Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton di Malioboro, Yogyakarta yang digarap anak usaha Summarecon Agung, PT Java Orient Property.
Untuk mendalami kasus tersebut, tim penyidik KPK menjadwalkan memeriksa para pejabat di Pemerintahan Kota (Pemkot) Yogyakarta.
Baca Juga
Mereka yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PUPKP) Hari Setyawacono, Kepala Bidang Pengendalian Bangunan Gedung Dinas PUPKP Suko Darmanto, Koordinator Penanaman Modal Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Nur Sigit Edi Putranta.
Advertisement
Kemudian Analis Kebijakan Dinas PUPKP Moh. Nur Faiq, Analis Dokumen Perizinan Dinas PMPTSP C. Nurvita Herawati, dan Staf Pengendalian Bangunan Gedung Dinas PUPKP Sri Heru Wuryantoro alias Gatot.
"Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HS (Haryadi Suyuti-mantan Wali Kota Yogyakarta)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (22/6/2022).
Sebelumnya, Direktur Utama PT. Summarecon Agung Adrianto Pitojo Adhi dicecar tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal adanya dana khusus dari PT. Summarecon Agung untuk Wali Kota Yogyakarta 2017-2022 Haryadi Suyuti.
Selain terhadap Adrianto, hal tersebut juga diselisik tim penyidik KPK kepada Direktur Keuangan PT. Sumarecon Agung Lidya Suciono, Sekretaris Direktur Utama PT Summarecon Yusnita Suhendra, Staf Finance PT Summarecon Christy Surjadi, Staf Finance PT Summarecon Valentina Aprilia, dan Direktur PT Java Orient Property Dandan Jaya Kartika.
Mereka diperiksa di Gedung KPK pada Selasa, 21 Juni 2022.
"Seluruh saksi hadir memenuhi panggilan tim penyidik dan dikonfirmasi antara lain terkait aktifitas keuangan dari PT Summarecon Agung Tbk dan dugaan adanya peruntukan dana khusus untuk memperlancar pengusulan penerbitan izin ke Pemkot Yogyakarta," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (22/6/2022).
Tak hanya soal dugaan adanya pemberian uang, PT. Summarecon Agung juga diduga memberikan fasilitas kepada Haryadi Suyuti. Fasilitas diberikan Summarecon Agung untuk mempercepat proses perizinan pembangunan apartemen.
"Selain itu didalami juga terkait dugaan adanya fasilitas khusus untuk HS (Haryadi Suyuti) selama proses pengurusan izin dari PT. Summarecon Agung Tbk," kata Ali.
KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yakni eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana, dan sekretaris pribadi Haryadi Triyanto Budi Yuwono sebagai penerima suap.
Lalu tersangka pemberi suap yakni Vice President Real Estate Summarecon Agung Oon Nusihono.
Konstruksi Kasus
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan konstruksi kasus dugaan suap Wali Kota Yogyakarta (2017-2022) Haryadi Suyuti (HS).
Menurut dia, kasus dimulai pada sekitar 2019. Saat itu, tersangka Oon Nusihono (ON) selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk melalui Dandan Jaya selaku Dirut PT JOP (Java Orient Property), mengajukan permohonan IMB (izin mendirikan bangunan). PT JOP adalah anak usaha dari PT. Summarecon Agung Tbk.
"Mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah Cagar Budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta," kata Alex saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022).
Kemudian, kata Alex, proses permohonan izin berlanjut pada 2021 dan untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan Haryadi Suyuti yang saat itu menjabat selaku Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022.
"Diduga ada kesepakatan antara ON (Oon) dan HS (Haryadi) antara lain HS berkomitmen akan selalu 'mengawal' permohonan izin IMB dimaksud dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB dan dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung," beber Alex.
Dia mengungkap, dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan adanya beberapa syarat yang tidak terpenuh, yaitu terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.
Alex memastikan, Haryadi mengetahui terjadi kendala di lapangan. Dia pun menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodasi permohonan Oon dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan.
“Selama proses penerbitan izin IMB ini, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp 50 juta dari ON untuk HS melalui NWH (Nurwidhihartana), Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta, dan TBY (Triyanto Budi Yuwono), Sekretaris Pribadi merangkap ajudan HS,” bongkar Alex.
Atas skema tersebut, akhirnya pada 2022, IMB pembangunan Apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP bisa terbit dan pada 2 Juni 2022. ON pun datang ke Yogyakarta untuk menemui HS di rumah dinas jabatan wali kota dan menyerahkan uang sejumlah sekitar USD 27.258.
“Uang itu dikemas dalam tas goodiebag melalui TBY sebagai orang kepercayaan HS dan sebagian uang tersebut juga diperuntukkan bagi NWH,” tutur Alex.
Advertisement