Liputan6.com, Jakarta Usai memunculkan tiga nama yang salah satunya akan dipilih sebagai calon presiden (capres) 2024 dalam rapat kerja nasional (rakernas), Nasdem laris manis disambangi sejumlah partai lain.
Ada Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Demokrat. Semuanya lugas membicarakan kemungkinan untuk saling berkoalisi di Pilpres 2024.
Advertisement
Baca Juga
Setali tiga uang, Gerindra pun seakan tak mau kalah. Partai pimpinan Prabowo Subianto ini juga menjadi sasaran partai lain untuk bersilahturahmi dan membicarakan kemungkinan menjalin kerja sama.
Bahkan, saat Gerindra disantroni oleh PKB, keduanya sepakat untuk berjabat tangan meski belum ada label resmi. Sedikit berbeda saat didatangi oleh Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY, Prabowo hanya mengatakan ada kemungkinan pertemuan lanjutan dengan putra dari Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY itu.
Peneliti lembaga survei Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro menilai apa yang tampak di ruang publik ini, sebenarnya menandakan semua partai masih cair alias saling memberi ruang, sekalipun NasDem dan Gerindra.
Menurut dia, kepastian partai-partai untuk secara resmi bersepakat bekerja sama politik dalam Pilpres 2024 yaitu mendekati November 2023. Diketahui, dalam tahapan Pemilu 2024 yang telah ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU, pendaftaran nama bakal calon presiden dan wakil presiden dilakukan pada 19 Oktober-25 November 2023.
"Karena itu, apa yang terjadi sekarang di panggung politik nasional masih menjajaki sifatnya. Memang mungkin ada terlihat sudah mantap kemudian kalau kita lihat juga masih abu-abu juga," kata Bawono kepada Liputan6.com, Selasa (28/6/2022).
Dia pun mencontohkan, bagaimana Ketua Umum Demokrat AHY harus bolak-balik ke NasDem, namun masih juga menyambangi Gerindra. "Artinya ada komunikasi yang belum beres ketika melakukan penjajakan dengan NasDem sehingga harus menjalin komunikasi dengan Gerindra," tutur Bawono.
Dia melihat, pergerakan yang dilakukan Demokrat dan PKS adalah wajar, mengingat kedua partai itu bergabung belum cukup untuk mengusung pasangan capres dan cawapres. Hal ini lah yang membuat NasDem terkesan sebagai partai yang paling masuk akal untuk diajak berkerja sama di Pilpres 2024.
Bawono juga melihat, ada kepiawaian dari Surya Paloh dengan memunculkan tiga nama seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa sebagai bakal capres. Sehingga, bisa disebut NasDem bisa saja menjadi kunci utama dalam membentuk poros baru.
"Memang NasDem ini dengan bermodalkan suara yang lumayan dan kepiawaian ketumnya, ini bisa dibilang menjadi salah satu game changer dari jumlah pasangan calon terbentuk nanti, yang muncul nanti. Siapa yang diusung, bahkan poros-poros yang terbentuk," ungkap dia.
Karena itu, lanjut Bawono, berbeda dengan Gerindra yang masih saja berusaha memunculkan nama Prabowo sebagai capres 2024. Menurutnya, tak ada pilihan menawarkan pria yang kini duduk sebagai Menteri Pertahanan untuk menjaga suara Gerindra tetap berada di tiga besar seperti Pemilu 2014 dan 2019.
Meski demikian, ada keinginan dari Gerindra untuk bisa menang jika Prabowo kembali turun bertarung di medan Pilpres 2024. Karena itu, fokus partai tersebut adalah mencari bukan hanya partai tapi pasangan yang bisa membawa peluang kemenangan tinggi jika berduet dengannya.
"Gerindra dan Prabowo pasti dalam rangka window shopping (cuci mata) melihat cawapres yang bisa memberikan kontribusi elektoral yang memadai bagi Pak Prabowo," beber Bawono.
