Liputan6.com, Jakarta - Cuaca berawan dilaporkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bakal menyelimuti sebagian titik di Ibu Kota dan sejumlah kota penyangga Jakarta pada besok Rabu pagi, 15 Juni 2022.
Sementara, hujan angin diselingi petir diprediksi terjadi pada siang hingga malam hari. Untuk wilayah DKI Jakarta, kondisi tersebut berlangsung di bagian selatan dan timur Ibu Kota.
Advertisement
Baca Juga
"Waspada potensi hujan disertai kilat/petir dan angin kencang di Jaksel, dan Jaktim pada siang dan sore hari," kata BMKG diperingatan dini cuaca, Rabu.Â
Sedangkan untuk daerah penyangga Jakarta terjadi di wilayah Depok, Bogor, serta Bekasi, Jawa Barat.Â
"Waspada potensi hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang antara siang hingga malam hari di sebagian wilayah Kab. dan Kota Bogor, Kota Depok, Kab. dan Kota Bekasi," jelas BMKG.
Adapun kondisi cuaca Rabu pagi untuk kota penyangga Jakarta diprediksi turun hujan dengan intensitas ringan. Terkecuali wilayah Tangerang, Banten dilaporkan cerah berawan.
Berikut informasi prakiraan cuaca untuk wilayah Jabodetabek selengkapnya yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi BMKG www.bmkg.go.id:
 Kota |  Pagi |  Siang |  Malam |
 Jakarta Barat |  Berawan |  Hujan Ringan |  Berawan |
 Jakarta Pusat |  Berawan |  Hujan Ringan |  Hujan Ringan |
 Jakarta Selatan |  Berawan |  Hujan Sedang |  Berawan |
 Jakarta Timur |  Berawan |  Hujan Sedang |  Berawan |
 Jakarta Utara |  Berawan |  Hujan Ringan |  Hujan Ringan |
 Kepulauan Seribu |  Berawan |  Hujan Ringan |  Hujan Sedang |
 Bekasi |  Hujan Ringan |  Hujan Ringan |  Hujan Ringan |
 Depok |  Hujan Ringan |  Hujan Ringan |  Berawan |
 Bogor |  Hujan Ringan |  Hujan Ringan |  Hujan Ringan |
 Tangerang |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |  Berawan |
BMKG Ajak Insinyur Hadapi Ancaman Multi Bencana Dampak Perubahan Iklim
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengajak para insinyur Indonesia untuk berkolaborasi menghadapi ancaman multi bencana akibat perubahan iklim ataupun fenomena tektonik-vulkanik.
Menurut dia, peran insinyur sangat dibutuhkan dalam upaya mitigasi bencana alam. Â
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di atas cintin api dan seismik aktif, sehingga rentan terhadap risiko multi-bencana alam baik berupa gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, banjir bandang, banjir rob, puting beliung, dan longsor.
"Realitas ini menjadi tantangan bagi kita semua termasuk para insinyur Indonesia, untuk sama-sama bergotong royong mewujudkan zero victim," kata Dwikorita dalam Webinar HUT Persatuan Insinyur Indonesia (PII) ke-70, Sabtu (4/6/2022).
Dia mengatakan, insinyur Indonesia harus senantiasa mengedepankan atau mengintegrasikan manajemen risiko bencana pada setiap pekerjaan perencanaan, pembangunan, operasional dan pemeliharaan infrastruktur, dengan menempatkan komunitas masyarakat sebagai mitra aktif.
Selain itu, lanjut Dwikorita, perlu pemberdayaan melalui edukasi dan literasi agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam menjaga, memelihara, bahkan ikut mendukung pengoperasian sistem atau infrastruktur yang dibangun.
Advertisement
Faktor Penguat Cuaca Ekstrem
Dengan demikian, menurut dia, efektivitas dan keamanan infrastruktur atau sistem yang dibangun dapat terwujud secara berkelanjutkan.
"Insinyur juga bertanggung jawab terhadap literasi kebencanaan masyarakat. Masyarakat perlu dikenalkan desain baru bangunan hingga material bangunan yang lebih baik untuk meminimalkan risiko kegagalan bangunan akibat gempa," kata Dwikorita.
Dwikorita mengungkapkan perubahan iklim menjadi faktor penguat terjadinya cuaca ekstrem di Indonesia. Mulai dari hujan lebat disertai kilat dan petir, siklon tropis, gelombang tinggi, hingga hujan es atau kekeringan panjang.
Karenanya, perlu upaya mitigasi yang dilakukan seluruh pihak dan lapisan masyarakat secara komprehensif dan terukur, guna menahan laju perubahan iklim, beradaptasi dan memitigasi dampaknya.
Menurutnya, bila situasi saat ini terus dibiarkan maka kenaikan suhu di seluruh pulau utama di Indonesia mencapai 3,5 hingga 4 derajat Celcius pada 2100. Kenaikan itu empat kali lipat dibandingkan zaman pra industri. Akibat kenaikan suhu ini pula, es di puncak Jaya Wijaya Papua pada 2025 mendatang diperkirakan akan hilang sepenuhnya.
"Mitigasi harus dilakukan segera, tidak bisa ditunda-tunda karena situasi kekinian sangat mengkhawatirkan. Contohnya, Siklon Seroja yang terjadi di NTT tahun 2021, semestinya tidak terjadi di wilayah tersebut. Namun, akibat kenaikan suhu muka laut di perairan NTT sebagai dampak perubahan iklim, siklon tersebut terjadi," kata dia.