Sukses

HEADLINE: Panas Dingin Hubungan Jokowi dengan Megawati, Beda Pilihan Capres 2024?

Bukan tak mungkin pula Megawati merasa Jokowi tidak pandai berterima kasih karena pernah diusung PDIP menjadi wali kota, gubernur, hingga presiden dua periode, tapi ketika PDIP ingin mengusung Puan Maharani, Jokowi malah dianggap memilih Ganjar Pranowo.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Politik, Pangi Syarwi Chaniago, melihat ada dua variabel dalam isu renggangnya hubungan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri belakangan ini.

Selain soal pilihan calon presiden (capres) yang berbeda, kata Pangi, variabel yang kedua misalnya, Megawati melihat perangai para menteri di kabinet yang non-PDIP dianggap terlalu berlebihan seperti Luhut Binsar Panjaitan, Erick Thohir, Airlangga Hartarto, atau Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, yang tidak bisa ditolerir lagi.

"Ibu Mega mungkin mengusulkan (menterinya) tolong diganti, kalau pun enggak mau, partainya dikurangi supaya enggak ada konflik dan ganti nama baru. Mungkin respons itu lama dari Pak Jokowi, sehingga itu yang disebut 'kami ini seperti anak dan ibu, sekali-sekali ada juga gesekan, tidak semuanya sejalan, mungkin itu maksudnya," jelas Pangi kepada Liputan6.

Bukan tak mungkin pula Megawati merasa Jokowi tidak pandai berterima kasih karena pernah diusung PDIP menjadi wali kota, gubernur, hingga presiden dua periode, tapi ketika PDIP ingin mengusung Puan Maharani, Jokowi malah dianggap memilih Ganjar Pranowo untuk capres 2024. "Bisa saja itu muncul dalam hati beliau (Megawati)," katanya.

Meskipun Jokowi dan Megawati telah bertemu dan seakan menepis penilaian publik bahwa tidak ada kerenggangan di antara mereka, namun Pangi menilai kebenarannya belum tentu seperti itu.

"Menjaga seolah hubungan baik-baik saja, tidak ada masalah, tidak renggang dan penilaian publik tidak seluruhnya benar. Tapi, itu kan permukaan, politisi tidak bisa dilihat sebatas mata telanjang. Ada mata pikiran dan kebatinan, karena chemistry itu tidak bisa dibuat-buat," ujar Pangi.

Pangi berpendapat, PDIP dan Jokowi dalam konteks saling ketergantungan dan saling membutuhkan. Megawati membutuhkan dukungan Jokowi untuk mengusung Puan, dalam rangka menyelamatkan elektabilitas PDIP, tapi dia menilai, Jokowi juga membutuhkan dukungan parlemen yang kuat.

Tapi, apabila misalnya benar-benar pecah kongsi antara Jokowi dengan Megawati, Pangi memprediksi mantan Wali Kota Solo itu akan menjadi King Maker lewat sekoci baru seperti Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), yang akan mengusung capres yang bakal menang menurut data statistik mereka.

Pangi menyatakan, KIB tidak mungkin mendukung capres yang akan kalah dan ada kemungkinan mengusung Ganjar Pranowo-Anies Baswedan, bukan Prabowo Subianto-Puan Maharani, yang bisa jadi akan diusung Megawati dan PDIP.

"Kalau bagi saya menguntungkan, kalau Jokowi dengan Megawati pecah kongsi, maka poros akan bertambah dong, tidak mungkin dua poros lagi. Itu positif menurut saya, tapi negatifnya seperti Jokowi kacang lupa dengan kulit," tuturnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ancaman Suara PDIP Terpecah

Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda AR, menyebut isu keretakan hubungan antara Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri lantaran perbedaan pandangan dukungan untuk Pilpres 2024 sudah diluruskan.

"Yang pertama memang isu itu ada, tapi kemarin kan dijawab dengan mereka bertemu juga kan kemarin waktu pelantikan DPP. Mungkin kalau bahasa Pak Jokowi ada perbedaan iya, tapi menurut saya biasa lah," terang Hanta di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis (9/6/2022).

"Ini di titik tertentu punya aspirasi masing-masing, punya keinginan politik masing-masing, tergantung nanti pada titik tengahnya," tambahnya.

Menurut Hanta, titik tengah PDIP saat ini berbeda dengan lima atau 10 tahun lalu. Kendati yang diusung tidak harus putri Megawati, Puan Maharani, kata dia, tapi perempuan yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu sangat gencar. Sementara Jokowi sendiri memiliki referensi sendirin untuk capres yang akan didukung.

Hanta berpendapat, jika nantinya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang merupakan kader PDIP malah diusung oleh koalisi lain tanpa partainya, maka suara untuk PDIP akan terpecah.

"Pecah, dua-duanya akan pecah. Jadi basis PDIP dan basis Ganjar, basis utamanya ada di Jawa Tengah. Sama-sama di Jawa Tengah. Jawa Tengah itu kan lumbung suara selain Jawa Barat dan Jawa Timur," paparnya.

"Kalau mereka bersatu maka solid-lah, mengkristal-lah suara di Jawa Tengah itu baik untuk Pileg PDIP maupun Pilpresnya buat Ganjar. Tapi, kalau terbelah ya terpolarisasi, rugi lah dua-duanya," ujar Hanta.

Hanta mengatakan, sebenarnya ada beberapa parameter yang dapat menyatukan presepsi politik Jokowi dan Megawati. Pertama, jika keduanya memiliki musuh yang sama.