"Memang selama ini banyak desas-desus dengan Puan Maharani (Ketua DPP PDIP) tapi saya melihat tampak Pak Prabowo dan Gerindra itu agak ragu juga kalau dengan Ibu Puan bisa berkontribusi dengan signifikan. Lalu ada pertemuan dengan PKB yang diharapkan mungkin apabila berkoalisi, suara Nahdiyin atau NU bisa mendukung Pak Prabowo," sambungnya.
Karena itu, Bawono melihat bahwa baik Gerindra maupun NasDem kecil kemungkinan untuk saling bersama, karena tidak akan saling menguntungkan. Keduanya diprediksi menjadi bagian penentu dari terbentuknya poros baru.
Pasalnya, jika Prabowo yang diusung Gerindra, tentu NasDem tak diuntungkan karena dari sederetan calonnya tak ada yang menjadi kader partai, yang bisa membawa efek ekor jas atau coat tail effect bagi NasDem.
Karena itu, mereka akan fokus mendatangkan sosok yang bisa membawa kontribusi elektoral bagi NasDem.
Sehingga, poros baru ini terbentuk tergantung calon yang diusung kedua partai, apakah bisa diterima oleh parpol lain atau tidak, dan yang paling penting menguntungkan bagi para pengusungnya.
"Penghalangnya siapa yang dicalonkan (oleh kedua partai)," jelas Bawono.
Â
Belum Saling Mengunci
Setali tiga uang, Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin melihat episode-episode yang dimainkan sejumlah partai politik termasuk NasDem dan Gerindra belum saling mengunci atau masih cair.
Meski demikian, dia menyebut, baik NasDem dan Gerindra tentu berpeluang untuk memunculkan poros baru. Hal ini didasari dari calon yang diusung masing-masing parpol berbeda, bahkan terlihat jelas tak ada nama Prabowo dalam hasil Rakernas NasDem.
"Jadi secara kalkulasi politis dan matematisnya tidak masuk. Kecuali salah satunya ada yang ingin menjadi cawapres. Jadi saya melihat kelihatannya mereka akan membangun koalisi atau poros masing-masing. Tapi semua masih dinamis, peta koalisi masih cair, masih terus berkembang," kata Ujang kepada Liputan6.com, Selasa (28/6/2022).
Karena itu, jika keinginan mereka benar adanya membuat poros baru, alhasil bisa menghasilkan tiga atau maksimal empat pasangan calon presiden dan wakil presiden di Pemilu 2024. "Misalkan gini, KIB sendiri, PDIP sendiri, Gerindra dan PKB, keempat Nasdem-PKS-Demokrat," tuturnya.
Pasalnya, nama capres NasDem sudah muncul di Rakernas, sehingga tak mungkin partai tersebut memungkiri hasil musyawarahnya sendiri.
"Saya melihat NasDem kemungkinan dengan PKS dan Demokrat. Gerindra kelihatannya dengan Cak Imin, kan PKB-nya ngebet," tukas Ujang.
Â
Sang Penentu
Pengamat politik dari lembaga Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI), Hendri Satrio menegaskan, NasDem memang menjadi penentu poros baru di Pemilu 2024.
Karena dia melihat komunikasi yang dibangun NasDem sangat baik, itu ditandai dengan hadirnya sejumlah parpol hadir untuk melakukan pembicaraan mengenai keinginan bekerja sama.
"Justru yang mungkin berat ini Gerindra. Kemungkinan Gerindra akan menempatkan Prabowo sebagai king maker bukan sebagai calon presiden. Karena kalau sebagai calon presiden mungkin akan berat. Sehingga, menurut saya kalau ada calon dari partai NasDem, Prabowo akan menyerahkan yang lebih muda. Misalnya, Mas Sandi (Sandiaga Uno) misalnya," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (28/6/2022).
Menurut dia, jika Prabowo menjadi king maker, jelas membuat Gerindra ini mempunyai nilai tawar yang lebih bagus.
Selain itu, lanjut Hendri, pernyataan PDI Perjuangan yang susah berkoalisi dengan PKS dan Demokrat, semakin memperjelas bahwa poros baru ini terbentuk.
