Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menetapkan Idul Adha pada Minggu 10 Juli 2022. Namun, ada beberapa muslim yang merayakan Idul Adha pada Sabtu (9/7/2022).
Melansir laman resmi NU Online, sholat Idul Adha dilaksanakan dua rakaat secara berjamaah dan terdapat khutbah setelahnya.
Namun, bila terlambat datang atau mengalami halangan lain, boleh dilakukan secara sendiri-sendiri (munfarid) di rumah, ketimbang tidak sama sekali.
Advertisement
Hukum sholat Idul Adha atau sholat Id adalah sunah muakkadah alias sangat dianjurkan, meskipun bukan wajib, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Ada perbedaan teknis dengan sholat Idul Adha dengan sholat lima waktu. Sholat Id tak didahului dengan azan maupun iqamah.
Niat dan anjuran takbir juga berbeda. Waktu pelaksanaannya yaitu setelah matahari terbit hingga masuk waktu dzuhur.
Adapun lafal niat sholat Idul Adha dalam bahasa Arab adalah sebagai berikut:
أُصَلِّيْ رَكْعَتَيْنِ سُنَّةً لعِيْدِ اْلأَضْحَى (مَأْمُوْمًا/إِمَامًا) للهِ تَعَــــــــالَى
Artinya,
"Aku niat melaksanakan sholat sunnah Idul Adha (sebagai makmum/imam) karena Allah Ta‘ala."
Atau bisa lebih lengkap:
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِعِيْدِ الْأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ (مَأْمُوْمًاإ/ِمَامًا) للهِ تَعَالَىArtinya.
"Aku niat melaksanakan sholat sunnah Idul Adha dua rakaat, menghadap kiblat (sebagai makmum/imam) karena Allah Ta‘ala."
Lafal niat dibaca menjelang takbiratul ihram. Lafal niat juga bisa menggunakan bahasa lokal setempat. Sebagai catatan, kedudukan lafal niat hanyalah sekunder alias membantu orang yang hendak melaksanakan sholat agar lebih mantap dan fokus pada niatnya.
Sementara yang primer tetaplah getaran batin tentang shalat Idul Adha itu sendiri. Imam Ramli mengatakan:
وَيُنْدَبُ النُّطْقُ بِالمَنْوِيْ قُبَيْلَ التَّكْبِيْرِ لِيُسَاعِدَ اللِّسَانُ القَلْبَ وَلِأَنَّهُ أَبْعَدُ عَنِ الوِسْوَاسِ وَلِلْخُرُوْجِ مِنْ خِلاَفِ مَنْ أَوْجَبَهُ
"Disunahkan melafalkan niat menjelang takbir (sholat) agar lisan dapat membantu (kekhusyukan) hati, agar terhindar dari gangguan hati dank arena menghindar dari perbedaan pendapat yang mewajibkan melafalkan niat." (Nihayatul Muhtaj, juz I,: 437)
Tata Cara
Dilansir dari laman Kemenag Kepri, hukum sholat Idul Adha adalah sholat sunah dua rakaat yang dianjurkan untuk dikerjakan umat Islam saat Idul Adha. Sebelum sholat, disunahkan untuk memperbanyak bacaan takbir, tahmid, dan tasbih.
Sholat dimulai dengan menyeru "Ash-sholaatu jaami‘ah", tanpa azan dan iqomat. Kemudian memulai dengan niat sholat Idul Adha. Selain itu, sholat Idul Adha juga tidak didahului dengan sholat sunah Qobliyah dan Ba'diyah. Berikut tata cara sholat Idul Adha sesuai rukunnya:
a. Niat sholat (imam dan makmum).
b. Takbiratul ihram.
c. Takbir lagi (takbir zawa-id) sebanyak 7 kali. Di antara takbir disunahkan membaca zikir memuji Allah.
d. Membaca surat Al-Fatihah dilanjutkan surat lainnya.
e. Rukuk dengan tuma’ninah.
f. Iktidal dengan tuma’ninah.
g. Sujud dengan tuma’ninah.
h. Duduk di antara dua sujud dengan tuma’ninah.
i. Sujud kedua dengan tuma’ninah.
Advertisement
Selanjutnya
j. Bangkit dari sujud dan bertakbir.
k. Takbir zawa-id sebanyak 5 kali. Di antara takbir disunahkan membaca zikir memuji Allah.
l. Rukuk dengan tuma’ninah.
m. Iktidal dengan tuma’ninah.
n. Sujud dengan tuma’ninah.
o. Duduk di antara dua sujud dengan tuma’ninah.
p. Sujud kedua dengan tuma’ninah.
q. Duduk tasyahud dengan tuma’ninah.
r. Salam.
s. Tertib melakukan rukun secara berurutan.
Setelah selesai melakukan seluruh tata cara sholat, biasanya akan ada khotbah dan membahas tentang hukum-hukum kurban dan Idul Adha.
Pada momen Idul Adha, umat Islam dianjurkan memperbanyak takbir. Takbiran dilaksanakan sejak ba'da shubuh pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga selesainya hari tasyriq, yakni 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Takbiran hari raya Idul Adha dilakukan tiap selesai sholat fadhu.
Amalan Sunah
Berikut beberapa amalan sunah yang dianjurkan saat sebelum sholat Idul Adha, seperti dikutip dari laman NU Online, Jumat (8/7/2022).
