Sukses

Tren Berkumpulnya Remaja di Citayam Fashion Week, Bentuk Pencarian Kebebasan?

Tren remaja Citayam yang belakangan kerap ditemukan bergumul di pusat Kota Jakarta memunculkan sebuah fenomena baru.

Liputan6.com, Jakarta - Kawasan Taman MRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat belakangan ramai dan dipadati para remaja dari pinggiran kota dan penyangga. Mulai dari Bogor, Depok, Bekasi, hingga Tangerang. Bahkan lokasi tersebut saat ini dikenal sebagai Citayam Fashion Week.

Pantauan Liputan6.com, setiap menjelang sore hingga tengah malam para remaja mulai berdatangan di kawasan yang tidak jauh dari Stasiun Sudirman tersebut. Mereka mengenakan berbagai outfit atau pakaian yang berbeda-beda dan mencolok.

Mulai dari hoodie dan celana ukuran besar atau kedodoran, lalu kaus crop dengan cardigan, rok mini ataupun span, hingga berbagai gaya rambut yang mencolok karena warnanya. Kegiatan itupun menjadi bahan perbincangan di media sosial.

Pengamat sosial dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati menilai kegiatan tersebut merupakan fenomena yang alamiah. Sebab namanya remaja sedang proses dalam pencarian identitas diri.

"Kemudian mereka juga merupakan kelompok individu yang mencari kebebasan dan kemerdekaan dan memiliki kecenderungan untuk tampil berbeda dengan budaya/aturan/adat istiadat yang biasanya terjadi," kata Devie kepada Liputan6.com.

Dia menjelaskan, sejak dulu para remaja atau anak-anak muda selalu mencari rujukan dalam pembentukan jati diri. Dalam era digital seperti saat ini dan pendemi Covid-19 rujukannya yakni dari ruang digital atau media sosial. Sedangkan kata Devie, media sosial saat ini didominasi dengan konten atau budaya perkotaan.

Karena hal itu, dia mengaku tak heran ketika Jakarta menjadi kiblat pencarian identitas diri para remaja. Dalam konteks dunia digital, Devie menilai kehebatan dan kebenaran seringkali diwakili dengan sesuatu hal yang viral.

"Namanya ruang digital itu menghadirkan yang disebut dengan supermarket budaya. Akan tetapi, lagi-lagi supermarket budaya itu didominasi oleh budaya-budaya kota. Sehingga kemudian dari zaman dahulu ada kecenderungan anak dan remaja akan meniru hal-hal yang sifatnya metrosentik, karena itu dianggap menjadi sesuatu yang paling hebat dan paling benar," Devie memaparkan.

Kemudian kata Devie, hal-hal yang tersebut yang pada akhirnya dilakukan atau dipraktikkan oleh para remaja dari kota penyangga. Keadaan itu juga didukung dengan semakin melonggarnya aturan mengenai pandemi Covid-19 hingga akses transportasi.

Misalnya dari kereta listrik (KRL) commuter line hingga Transjakarta. Devie juga menyatakan setiap remaja akan berusaha menerjemahkan apa yang mereka bayangkan atau tontonan dari media sosial.

"Menariknya sekarang, kalau dulu sub-kultur itu tidak bisa tampil di panggung nasional atau global. Sekarang, karena kehadiran teknologi digital, maka sub-kultur atau minimarket budaya ini oleh komunitas-komunitas kecil seperti adik-adik kita yang dari pinggiran tadi akhirnya juga bisa me-nasional," ujar Devie.

Dia menambahkan, "Seperti sekarang dibicarakan semua orang, karena memang memiliki keunikan yang kemudian lagi-lagi tempatnya di kota besar."

Devie menegaskan, selama sebuah peradaban masih ada anak muda, potensi untuk pencarian jati diri dan menjadikan kota sebagai basis mereka aman terus terjadi. "Mungkin nanti tempatnya akan berbeda, gayanya akan berbeda. Akan tetapi, polanya akan menjadi pola yang berulang dan itu akan terus terjadi," Devie menjelaskan.

 

2 dari 3 halaman

Cari Teman Hingga Pacar Jadi Alasan Nongkrong

Alex merupakan salah satu remaja yang sering nongkrong di Catayam Fashion Week. Sambil tersenyum, warga Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat itu bergaya bak model dengan arahan temannya Irgi.

Dengan mengenakan kaus putih, celana hitam, dan topi Alex beberapa mencoba melintas di zebra cross di kawasan Taman MRT Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta Pusat. Pemotretan itu diyakini untuk memperlihatkan outfit atau pakaian yang dikenakannya.

Alex dan Irgi merupakan remaja berusia 15 tahun yang ingin mencari hiburan di luar kota dengan akses mudah dan murah. Biasanya keduanya memilih pakaian yang dianggapnya menarik sebelum datang. Kemudian mereka berangkat dari rumah dan bertemu di Stasiun Citayam menuju Stasiun Sudirman.

Ongkos yang dikeluarkan untuk pulang pergi menggunakan kereta listrik (KRL) tak sampai Rp 10ribu. Perjalanan yang ditempuh mereka kurang lebih dua jam. Sedangkan lokasi yang mereka tuju tak jauh dari Stasiun Sudirman.

