Liputan6.com, Bandung Sebagai tindaklanjut perkembangan situasi pandemi COVID-19 saat ini, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat Ika Mardiah menyampaikan bahwa Pemda Provinsi Jawa Barat akan terus mengkampanyekan budaya kebiasaan adaptasi baru dan menginformasikan kebijakan transisi dari masa pandemi menuju endemi.
Hal tersebut disampaikan Ika Mardiah saat Diskusi Publik Hasil Pengukuran Indeks Persepsi Pandemik COVID -19 dan Persepsi Publik Terkait Endemik Jawa Barat 2022, Jumat (8/7/2022). Adapun pada diskusi publik tersebut memaparkan hasil penelitian dari peneliti senior Inilah Digital Media (IDM) Strategic Gilang Mahesa.
Baca Juga
Salah satu poin yang digarisbawahi dalam hasil penelitian tersebut yaitu satu hal positif yang terjadi adalah kepercayaan kepada pemerintah semakin baik. Hal tersebut seharusnya menjadi modal besar bagi pemerintah untuk membuat kebijakan-kebijakan strategis dan progresif dalam proses pemulihan kondisi pasca pandemi.
Advertisement
“Masukan dan perbaikan dari hasil penelitian tersebut tentunya akan sangat bermanfaat bagi pemerintah kedepannya,” ucapnya.
Pihaknya mengapresiasi lembaga survei yang telah melakukan penelitian persepsi publik terhadap komunikasi informasi pandemi, indeks kewaspadaan dan pengaruh pada kondisi ekonomi serta mengecek persepsi publik pada kebijakan dan upaya yang telah dilakukan pemerintah.
Untuk diketahui, hingga Jumat 8 Juli 2022 kasus COVID-19 di Jabar sudah mencapai angka 1.115.207 dengan tambahan 612 kasus atau sepuluh kali lipatnya dari tambahan kasus sebulan yang lalu atau pada awal Juni 2022. Dari total kasus COVID-19, angka kematian tercatat sebanyak 15.872 kasus. Sementara keterisian tempat tidur rawat COVID-19 atau bed occupancy rate (BOR) mencapai 4,10 persen.
“Dari Pemda melihat BOR masih rendah jadi tidak seberbahaya tahun lalu di mana Juni-Juli tahun lalu kita mengalami kekurangan oksigen. Sekarang memang ada kenaikan kasus tapi BOR masih aman,” tutur Ika melanjutkan.
Fitur dan Layanan Informasi di PIKOBAT Terus Ditingkatkan
Diakui Ika, selama pandemi yang sudah berjalan menginjak tahun ketiga ini, sejumlah upaya telah dilakukan pemerintah. Dari sisi penyediaan informasi pandemi, Pemda Provinsi Jabar sendiri telah menciptakan aplikasi PIKOBAR yang dibangun ketika pandemi menyeruak di tahun 2020 silam. Fitur-fitur yang tersedia dibuat sesuai dengan kebutuhan warga mengenai informasi COVID-19 di Jabar dan juga penanganannya.
“Di awal kemunculannya, PIKOBAR memuat informasi, koordinasi pendataan dan pendaftaran vaksinasi, kemudian tahun kemarin ada telekonsultasi, telemedicine, pinjam tabung oksigen dan lapor isoman. Jadi PIKOBAR ini benar-benar sangat dimanfaatkan oleh warga Jabar,” tuturnya.
Menurut Ika, saat ini, PIKOBAR sudah diunduh oleh 1,2 juta pengguna internet dan diakses 5 juta lebih pengguna internet. PIKOBAR pun memiliki 32 fitur, di antaranya fitur baru seperti layanan obat dan vitamin gratis yang diantar ke rumah warga.
“PIKOBAR ini adalah layanan yang sangat sesuai dengan kebutuhan warga di masa pandemi dengan memanfaatkan basis digital, dan Alhamdulillah sudah banyak mendapat apresiasi,” ucapnya.