"Kalau mereka tidak bersama, mereka kalah. Misalnya di seberangnya mendukung calon yg kuat. Mereka harus bersatu. Itu mungkin mereka akan bersatu, manakala win-win solution," ujarnya

Kemudian yang kedua, perbedaan antara keduanya tidaklah terbilang signifikan, sebab sama-sama orang Jawa. Ada kemungkinan di titik tertentu mereka akan duduk bersama untuk membicarakan dinamika tersebut.

"Persoalannya yang beda memang di level bawah ya, soal Ganjar dan Puan lah. Ini seperti, ya saya nggak tahu lah akan dipasangkan atau bagaimana," terang Hanta.

3 dari 4 halaman

Jokowi sebagai King Maker

Tidak dipungkiri dukungan dari Jokowi untuk figur Capres 2024 akan memberikan suara yang menguntungkan. Namun begitu, variabel pertama yang menjadi pertimbangan rakyat adalah sosok dari calonnya tersebut.

"Figur Capres itu yang utama. Tapi yang kedua kan masih ada pemilih-pemilih loyalnya Pak Jokowi. Mungkin meskipun bukan variabel determinan, faktor nomor satu. Faktor nomor satunya tetap capresnya, faktor nomor dua baru lah Pak Jokowi. Pasti pendukung Pak Jokowi beralih, akan ke mana itu sedikit akan memberikan dukungan," katanya.

Namun, dia menilai, sikap Jokowi tidak akan menjadi faktor utama, karena akan ada tren pendukungnya bergeser ke sosok yang lain. Hal itu yang jadi penting untuk dideteksi, kecenderungannya bergeser ke beberapa figur yang mana saja.

Hanta mengungkapkan, peran Jokowi sebagai King Maker cenderung lebih signifikan, meski dia tidak bisa mendukung secara terang benderang. Sinyal politik dari Jokowi, kata dia, akan sangat menguntungkan bagi yang dikirimi.

"Mereka (PDIP-Ganjar) kalau bergabung simbiosis politik mutualisme, apalagi di Jawa Tengah atau Bali, itu yang basis-basis merah (PDIP) akan saling bersimbiosis, akan saling memengaruhi," jelasnya.

"Nah tergantung seperti apa, kalau mereka berpisah ya bisa saja, tapi kalau ditanya ke saya akan pecah (suaranya) ya dua-duanya berpotensi. Tidak hanya PDIP ya, Ganjar juga bisa kehilangan basis PDIP, PDIP juga kehilangan basis Ganjar," tandas Hanta.

Di sisi lain, Pangi Syarwi Chaniago selaku Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, menyebut bahwa data survei lembaganya menunjukkan 70 persen pemilih Jokowi-Ma'ruf Amin memilih Ganjar Pranowo. Demikian pula dengan pemilih PDIP dominan memilih Ganjar ketimbang Puan.

4 dari 4 halaman

Usung Capres Hak Prerogratif Ketum PDIP

Ketua DPP PDI Perjuangan, Andreas Pareira, membantah isu keretakan hubungan antara Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Andreas menyebut, hanya orang-orang terdekat Mega dan Jokowi yang paling tahu bahwa hubungan keduanya baik-baik saja.

"Bagi yang tahu kedekatan hubungan kedua figur sentral ini, akan terasa aneh kalau dikatakan ada keretakan," kata Andreas saat dikonfirmasi, Kamis (9/6/2022).

Soal adanya dugaan perbedaan calon presiden (capres) yang akan diusung Megawati dan Jokowi, Andreas tidak menjawab dengan gamblang. Andreas juga enggan menjelaskan ketika ditanya apakah benar perbedaan pilihan capres itu yakni Jokowi mendukung Ganjar Pranowo, sedangkan Megawati memilih Puan Maharani.

"Yang mengusung capres itu parpol. Dan di PDI Perjuangan diatur di AD/ART partai adalah hak prerogatif Ketua Umum," tegasnya.

Namun, menurutnya hubungan Jokowi dan Megawati bagai hubungan ibu-anak yang sangat dekat. Dan baginya itu pernyataan yang tulis dari Jokowi. "Jokowi adalah tipe pemimpin yang santun dan kesantunan itu ditunjukkan kepada siapa saja," ujarnya.

"Apalagi terhadap orangtua atau orang yang dituakan seperti Ibu Megawati, yang baik dari segi usia maupun pengalaman adalah orangtua bagi Jokowi. Secara pribadi kedekatan hubungan Jokowi dengan Ibu Mega ini sering terlihat dalam pertemuan tertutup pada saat serius akan terlihat ekapresi percakapan yang serius," bebernya.

"Saat santai kedua tokoh ini sering berbicara dan tertawa lepas. Pada saat pertemuan partai, Ibu Mega seringkali mencandai Jokowi seperti ibu terhadap anak, dan Jokowi pun tertawa dengan ekspresi lepas tanpa beban," kata dia.

Selain itu, Andreas mengingatkan bahwa hubungan Mega-Jokowi telah diserang bahkan sejak tahun 2014 saat Jokowi maju Pilpres putaran pertama.

"Upaya untuk memisahkan Jokowi dari Ibu Mega memang sudah terasa sejak setelah kemenangan pada Pilpres 2014. Dimulai dari soal istilah 'petugas partai', berlanjut terus sampai dengan saat ini pun upaya meretakkan dan memisahkan Jokowi dari Megawati tetap terasa dan terlihat," jelasnya.

"Namun, dengan kedekatan yang oleh Jokowi sendiri dikatakan hubungan batin nampaknya upaya merekayasa untuk memisahkan hubungan Jokowi dari 'ibu'nya, Megawati Soekarnoputri akan sia-sia," pungkas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.