Liputan6.com, Jakarta - Kabar pengunduran diri Lili Pintauli Siregar dari Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyeruak ke publik. Bahkan disebutkan surat pengunduran itu sudah dilayangkan kepada Ketua KPK Firli Bahuri.
Lili mengundurkan diri diduga lantaran kasus dugaan pelanggaran etik penerimaan gratifikasi MotoGP Mandalika.
Firli pun akhirnya merespons isu tersebut. Namun Firli mengaku tak tahu soal kabar pengunduran Lili.
Advertisement
"Wah, aku belum tahu," kata Firli di Kompleks DPR/MPR, Senayan, Jakarta Selatan Kamis, 30 Juni 2022, kemarin.
Baca Juga
Sementara Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri juga belum bisa membenarkan kabar tersebut. Menurut Ali, Lili masih akan menjalankan tugasnya sebagai pimpinan KPK.
"Informasi yang kami peroleh sampai dengan saat ini, Pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar belum mengonfirmasi perihal tersebut, dan masih berkonsentrasi menjalankan tugasnya serta agenda-agenda penugasan lainnya untuk beberapa waktu ke depan," ujar Ali dalam keterangannya, Jumat (1/7/2022).
Kasus dugaan pelanggaran etik penerimaan gratifikasi MotoGP Lili Pintauli Siregar naik ke persidangan. Sidang perdana rencananya bakal digelar pada 5 Juli 2022.
"Ya sidang etik bagi LPS dijadwalkan tanggal 5 Juli 2022," ujar anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris dalam keterangannya, Jumat (1/7/2022).
Dewas KPK menegaskan bakal menaikkan laporan dugaan gratifikasi MotoGP Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ke persidangan etik.
Terkait dengan sidang etik tersebut, Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan pihak lembaga antirasuah menyerahkan sepenuhnya kepada Dewan Pengawas KPK.
"KPK tentu mendukung proses penegakan etik yang sedang berlangsung di Dewan Pengawas KPK sebagaimana tugas dan kewenangannya yang diatur dalam Pasal 37 B UU KPK," kata Ali.
Sebelumnya, saat diperiksa Dewas KPK, Lili dicecar banyak pertanyaan. Anggota Dewas KPK Albertina Ho tak merinci soal materi pemeriksaan terhadap Lili. Namun, dia menyebut pihaknya mencecar banyak pertanyaan kepada mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu.
"Cukup banyak yang ditanyakan," kata Albertina.
Dia tak menjawab rinci saat ditanya apakah Lili mengaku menerima tiket dan hotel saat menyaksikan gelaran MotoGP Mandalika. "Untuk jelasnya konfirmasi saja kepada yang bersangkutan, tentu akan lebih jelas dan tepat," kata Albertina.
Lili diduga menerima gratifikasi dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT Pertamina.
Berdasarkan informasi yang diterima, Lili mendapatkan tiket MotoGP Mandalika di Grandstand Premium Zona A-Red serta fasilitas penginapan di Amber Lombok Beach Resort selama kurang lebih satu minggu.
Pada kasus ini Dewas KPK pernah memeriksa Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Nicke Widyawati. Nicke diperiksa Dewas KPK di Gedung ACLC KPK pada Rabu 27 April 2022 lalu. Nicke yang diperiksa sekitar satu jam itu memilih bungkam usai pemeriksaan. Ia yang dikawal sejumlah pengawal PT Pertamina itu memilih meninggalkan awak media tanpa membuka suara sedikit pun.
Albertina menyebut, pada saat pemeriksaan terhadap Nicke pada 27 April 2022, petinggi Pertamina itu belum memberikan semua keterangan yang dibutuhkan Dewas KPK.
Menurut Albertina, saat itu Nicke berjanji akan memberikan keterangan secara tertulis. Namun Nicke belum memenuhi janjinya tersebut.
"Dan menjanjikan akan memberikan secara tertulis, namun sampai hari ini belum diterima dewas meskipun dewas juga telah mengirim surat untuk hal tersebut," kata Albertina.
Albertina menyebut pihaknya sudah berkirim surat kepada Nicke sejak 20 Mei 2022 agar dia segera memenuhi janjinya. Namun hingga saat ini janji tersebut belum ditepati Nicke.
