Sukses

Terungkap Pendanaan Organisasi Khilafatul Muslimin

Polri tengah menelisik sumber pendanaan Organisasi Khilafatul Muslimin. Berikut temuan Polri.

Liputan6.com, Jakarta Polri tengah menelisik sumber pendanaan Organisasi Khilafatul Muslimin. Berdasarkan temuan Polri, penggalangan dana yang dilakukan oleh Organisasi Khilafatul Muslimin dilakukan melalui kotak amal.

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, para pengikut menyisikan uang yang mereka miliki ketika ada kegiatan-kegiatan keagamaan.

"Terkait dengan aliran dana, yang diketahui penggalangan dana yang sudah pasti adalah internal mereka. Artinya disebarkan kotak amal, sesama mereka pada kegiatan kegiatan majelis, jadi baru internal," kata Ramadhan di Jakarta Timur, Kamis (9/7/2022).

Dia menerangkan, penyidik juga mempelajari kemungkinan adanya negara luar yang mengalirkan uang untuk operasional Khilafatul Muslimin.

"Terkait dengan sumber dana dari luar, apakah ada sumber dana dari luar yang mendukung untuk kegiatan organisasi Khilafatul Muslimin ini, ini masih kira tracing. Kita akan telusuri apakah ada sumber sumber yang mendukung kegiatan itu," ujar Ramadhan.

Dia menerangkan, penyelidikan terkait sepak terjang organisasi Khilafatul Muslimin masih berlajan. Abdul Qadir Hasan Baraja selaku pimpinan tertinggi Organisasi Khilafatul Muslimin sedang menjalani pemeriksaan intensif di Polda Metro Jaya.

"Saat ini proses sedang berjalan, kita masih terus melakukan pendalaman kita lakukan penelusuran, siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut," ujar dia.

Dia mengatakan Polri berkomitmen menjaga keutuhan bangsa. Ditegaskan Ramadhan, tidak ada ideologi selain ideologi Pancasila. Itulah sebabnya organisasi Khilafatul Muslimin pelu ditindak sesuai hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

"Di mana organisasi Khilafatul Muslimin ini mengajak masyarakat untuk mendukung ideologi khilafah mengangtikan ideologi Pancasila," tandas Ramadhan.

2 dari 4 halaman

Tak Terdaftar dan Bahaya

Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi mengapresiasi langkah kepolisian RI yang menangkap Pimpinan Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja, Selasa pagi, 7 Juni 2022. Penangkapan itu didasarkan pada bukti cukup yang dikantongi kepolisian.

"Saya meyakini polisi telah memiliki bukti permulaan yang cukup untuk melakukan penangkapan dan penahanan," kata dia dalam keterangannya, Kamis (9/6/2022).

Untuk itu, Ia berharap polisi segera mengembangkan proses penyelidikan dan penyidikan secara instensif guna mengungkap motif dan pola gerakannnya.

"Juga menelusuri jaringan organisasi maupun sumber dananya. Agar dapat segera ditindak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlalu," kata dia.

Menurut Zainut, sebagai organisasi kemasyarakatan Khilafatul Muslimin tidak terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag). Begitu juga sebagai lembaga pendidikan, dakwah dan sosial keagamaan juga tidak terdaftar di Kemenag.

"Khilafatul Muslimin merupakan gerakan keagamaan yang gigih mempropagandakan dan mengampanyekan sistem khilafah di Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ingin mengganti konsep negara Pancasila dan NKRI yang sudah menjadi kesepakatan bangsa. Sehingga gerakan tersebut harus segera ditindak karena dapat mengancam keselamatan negara," ujar dia.

Menurut keputusan Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI Tahun 2006 di Pondok Pesantren Gontor Ponorogo, pendirian negara NKRI adalah upaya final bangsa Indonesia. Untuk itu, segala bentuk penglhianatan terhadap kesepakatan bangsa dan pemisahan diri (separatisme) dari Negara Kesatuan RI yang sah, dalam pandangan Islam termasuk bughat.

"Sedangkan bughat adalah haram hukumnya dan wajib diperangi oleh negara," ucap Zainut.

Masalah khilafah sering dipahami sebagian orang secara salah. Seakan khilafah itu hanya satu-satunya konsep pemerintahan yang sesuai dengan ajaran Islam dan wajib hukumnya untuk diperjuangkan dan ditegakkan.

"Sementara konsep pemerintahan selain khilafah dianggap salah dan sesat, bahkan ada yang menganggap sebagai thaghut (berhala) yang harus diperangi," kata dia.

 

3 dari 4 halaman

Pimpinan Jadi Tersangka

Polisi menetapkan Pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja (AB) sebagai tersangka, buntut adanya konvoi di sejumlah daerah dan viral di sosial media. Hal itu disampaikan Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo.

"Ya memang untuk penangkapan KM (Khilafatul Muslimin) ya, kemudian untuk tersangka sudah ditahan atas nama inisial AB dari Polda Metro Jaya, kemudian di-backup dari Bareskrim dan Polda Lampung," tutur Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (7/6/2022).

Menurut Dedi, saat ini penyidik masih mendalami peran dari sejumlah pihak terkait lainnya. Tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka dalam perkara tersebut.

"Ada beberapa pasal yang dipertanyakan, baik UU Ormas, ITE, penyebaran berita hoaks yakni membuat kegaduhan, itu semuanya akan didalami oleh penyidik. Sehingga tentunya akan dikembangkan dengan yang terkait menyangkut masalah beberapa kegiatan-kegiatan yang kita kemungkinan duga ada unsur pelanggaran," tutur dia.

4 dari 4 halaman

Terlibat Pengeboman Candi Borobudur

Polisi menyatakan Khilafatul Muslimin sebagai organisasi yang bersebrangan dengan ideologi Pancasila. Rekam jejak pimpinan, Abdul Qadir Hasan Baraja diungkap ke publik.

Ditreskrimum Polda Metro Jaya menangkap Abdul Qadir Hasan Baraja di Bandar Lampung pada pukul 06.30 WIB. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan menyebut, bukan kali ini saja Abdul Qadir Hasan Baraja berurusan dengan aparat penegak hukum.

Zulpan membeberkan, Abdul Qadir Hasan Baraja pernah dua kali mendekam di bui atas kasus terorisme.

"Pernah ditahan terkait kasus terorisme pada Januari 1979 dan pengeboman Candi Borobudur pada 1985," kata Zulpan saat konferensi pers, Selasa (7/6/2022).

Zulpan bahkan menyebut, Abdul Qadir Hasan Baraja memiliki kedekatan dengan kelompok radikal.

"Yang bersangkutan memiliki kedekatan dengan kelompok radikal," ujar dia.

Abdul Qadir Hasan Baraja ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penyebaran berita bohong dan organisasi yang bertolak belakang dengan ideologi Pancasila.

Atas perbuatan, dijerat Pasal 59 Ayat 4 junto Pasal 82 ayat 2 Undang-Undang RI No 18 Tahun 2017 tentang Ormas.

Selain itu, Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 15 Undang-Undang No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

"Di mana ancaman tersangka minimal 5 tahun maksimal 20 tahun kurungan penjara," tandas dia.