Liputan6.com, Jakarta - Panyidik Bareskrim Polri menemukan adanya aliran dana yang masuk ke kantong pribadi para pengurus Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menerangkan, berdasarkan hasil penyelidikan, diketahui ACT mengelola beberapa dana sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) dari beberapa perusahaan serta donasi dari masyarakat.
"Di antaranya donasi mayarakat umum, donasi kemitraan perusahaan nasional dan internasional, donasi institusi/kelembagaan nonkorporasi dalam negeri maupun internasional, donasi dari komunitas, dan donasi dari anggota lembaga," kata Ahmad Ramadhan dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/7/2022).
Advertisement
Baca Juga
Ramadhan menerangkan, dana sekira Rp 60.000.000.000 terkumpul di Yayasan ACT setiap bulannya. Dari jumlah itu, pihak yayasan memotong sekira 10 persen sampai 20 persen.
Menurut pengakuan pengurus, dana umat yang disunat itu digunakan untuk keperluan pembayaran gaji pengurus dan seluruh karyawan. Tak hanya itu, pembina dan pengawas Yayasan ACT juga mendapatkan dana operasional yang bersumber dari potongan donasi tersebut.
"Jadi langsung dipangkas oleh pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) sebesar 10 persen - 20 persen (Rp 6.000.000.000 – Rp 12.000.000.000)," beber Ramadhan.
Ramadhan menerangkan, Yayasan Aksi Cepat Tanggap ACT resmi diluncurkan sebagai yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan pada tanggal 15 April 2005 dengan pendirinya atas nama Ahyuddin.
Seiring berjalannya waktu, Yayasan ACT memperluas karya dan mengembangkan aktivitasnya mulai dari kegiatan tanggap darurat, program pemulihan pascabencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta program berbasis spritual seperti kurban, zakat, dan wakaf.
Polisi Usut Dugaan Penyelewengan Dana Umat ACT
Belakangan ramai, para pengurus Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) diduga menyelewengkan dana umat yang dikelola. Kepolisian pun turun tangan mengusut kasus tersebut setellah menerima laporan masyarakat.
"Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus dan pembina serta sdr Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial/CSR," ujar Ramadhan.
Dalam mengusut kasus ini, polisi menggunakan Pasal 372 KUHP dan atau; Pasal 374 KUHP dan atau; Pasal 45A Ayat (1) Jo Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau; Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) Jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan atau; Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Ancaman Pidana paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000," ujar Ramadhan.
Advertisement