Sukses

Diduga Diselewengkan, Dana Ahli Waris Korban Lion Air JT 610 yang Dikelola ACT Rp 138 M

Penyidik Bareskrim Polri menemukan indikasi penyelewengan dana CSR untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang dikelola ACT. Dana CSR dari Boeing yang dikelola ACT itu mencapai Rp 138 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri telah memeriksa mantan presiden lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan petinggi ACT Ibnu Khajar. Pemeriksaan keduanya dilakukan pada Jumat 8 Juli 2022 kemarin.

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, pemeriksaan yang dilakukan terhadap pengurus ACT tersebut berawal dari informasi masyarakat terkait adanya dugaan penyimpangan pengelolaan dana yang dilakukan pengurus ACT.

"Telah dilakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang," kata Ramadhan dalam keterangannya, Sabtu (9/7/2022).

Dari hasil penyelidikan tersebut, diketahui ACT telah mengelola dana sosial atau CSR dari pihak Boeing yang ditujukan kepada ahli waris para korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT 610 yang terjadi pada 18 Oktober 2018 lalu.

"Namun pada pelaksanaan penyaluran dana sosial/CSR tersebut, para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial/CSR tersebut dan pihak Yayasan ACT tidak memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana sosial/CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta penggunaan dana sosial/CSR tersebut," ujarnya.

Ramadhan menyebut, total dana CSR untuk para korban dari pihak Boeing yang dikelola oleh ACT yaitu sebesar Rp138.000.000.000.

Saat itu, pihak Boeing memberikan dua jenis dana kompensasi yaitu dana santunan tunai kepada ahli waris para korban masing-masing sebesar USD 144.500 atau setara dengan Rp 2.066.350.000, serta bantuan nontunai dalam bentuk dana CSR sebesar USD 144.500 atau setara dengan Rp 2.066.350.000.

"Dimana dana tersebut tidak dapat dikelola langsung oleh para ahli waris korban melainkan harus menggunakan lembaga/yayasan yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Boeing, dimana salah satu persyaratan tersebut adalah lembaga/yayasan harus bertaraf Internasional," jelasnya.

Kemudian, ahli waris para korban pun dihubungi oleh pihak ACT meminta untuk memberikan rekomendasi kepada pihak Boeing untuk penggunaan dana CSR tersebut agar bisa dikelola pihaknya. Saat itu, dana sosial tersebut dikatakannya untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi dari ahli waris para korban.

"Setelah pihak Boeing menunjuk Yayasan ACT untuk mengelola dana sosial/CSR tersebut, pihak Yayasan ACT tidak memberitahukan realisasi jumlah dana sosial/CSR yang diterimanya dari pihak Boeing kepada ahli waris korban, termasuk nilai serta progres pekerjaan yang dikelola oleh Yayasan ACT," ungkapnya.

"Bahwa diduga pihak Yayasan ACT tidak merealisasikan/menggunakan seluruh dana sosial/CSR yang diperoleh dari pihak Boeing, melainkan sebagian dana sosial/CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staff pada Yayasan ACT dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan/kepentingan pribadi Ketua Pengurus/presiden (Ahyuddin) dan wakil Ketua Pengurus/vice presidene," tutupnya.

2 dari 2 halaman

Penyelidikan

Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri tengah menyelidiki kasus pengelolaan dana masyarakat untuk bantuan kemanusiaan yang dilakukan oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT). Diketahui, PPATK temukan adanya aliran dana ACT yang mengalir ke dalam dan luar negeri.

"Masih lidik (dugaan kasus pengelolaan dana masyarakat untuk bantuan kemanusiaan)," kata Dir Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan kepada wartawan, Kamis 7 Juli 2022.

Ia menyebut, penyelidikan itu dilakukan pihaknya berdasarkan adanya temuan dari Korps Bhayangkara di lapangan.

"Pendalaman hasil analisis intelejen dari PPATK, laporan masyarakat dan temuan Polri di lapangan menjadi dasar penyidik untuk melakukan penyelidikan, dugaan perkara ACT," sebutnya.

"Iya betul (ikut menyelidiki), masih dalam proses penyelidikan terhadap dugaan perkara di ACT," sambungnya.