Liputan6.com, Jakarta - Draft final Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) telah diserahkan pemerintah kepada Komisi III DPR RI.
Dalam draft terbaru RKUHP tersebut, masyarakat dilarang berbuat hingar bingar hingga mengganggu tetangga. Sesorang yang melakukan tindakan hingga membuat tetangga atau lingkungan sekitar terganggu pada malam hari bisa dipidana denda hingga Rp 10 juta.
Larangan ini termuat dalam paragraf 8 tentang Gangguan terhadap Ketenteraman Lingkungan dan Rapat Umum.
Advertisement
Baca Juga
"Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, (a) setiap orang yang mengganggu ketenteraman lingkungan dengan membuat hingar-bingar atau berisik tetangga pada malam; atau (b) membuat seruan atau tanda-tanda bahaya palsu," bunyi Pasal 265 RKUHP dilihat Sabtu (9/7/2022).
"Setiap Orang yang membuat kekacauan sehingga mengganggu rapat umum yang sah dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II,"Â bunyi Pasal 266 RKUHP.
Berikut isi paragraf 8 Pasal 265 RKUHP:
Paragraf 8
Gangguan terhadap Ketenteraman Lingkungan dan Rapat Umum
Pasal 265
Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang mengganggu ketenteraman lingkungan dengan:
a. membuat hingar-bingar atau berisik tetangga pada malam; atau
b. membuat seruan atau tanda-tanda bahaya palsu.
Pasal 266:
Setiap Orang yang membuat kekacauan sehingga mengganggu rapat umum yang sah dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
Adapun ketentuan pidana denda diatur dalam Pasal 79 RKUHP, yang berbunyi:
Pasal 79
(1) Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan:
a. kategori I, Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah);
b. kategori II, Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
c. kategori III, Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
d. kategori IV, Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
e. kategori V, Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
f. kategori VI, Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
g. kategori VII, Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan
h. kategori VIII, Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(2) Dalam hal terjadi perubahan nilai uang, ketentuan besarnya pidana denda ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Usai berdiskusi dengan presiden, DPR akan melanjutkan pembahasan sesuai mekanisme yang berlaku di DPR.
Berpotensi Lahirkan Diskriminasi
Sebelumnya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengingatkan ancaman munculnya diskriminasi jika Rancangan Undang-Undang KUHP (RUU KUHP) disahkan. Hal ini terkait pasal mengenai living law yang dinilai bisa merugikan kelompok rentan, minoritas, dan potensial dipakai sebagai alat politik identitas.
"Salah satu dampak pemberlakuan RUU KUHP tercantum dalam Penjelasan Pasal 2 RUU KUHP yang mengatur bahwa 'hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana' adalah hukum pidana adat," ujar Sekjen DPP PSI Dea Tunggaesti dikutip dari siaran persnya, Sabtu (9/7/2022).
Menurut dia, RUU KUHP membuka peluang disahkannya hukum adat atau norma lokal yang bersifat diskriminatif. Dia pun khawatir akan muncul aturan mengenai pembatasan perempuan, dengan mengatasnamakan norma adat.
"Misalnya soal cara berpakaian perempuan atau larangan keluar malam. Data Komnas Perempuan pada 2018 mencatat ada 421 kebijakan di tingkat lokal yang bersifat diskriminatif," katanya.
Untuk itu, PSI menolak living law dimasukkan ke dalam Pasal 2 RKUHP. Hal ini mengingat kemajemukan SARA di Indonesia, sifat-hakikat hukum adat yang tidak tertulis, magis, dan dinamis, sampai potensi over-criminalization.
"Selain itu, langkah memasukkan pasal living law bukanlah memuliakan masyarakat adat, melainkan negara mencoba mengambil peranan aturan masyarakat adat," jelas dia.
Advertisement