran online mendapat perhatian Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.
Kemarin malam, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur Deden Hayutul Firman mengunjungi rumah Musdalifah di Samarinda Seberang. Dalam kunjungannya, Deden bukan hanya memberikan dukungan moril kepada Musdalifah dan keluarganya, ia juga memberikan santunan.
Baca Juga
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, menyatakan apa yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur menjadi bagian dari penerapan Kejaksaan yang humanis.
Advertisement
"Apa yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur sebagai perwujudan Kejaksaan yang humanis,” kata Ketut saat dihubungi media, Selasa (7/6/2022).
Menurut Ketut, implementasi Kejaksaan yang humanis akan berbeda-beda di setiap wilayah. Terpenting, ia melanjutkan, “Jaksa hadir di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan kebaikan. Ini disesuaikan dengan kearifan lokal.”
Selain Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, penerapan Kejaksaan yang humanis berbeda-beda di setiap wilayah. Seperti yang dilakukan Kejaksaan Negeri Sidoarjo yang mendirikan rumah rehabilitasi bagi korban narkoba.
Ketut menjelaskan, tidak ada instruksi khusus yang diberikan terkait penerapan Kejaksaan yang humanis. Karenanya, kebijakan di masing-masing daerah bersifat kasuistis.
“Yang penting, jaksa hadir di tengah-tengah masyarakat dalam rangka memberikan kebaikan,” kata Ketut.
Penarapan Keadilan Restoratif
Selain itu, Ketut melanjutkan, Kejaksaan yang humanis juga ditunjukkan dengan penerapan keadilan restoratif, sesuai amanat Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Hingga akhir Mei lalu, lebih dari 1.000 kasus dihentikan melalui keadilan restoratif. Keadilan restoratif diterapkan terhadap perkara tindak pidana yang bersifat ringan.
"Semenjak Pak Jaksa Agung Burhanuddin, juga dikeluarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15, menggambarkan bagaimana penegakan hukum yang humanis dilaksanakan. Ke depan, kultur humanis harus dimiliki oleh penegak hukum," tutur Ketut.
Advertisement