Atau hanya berjarak sekitar 200 meter. Biasanya Alex dan Irgi pukul 16.00 WIB sampai jelang tengah malam.

"Saya ke sini buat foto-foto aja, bisa buat foto produk yang saya jual. Atau juga kalau ada yang minta saya shooting wawancara gitu saya juga bisa," kata Irgi kepada Liputan6.com.

Siswa kelas 3 SMP tersebut hanya segelintir remaja yang meramaikan area yang saat ini dikenal sebagai Citayam Fashion Week. Irgi mengaku tak pernah membawa uang saku lebih dari Rp 30ribu. Terpenting cukup untuk ongkos dan makan saja.

Selain untuk foto-foto, dia mengaku nongkrong di Sudirman untuk mencari teman, pacar, dan ketenaran seperti beberapa anak lainnya. "Kita juga di sini ada niatan nyari cewek. Kriteria saya itu yang penting setia, tulus dah pokoknya," ucap Irgi sambil tertawa.

Kebiasaan nongkrong setiap sore di Taman MRT Dukuh Atas juga dilakukan oleh Febri. Biasanya setiap pukul 15.00 WIB dia datang dengan berjalan kaki dari rumahnya di kawasan Karet, Jakarta Pusat. Menurut Febri jaraknya tak terlalu jauh jika melalui jalan pintas.

Saat Febri datang beberapa orang memanggilnya. Dia memang cukup terkenal di kalangan anak-anak tongkrongan. Remaja berusia 16 tahun itu mengaku beberapa cowok seringkali mengajaknya berkenalan bahkan berpacaran.

Kadangkala mereka saling bertukar akun media sosial hingga nomor telepon. "Saya suka ke sini karena enak aja, banyak cowok-cowok ganteng. Di sini juga banyak kenalan. Itu cowok-cowok di depan gengnya Roy itu temen saya juga," kata Febri kepada Liputan6.com.

Dia mengaku pakaian yang dikenakannya seringkali berbeda dengan di rumah. Febri ingin menunjukkan sisi kerennya kepada orang-orang yang ditemuinya. Beberapa kali dia belanja ke pasar untuk membeli pakaian baru untuk dikenakannya saat nongkrong.

Meskipun tak terlalu mahal, Febri mengaku sering terinspirasi dari gaya berpakaian orang di media sosial dan orang-orang yang berlalu-lalang di kawasan Sudirman.

"Saya tiap hari ke sini, kegiatannya ya ngobrol, main-main. Saya kalau ke sini ngerasa harus pakai baju keren, kadang ada yang minta foto dari fotografer saya juga suka foto-foto sih," jelas Febri.

 

3 dari 3 halaman

Wajib Jaga Kebersihan dan Fasilitas Publik

Tren remaja Citayam yang belakangan kerap ditemukan bergumul di pusat Kota Jakarta memunculkan sebuah fenomena baru. Banyak orang menyebutnya dengan 'Citayam Fashion Week' lantaran muda-mudi tersebut mengenakan pakaian yang sangat stylish.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menilai, fenomena remaja Citayam dan Bojonggede nongkrong di beberapa tempat, lantaran saat ini dalam masa libur sekolah. Dia meyakini, kedatangan mereka hanya sekadar mencari hiburan.

Riza pun mengaku senang karena para muda-mudi tersebut pergi ke Dukuh Atas dengan menggunakan transportasi publik. Hal ini karena DKI Jakarta dalam pengelolaan tata kota semakin baik.

"Mereka mungkin mencari rekreasi hiburan, melihat Kota Jakarta yang semakin bersih, semakin menarik, tentu kami mengapresiasi," kata Riza di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Senin (4/7/2022).

Politikus Partai Gerindra ini mengungkapkan, tidak mempermasalahkan fenomena muda-mudi Citayam yang berada di kawasan-kawasan tertentu di Jakarta. Pasalnya, DKI Jakarta diperuntukan untuk semua warga Indonesia.

Terpenting, menurut Riza, muda-mudi Citayam dan Bojonggede tersebut harus bisa menjaga kebersihan dan fasilitas publik di Jakarta.

"Kota Jakarta ini kota milik semua, tidak hanya warga Jakarta, tapi seluruh warga Indonesia, siapa saja boleh datang ke Jakarta. Yang penting mari kita rawat, kita jaga kebersihannya, kerapihannya, ketertibannya," jelas Riza.

Riza menuturkan, bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI telah memberikan arahan kepada semua pihak, seperti Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk 'terjun' menjaga keamanan dan kebersihan di Jakarta.

"Untuk menjaga kebersihan, ketertiban, dan keamanan supaya lebih nyaman bagi semua, siapa saja pengunjung yang datang ke Jakarta, dengan maksud rekreasi, jalan-jalan. Apalagi ini di tengah liburan sekolah anak-anak," ungkapnya.

Disamping itu, Riza pun memuji penampilan para remaja itu yang dinilai mencintai produk-produk dalam negeri. 

"Enggak ada masalah, saya lihat juga di medsos outfit, sepatu mereka juga keren-keren, produk lokal lagi," kata Riza.

Riza menyebut, itu bagian dari kreasi dan inovasi anak muda. 

"Soal fashion show disesuaikan waktu, di trotoar silahkan, itu kan kreasi, inovasi anak-anak muda kita. Video-video juga keren-keren," ujar dia.