"Jadi yang pertama (poros baru) adalah koalisi yang dipimpin oleh PDI Perjuangan. Kemudian, yang kedua koalisi yang isinya Demokrat dan PKS. Yang ada Demokrat dan PKS-nya, mungkin ada NasDem-nya," tutur Hendri.
Senada, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah juga melihat, Gerindra tak bisa disebut poros baru karena sudah memiliki kesiapan tokoh. Sehingga partai tersebut lebih pantas disebut poros utama bersama dengan PDIP.
Justru NasDem, lanjut dia, yang bisa disebut membentuk poros baru. Di mana tak akan melibatkan parpol utama seperti Golkar, Gerindra, dan PDIP.
"NasDem bisa saja justru koalisi dengan Demokrat dan PKS, dengan asumsi NasDem telah rekomendasikan Anies, di mana PKS punya sejarah dengan Anies, dan Demokrat sendiri punya AHY yang elektabilitasnya membaik, jadi bisa memunculkan Anies-AHY," kata Dedi kepada Liputan6.com, Selasa (28/6/2022).
Dia pun melihat, ada upaya Demokrat untuk bisa bersama dengan NasDem, dan mengusulkan nama AHY untuk bisa bersanding dengan salah satu calon dari NasDem.
"Pertemuan SBY, JK, Surya paloh adalah bagian dari lobi itu," jelas Dedi.
Â
Advertisement
Tak Mau Tinggi Hati
Ketua DPP NasDem Saan Mustofa mengatakan, partainya tak mau tinggi hati disebut sebagai penentu atau king maker dalam menentukan Pilpres 2024. Karena, bagaimana pun juga partainya memerlukan uluran tangan parpol lain untuk mengusung calonnya.
Sehingga, bukan lagi berfokus kepada calon yang akan diusung partainya, tapi adakah parpol yang mau dengan calon yang telah disiapkan atau dipilih oleh NasDem. Hal inilah yang mengindikasikan, partainya bisa membuat poros baru.
"Kita membutuhkan partner koalisi. Untuk partner ini kalau kita mau mengusung presiden ya kita harus cari partner dan membentuk koalisi atau poros," jelas Saan kepada Liputan6.com, Selasa (28/6/2022).
Karena itu, lanjut dia, dari berbagai pertemuan, partai NasDem mulai menjajakan Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Andika Perkasa, untuk melihat adakah yang cocok dan beririsan dengan pihaknya.
"Itu nanti akan ditawarkan ke partai-partai lain. Ini lho NasDem ada tiga nama, dari tiga nama itu mana yang cocok dengan partai lain yang punya irian yang sama. (Kalau sama) ayo gabung koalisi," ungkap Saan.
Dia pun berkeyakinan, bahwa koalisi yang dibangunnya tak hanya menguntungkan NasDem semata, tapi juga partai lain yang bergabung.
"Pastinya kita nanti akan membuat koalisi yang equal, koalisi yang setara. Oleh karena itu, karena kita berkoalisi ya kita berpotensi (menciptakan poros). Kita mencalonkan calon presiden maupun calon wakil presiden sendiri," tutur Saan.
Sementara, Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengucapkan terima kasih jika ada pihak yang memandang partainya bisa jadi penentu di Pilpres 2024, bahkan penentu poros baru.
"Namun, itu tergantung dinamika yang ada dan juga bagaimana penjajakan dan komunikasi antar partai. Terbentuknya poros baru itu juga bergantung pada komunikasi antar partai politik," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (28/6/2022).
Menurut dia, tidak ada yang tidak mungkin di dalam politik, sehingga apapun bisa terjadi.
Salah satu kuncinya adalah terus melakukan komunikasi terus menerus dengan parpol lain untuk menghadapi Pemilu 2024.
"Bahwa ada keyakinan Gerindra menjadi centra untuk Pilpres kami tidak mau besar kepala, karena yang menentukan adalah rakyat Indonesia," jawab Dasco.