"Surat sudah dikirim tanggal 20 Mei 2022, sampai hari ini belum terima balasan dari Pertamina," kata Albertina.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bukan Pertama Kali
Lili Pintauli bukan pertama kali disidang etik oleh Dewas KPK. Pada 2021, Lili dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) karena saat itu, ia diduga berkomunikasi dengan Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial terkait penyelidikan kasus dugaan jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai, Sumatera Utara.
Laporan itu kemudian berbuah keputusan Dewas, yang menyatakan bahwa Lili bersalah dan telah melanggar kode etik tingkat berat karena cukup aktif berkomunikasi dengan M Syahrial.
Bentuk sanksi berat yang diterima Lili saat itu hanya pemotongan gaji Rp1,8 juta atau 40 persen dari total gajinya, per bulan selama satu tahun.
Sebelum sanksi Dewas dan proses laporan masih berjalan, Lili sempat menyampaikan pernyataan pers. Singkatnya, ia membantah pernah berkomunikasi dengan M Syahrial ataupun yang berkaitan dengan pengurusan perkara.
"Bahwa saya tegas mengatakan bahwa tidak pernah menjalin komunikasi dengan tersangka MS terkait penanganan perkara yang bersangkutan. Apalagi membantu dalam penanganan perkara yang sedang ditangani oleh KPK," kata Lili saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/4/2021).
Dari pernyataan itu, ia kembali dilaporkan ke Dewas oleh tiga orang yaitu Benydictus Siumlala, Ita Khoiriyah, dan Rizka Anungnata.
Mereka berkeyakinan bahwa Lili telah melakukan kebohongan publik karena membantah tidak berkomunikasi dengan Syahrial.
Advertisement
Didesak Mundur
Desakan mundur dilakukan usai dewan pengawas (dewas) KPK menyatakan Lili terbukti berbohong terkait keterangannya soal komunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial.
"Dengan sudah dibenarkannya tindakan kebohongan tersebut, untuk itu ICW meminta agar LPS (Lili) segera mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK. Sebab, dirinya sudah tidak pantas lagi menduduki posisi sebagai pimpinan KPK," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (21/4/2022).
Pernyataan Kurnia ini menanggapi surat pemberitahuan pemberhentian pengusutan kasus dugaan pelanggaran etik pembohongan publik Lili Pintauli Siregar.
Dalam surat yang ditujukan kepada pihak pelapor, mantan pegawai KPK Benydictus Siumlala Martin Sumarno dan kawan-kawan ini, Dewas menyatakan tak melanjutkan kasus tersebut karena Lili sudah diberikan sanksi etik dalam komunikasi dengan Syahrial terkait penanganan perkara.
Dewas menyatakan dalam sanksi etik berat tersebut sudah mengabsorbsi (menyerap) dengan perbuatan bohong Lili. Dewas menyatakan Lili terbukti berbohong saat menyatakan tak berkomunikasi dengan Syahrial.
Kurnia mengaku tak mengerti dengan keputusan dewas KPK dalam surat yang ditandatangani anggota Dewas KPK Harjono itu.
"ICW tidak memahami bagaimana logika di balik hasil pemeriksaan dewan pengawas terkait kebohongan Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers 30 April 2021 lalu. Sebab, Dewas menyampaikan, LPS terbukti melakukan kebohongan, namun tidak dijatuhi sanksi, karena sebelumnya terlapor sudah dikenakan hukuman," kata Kurnia.
Selain ICW, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) juga menilai Lili sudah sepantasnya mengundurkan diri. Bahkan, menurut MAKI, Lili layak untuk dipecat dari lembaga antikorupsi.
Menurut Koordinator MAKI Boyamin Saiman, pemecatan Lili harus dilakukan lantaran Lili sudah terbukti bersalah melakukan komunikasi dengan Syahrial dan membohongi publik. Apalagi, kini Lili diduga menerima gratifikasi fasilitas menonton MotoGP Mandalika.
"Sebenernya Lili ini sudah layak untuk dipecat, tapi kan sampai sekarang belum dipecat," kata Boyamin Saiman dalam keterangannya, Kamis (21/4/2022).
Boyamin berpandangan Lili sudah tak layak memimpin lembaga yang memberantas korupsi. Boyamin berharap DPR turun tangan menangani skandal Lili Pintauli Siregar ini.
"Sehingga malah membebani KPK. Ini tugasnya DPR untuk memberikan pengawasan," kata Boyamin.