Sukses

Survei: Elektabilitas PDIP-Gerinda Masih Tinggi di Tengah Manuver Partai Politik Lain

New Indonesia Research & Consulting dalam risetnya menunjukkan elektabilitas PDIP mencapai 17,7 persen, sedangkan Gerindra sebesar 12,5 persen.

Liputan6.com, Jakarta Pemilu 2024 masih dua tahun lagi, namun sejumlah partai politik mulai menunjukkan eksistensinya. Seperti Golkar bersama PAN dan PPP menggalang Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), yang disebut-sebut akan mengarah pada pengusungan calon presiden dan wakil presiden.

Di tengah manuver partai-partai tersebut, posisi PDIP dan Gerindra masih belum ada yang bisa mengungguli.

Hal tersebut diungkap New Indonesia Research & Consulting dalam hasil surveinya. Dalam risetnya menunjukkan elektabilitas PDIP mencapai 17,7 persen, sedangkan Gerindra sebesar 12,5 persen.

"Di tengah terbentuknya KIB dan manuver partai-partai menuju 2024, elektabilitas PDIP dan Gerindra masih belum terkalahkan," ujar Direktur Eksekutif New Indonesia Research & Consulting Andreas Nuryono dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (9/6/2022).

PDIP dan Gerindra selalu menempati peringkat pertama dan kedua, sementara partai-partai lain berfluktuasi. Posisi ketiga terakhir diduduki oleh PKB, dengan elektabilitas sebesar 8,0 persen.

Golkar yang menjadi inisiator KIB hanya meraih elektabilitas 5,8 persen, atau kembali tergeser oleh parpol oposisi Demokrat 6,2 persen. Lalu berikutnya ada PSI 5,5 persen, PKS 5,0 persen, dan Nasdem 4,4 persen.

Anggota KIB lainnya belum aman posisinya, karena masih di bawah ambang batas parlemen, yaitu PPP 2,5 persen dan PAN 1,8 persen.

"Dibandingkan dengan Golkar, elektabilitas PPP dan PAN mengalami sedikit kenaikan," kata Andreas. 

"Jika dikorelasikan dengan Pilpres, tingginya elektabilitas PDIP dan Gerindra menunjukkan poros koalisi yang terbangun untuk mengusung capres-cawapres berpeluang lebih solid dan merebut dukungan luas," dia menambahkan.

 

2 dari 3 halaman

Tantangan Koalisi Indonesia Bersatu

Menurut dia, KIB masih menghadapi tantangan, mengingat belum ada tokoh dari internal ketiga parpol yang menuai elektabilitas cukup tinggi.

Demikian pula dengan Nasdem, yang cenderung lebih memilih untuk mengusung capres-cawapres dari luar partai. Nasdem diketahui bakal menggelar rakernas pada Juni 2022 mendatang.

Sementara, partai-partai lainnya masih belum membicarakan koalisi. Sisanya adalah partai-partai baru dan non-parlemen. Di antaranya Ummat 1,3 persen, Gelora 1,0 persen, dan Perindo 0,8 persen.

"Lalu ada Hanura 0,3 persen, PBB 0,2 persen, dan PKPI serta Berkarya masing-masing 0,1 persen. Garuda dan Masyumi Reborn nihil dukungan, sedangkan pilihan partai lainnya 0,9 persen. Masih ada 25,9 persen yang menyatakan tidak tahu tidak jawab," jelas Andreas. 

Sebelumnya, New Indonesia merilis survei berkaitan dengan pemilihan presiden (Pilpres). Dalam risetnya, New Indonesia mendapatkan simulasi antara Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Sunbianto dengan Ketua DPR Puan Maharani mendapat respons positif dari responden.

Direktur Eksekutif New Indonesia Research & Consulting Andreas Nuryono menyebut, simulasi Prabowo dan Puan akan menang lantaran dukungan dari PDIP, selaku partai penguasa.

"Pasangan Prabowo-Puan unggul dalam simulasi capres-cawapres, di mana soliditas PDIP menjadi faktor kunci," ujar dia dalam keterangannya, Kamis (9/6/2022).

 

3 dari 3 halaman

Elektabilitas Para Tokoh

Dia mengatakan terdapat empat macam simulasi dengan mempertimbangkan tingginya elektabilitas tokoh, peluang diusung menjadi capres ataupun cawapres, dan peta koalisi partai-partai yang berhak mengusung calon.

Dalam simulasi pertama, Prabowo-Puan unggul mutlak mencapai 50,3 persen ketika berhadapan dengan Ganjar-Airlangga 32,2 persen dan Anies-AHY 15,9 persen. Sedangkan sisanya 1,6 persen menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.

"Prabowo-Puan menikmati dukungan yang tinggi, dengan disangga oleh koalisi PDIP dan Gerindra," kata Andreas.

Menurut Andreas duet Prabowo-Puan atau PDIP dan Gerindra sudah cukup lama mencuat sejak Gerindra bergabung dalam koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo di periode kedua.

Namun, jika PDIP dan Gerindra tidak berkoalisi, maka simulasi Anies-Puan unggul sebesar 43,7 persen, mengalahkan Prabowo-Khofifah 32,5 persen dan Ganjar-Erick sebanyak 21,2 persen. Sisanya 2,6 persen tidak tahu atau tidak menjawab.

Jika PDIP maju sendiri dengan mengombinasikan dua tokoh dari internalnya, maka hasilnya Ganjar-Puan unggul 40,6 persen, disusul oleh Prabowo-Airlangga 35,4 persen dan Anies-Andika 20,5 persen. Sisanya 3,5 persen tidak tahu atau tidak jawab.

Pada simulasi keempat, baik Prabowo maupun Puan tidak berlaga. Kekuatan relatif berimbang, di mana Anies-Ridwan Kamil sedikit unggul 36,3 persen di atas Ganjar-Sandi 32,1 persen dan Airlangga-AHY 27,2 persen. Sisanya 4,4 persen tidak tahu atau tidak jawab.

"Meskipun hanya memposisikan diri sebagai cawapres, tetapi faktor Puan memberi insentif dukungan bagi capres pasangannya. Bisa diartikan pula bahwa dukungan dari pemilih PDIP cenderung solid mendukung Puan dalam simulasi yang ada," kata Andreas.

Hal ini juga menjadi tantangan bagi kubu Ganjar, di mana kelompok-kelompok relawannya berusaha merebut dukungan dari Presiden Jokowi. Berkembang pula isu keretakan hubungan antara Jokowi dengan Megawati terkait sinyal dukungan Jokowi kepada Ganjar.

“Bagaimanapun, struktur PDIP dikenal sangat loyal terhadap kepemimpinan Megawati, termasuk kemenangan Ganjar dalam dua periode pilkada di Jawa Tengah tidak lepas dari solidnya dukungan PDIP,” lanjut Andreas.

Survei New Indonesia Research & Consulting dilakukan pada 30 Mei-3 Juni 2022 terhadap 1.200 orang mewakili seluruh provinsi. Metode survei adalah multistage random sampling, dengan margin of error ±2,89 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.