Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) RI memutuskan menolak gugatan yang dimohonkan oleh Partai Gelombang Rakyat (Gelora) soal pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Adapun gugatan itu berkaitan dengan diadakannya Pemilu 2024 yang digelar secara serentak. Di mana Gelora yang diwakili Anis Matta, Sekjen Mahfuz Sidik dan Waketum Fahri Hamzah turut menginginkan pemilihan presiden dan pemilihan 2024 tidak dilakukan secara bersamaan.
Advertisement
Baca Juga
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan dalam gugatan nomor 35/PUU-XX/2022, dikutip pada Kamis (7/7/2022).
Adapun beberapa petitumnya, pemohon menilai jika frasa 'serentak' dalam Pasal 167 ayat 3 dan Pasal 347 ayat 1 UU Pemilu dimaknai secara sempit sebagai waktu pemungutan suara pemilu yang harus dilaksanakan pada hari yang sama untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta memilih anggota DPRD.
Selain itu, pemohon juga berpendapat bahwa penyelenggaraan Pemilu 2024 untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD dapat dilakukan lebih awal dari Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
MK Sebut Pemilu Serentak Tetap Konstitusional
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, pemohon memohon agar mahkamah menyatakan frasa "secara serentak" dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Kendati demikian, Hakim Mahkamah dalam pertimbangnya tetap memutuskan bahwa frasa serentak dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat 1 UU 7 Nomor 2017 haruslah tetap dinyatakan konstitusional.
"Belum terdapat alasan hukum dan kondisi yang secara fundamental berbeda bagi Mahkamah untuk menggeser pendiriannya isu pokok yang berkaitan dengan frasa serentak sehingga norma Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat 1 UU 7/2017 haruslah tetap dinyatakan konstitusional," ujar hakim konstitusi Saldi Isra.
Advertisement
Gugatan Partai Gelora Indonesia
Adapun gugatan ini sempat dilayangkan Partai Gelora pada kisaran bulan Februari 2022 lalu. Dengan Pasal yang digugat Gelora adalah pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi, pemungutan suara dilaksanakan serentak pada hari libur umum atau hari umum nasional.
Selanjutnya, Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi, Pemungutan Suara Pemilu diselenggarakan secara serentak.
Menurutnya, pasal di atas bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pemilu. pemilihan Umum.
“Menyatakan Pasal 167 ayat (3) sepanjang frasa “Serentak” dan Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” suara gugatan pemohon, Jumat 25 Februari 2022.
Partai Gelora berpendapat jika pileg 2024 digelar sebelum pemilihan presiden, maka haknya secara konstitusional tidak akan dirugikan. Mereka ingin Pilkada 2024 digelar dalam dua putaran.
“Bahwa apabila Pemilihan Umum 2024 diselenggarakan secara terpisah dengan mendahului pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD sebelum Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden maka kerugian konstitusional Pemohon sebagaimana dimaksud di atas tidak akan terjadi,” gugatan dikatakan.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka.com