Lainnya terkait dengan pelayanan informasi mengenai kebijakan pemerintah selama pandemi ini, Pemda Provinsi Jabar pun aktif memanfaatkan media sosial. Tak hanya masalah kesehatan dan kampanye protokol kesehatan, Pemda Provinsi Jabar pun turut melakukan upaya pemulihan ekonomi, di antaranya dengan Program Petani Milenial, dan Desa Digital.
“Diskusi saat ini jadi masukan berharga untuk perbaikan kebijakan termasuk cara berkomunikasi kami. Dan kami Dinas Kominfo Jabar berterimakasih kepada IDM Strategic, kami akan terus kolaborasi dalam memetakan data dan informasi melalui survei publik dan data ini bermanfaat bagi kami dalam kebijakan pemerintah dalam pandemi dan juga pemulihan perekonomian,” ucapnya.
Advertisement
Rekomendasi Soal Indeks Persepsi Pandemik COVID-19
Sementara itu, pada diskusi tersebut, Gilang Mahesa memberikan empat rekomendasi yang bisa diaplikasikan pemerintah terkait dengan Indeks Persepsi Pandemik COVID-19 dan Persepsi Publik Terkait Endemik Jawa Barat 2022.
Pertama, Gilang menilai perlunya kembali penyampaian informasi terkait dengan langkah-langkah pemerintah dalam menyiapkan rencana kebijakan di fase transisi menuju endemi sehingga publik dapat memahami dan teredukasi dengan baik. Publik harus mendapatkan informasi terkait dengan prasyarat kondisi endemi, transisi protokol kesehatan, kebijakan mengenai aktivitas sosial dan langkah pemerintah dalam pemulihan ekonomi. Pemerintah juga perlu mendorong kembali informasi terkait dengan ketentuan-ketentuan protokol kesehatan yang masih berlaku saat ini.
Kedua, naiknya angka kasus positif COVID-19 saat ini dan prediksi Menkes bahwa puncak gelombang ketiga Pandemik akan terjadi pada bulan Agustus nanti, maka perlu disikapi dengan mempersiapkan strategi dan pola komunikasi yang tepat. Manfaatkan kondisi persepsi publik yang lebih rileks dan tidak panik saat ini dengan pola informasi yang lebih ringan, menggunakan pendekatan infografik baik berupa gambar atau video dan jangan sesekali mendorong cara informasi yang fear appeal atau fear mongering.
“Strategi komunikasi dan informasi publik juga hendaknya fokus pada konten aplikatif yang menunjukkan bahwa pemerintah telah memiliki skema kebijakan dan siap memasuki fase transisi. Dengan informasi yang aplikatif tersebut diharapkan dapat mendorong perilaku masyarakat untuk dapat menyiapkan diri memasuki fase transisi tersebut,” tuturnya.
Soal Vaksinasi dan Relaksasi Sektor Ekonomi
Ketiga, lanjut Gilang, terkait vaksinasi. Menurut dia, kebijakan baru vaksinasi harus segera disosialisasikan dengan baik sehingga dapat mengubah persepsi publik yang kurang baik terkait dengan kebijakan vaksinasi booster saat ini. Komunikasi dan informasi vaksinasi booster yang cukup masif ini diharapkan dapat mendorong meningkatnya angka vaksinasi booster di Jawa Barat sehingga sesuai dengan harapan pemerintah pusat.
Terakhir, perlunya ruang relaksasi di sektor ekonomi yang cukup lama supaya aktivitas ekonomi yang baru berputar kembali ini tidak terdepresiasi dikarenakan naiknya beban biaya masyarakat terutama di sektor pangan, energi dan BBM, selain itu spending pemerintah bisa lebih dipercepat untuk membantu putaran ekonomi lebih cepat.
“Ruang relaksasi ekonomi yang cukup ini akan memberikan pengaruh positif dan nilai tambah pada pelaksanaan kebijakan pemulihan ekonomi pasca-COVID-19 yang dirancang oleh pemerintah,” ujarnya.
(*)
Advertisement