1. Mengumandangkan takbir di masjid-masjid, musala dan rumah-rumah pada malam hari raya, dimulai dari terbenamnya matahari sampai imam naik ke mimbar untuk berkhutbah pada saat sholat Idul Adha atau sholat Id.
2. Mandi sebelum salat Id. Hal ini boleh dilakukan mulai pertengahan malam, sebelum waktu subuh, dan yang lebih utama adalah sesudah waktu subuh, dikarenakan tujuan dari mandi adalah membersihkan anggota badan dari bau yang tidak sedap, dan membuat badan menjadi segar bugar, maka mandi sebelum waktu berangkat adalah yang paling baik.
3. Memakai wangi-wangian, memotong rambut, memotong kuku, menghilangkan bau-bau yang tidak enak, untuk memperoleh keutamaan hari raya tersebut. Pada hakikatnya hal-hal tersebut boleh dilakukan kapan saja, ketika dalam kondisi yang memungkinkan, dan tidak harus menunggu datangnya hari raya, misalnya saja seminggu sekali saat hendak melaksanakan shalat Jumat.
4. Memakai pakaian yang paling baik lagi bersih dan suci jika memilikinya, jika tidak memilikinya maka cukup memakai pakaian yang bersih dan suci, akan tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa yang paling utama adalah memakai pakaian yang putih dan memakai serban.
Berkaitan dengan memakai pakaian putih, ini diperuntukkan bagi kaum laki-laki yang hendak mengikuti jemaah salat Id maupun yang tidak mengikutinya, semisal satpam atau seseorang yang bertugas menjaga keamanan lingkungan, anjurannya ini tidak terkhususkan bagi yang hendak berangkat salat saja, melainkan kepada semuanya.
Sedangkan untuk kaum perempuan, maka cukuplah memakai pakaian yang sederhana atau pakaian yang biasa ia pakai sehari-hari, karena berdandan dan berpakaian secara berlebihan hukumnya makruh, begitu juga menggunakan wangi-wangian secara berlebihan.
Sabda Nabi SAW berikut memberi penjelasan tentang memakai pakaian yang paling baik, riwayat dari Sahabat Ibnu Abbas RA,
كَانَ يلبس في العيد برد حبرة
"Rasulullah SAW di hari raya Id memakai Burda Hibarah (pakaian yang indah berasal dari yaman)."
5. Ketika berjalan menuju ke masjid ataupun tempat saalat Id hendaklah ia berjalan kaki karena hal itu lebih utama, sedangkan untuk para orang yang telah berumur dan orang yang tidak mampu berjalan, maka boleh saja ia berangkat dengan menggunakan kendaraan.
Dikarenakan dengan berjalan kaki ia bisa bertegur sapa mengucapkan salam dan juga bisa bermushafahah (Bersalam-salaman) sesama kaum muslimin. Sebagaimana sabda Nabi SAW riwayat dari Ibnu Umar, كَانَ يَخْرُجُ إلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَيَرْجِعُ مَاشِيًا
"Rasulullah SAW berangkat untuk melaksanakan shalat Id dengan berjalan kaki, begitupun ketika pulang tempat shalat Id."
Selain itu dianjurkan juga berangkat lebih awal supaya mendapatkan shaf atau barisan depan, sembari menunggu shalat Id dilaksanakan ia bisa bertakbir secara bersama-sama di masjid dengan para jama’ah yang telah hadir.
Imam Nawawi dalam Kitabnya Raudlatut Thalibin menerangkan anjuran tersebut,
السُّنَّةُ لِقَاصِدِ الْعِيدِ الْمَشْيُ. فَإِنْ ضَعُفَ لِكِبَرٍ، أَوْ مَرَضٍ، فَلَهُ الرُّكُوبُ، وَيُسْتَحَبُّ لِلْقَوْمِ أَنْ يُبَكِّرُوا إِلَى صَلَاةِ الْعِيدِ إِذَا صَلَّوُا الصُّبْحَ، لِيَأْخُذُوا مَجَالِسَهُمْ وَيَنْتَظِرُوا الصَّلَاة
Bagi yang hendak melaksanakan shalat Id disunahkan berangkat dengan berjalan kaki, sedangkan untuk orang yang telah lanjut usia atau tidak mampu berjalan maka boleh ia menggunakan kendaraan.
Disunnahkan juga berangkat lebih awal untuk shalat Id setelah selesai mengerjakan shalat subuh, untuk mendapatkan shaf atau barisan depan sembari menunggu dilaksanakannya shalat.
6. Untuk Hari Raya Idul Adha disunahkan makan setelah selesai melaksanakan salat Id, berbeda dengan Hari Raya Idul Fitri disunahkan makan sebelum melaksanakan sholat Id.
Pada masa Nabi SAW makanan tersebut berupa kurma yang jumlahnya ganjil, entah itu satu biji, tiga biji ataupun lima biji, karena makanan pokok orang arab adalah kurma.
Jika di Indonesia makanan pokok adalah nasi, akan tetapi jika memiliki kurma maka hal itu lebih utama, jika tidak mendapatinya maka cukuplah dengan makan nasi atau sesuai dengan makanan pokok daerah tertentu.
Dengan demikian, anjuran makan pada hari raya Idul Adha adalah setelah selesai melaksanakan salat Id, alanglah lebih baik jika ia makan kurma sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, akan tetapi jika tidak mendapati kurma, bolehnya ia makan dengan yang lain, misalnya nasi bagi rakyat Indonesia, disesuaikan dengan makanan pokok daerah tertentu.
Advertisement