Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap cuaca cerah berawan terjadi di wilayah DKI Jakarta, Kamis pagi, 14 Juli 2022.
Sementara, hujan intensitas ringan hingga sedang terjadi di siang hari dan sejumlah titik dilaporkan berpotensi dibarengi petir dan angin kencang.
"Waspada Potensi hujan disertai kilat/petir dan angin kencang di Jaksel, dan Jaktim pada siang dan sore hari serta Kep. Seribu, Jakut, dan Jakbar di Dini hari," jelas BMKG.
Advertisement
Baca Juga
Seperti halnya Ibu Kota, dua kota penyangga Jakarta, yaitu Depok dan Bogor juga diprediksi cerah berawan. Sedangkan cuaca berawan menyelimuti wilayah Bekasi dan Tangerang Kamis pagi.
Hingga menjelang malam hari, BMKG melaporkan hujan yang turun di wilayah Bogor bakal disertai petir dan angin kencang.
"Waspada potensi hujan yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang pada sore hingga menjelang malam hari di Kab dan Kota Bogor," kata BMKG diperingatan dini cuaca, Kamis 14 Juli.
Berikut informasi prakiraan cuaca untuk wilayah Jabodetabek selengkapnya yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi BMKG:
 Kota |  Pagi |  Siang |  Malam |
 Jakarta Barat |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |  Berawan |
 Jakarta Pusat |  Cerah Berawan |  Berawan |  Berawan |
 Jakarta Selatan |  Cerah Berawan |  Hujan Sedang |  Berawan |
 Jakarta Timur |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |  Berawan |
 Jakarta Utara |  Cerah Berawan |  Berawan |  Berawan |
 Kepulauan Seribu |  Cerah Berawan |  Berawan |  Berawan |
 Bekasi |  Berawan |  Hujan Ringan |  Berawan |
Depok | Cerah Berawan | Hujan Ringan | Berawan |
Bogor | Â Cerah Berawan | Â Hujan Ringan | Â Hujan Ringan |
Tangerang | Â Berawan | Â Hujan Ringan | Â Berawan Tebal |
BMKG: Aksi Mitigasi Gas Rumah Kaca Harus Lebih Ditingkatkan
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyebut laju peningkatan suhu permukaan di Indonesia sangat bervariasi.
Berdasarkan analisis hasil pengukuran suhu permukaan dari 92 Stasiun BMKG dalam 40 tahun terakhir, menunjukkan kenaikan suhu permukaan lebih nyata terjadi di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah. Dimana, Pulau Sumatera bagian timur, Pulau Jawa bagian utara, Kalimantan dan Sulawesi bagian utara mengalami trend kenaikan > 0,3℃ per dekade.
Laju peningkatan suhu permukaan tertinggi tercatat terjadi di Stasiun Meteorologi Aji Pangeran Tumenggung Pranoto, Kota Samarinda (0,5℃ per dekade). Sementara itu wilayah Jakarta dan sekitarnya suhu udara permukaan meningkat dengan laju 0,40 – 0,47℃ per dekade.
"Secara rata-rata nasional, untuk wilayah Indonesia, tahun terpanas adalah tahun 2016 yaitu sebesar 0,8 °C dibandingkan periode normal 1981-2010 (mengikuti tahun terpanas global), sementara tahun terpanas ke-2 dan ke-3 adalah tahun 2020 dan tahun 2019 dengan anomali sebesar 0,7 °C dan 0,6 °C," papar Dwikorita.
Analisis BMKG tersebut, lanjut Dwikorita, senada dalam laporan Status Iklim 2021 (State of the Climate 2021) yang dirilis Badan Meteorologi Dunia (WMO) bulan Mei 2022 yang lalu. WMO menyatakan bahwa hingga akhir 2021, suhu udara permukaan global telah memanas sebesar 1,11 °C dari baseline suhu global periode pra-industri (1850-1900), dimana tahun 2021 adalah tahun terpanas ke-3 setelah tahun 2016 dan 2020.
Advertisement
Pemanasan Global Dipengaruhi Faktor Kegiatan Manusia
Di sisi lain, Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan, Ardhasena Sopaheluwakan menambahkan, pengkajian yang dilakukan oleh Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyebutkan bahwa pemanasan global tersebut tidak akan terjadi tanpa pengaruh faktor kegiatan manusia (antropogenik).
Pengaruh antropogenik yang lebih kuat dibandingkan pengaruh variabilitas alami seperti La Nina tahun 2020 – 2021 (yang memiliki kecenderungan menurunkan suhu permukaan bumi) dibuktikan pula pada kondisi iklim dua tahun tersebut, yang tetap menjadi tahun terpanas setelah tahun 2016.
"Keadaan perubahan suhu udara permukaan juga diikuti oleh perubahan suhu permukaan laut. Hasil analisis menunjukkan suhu permukaan laut di Indonesia juga terus meningkat, dengan laju yang lebih kuat setelah periode dekade 1960-an yaitu sebesar 0,2°C per dekade," imbuh Ardhasena.
Ardhasena juga menyebutkan bahwa hasil analisis suhu udara permukaan global menurut perhitungan Badan Administrasi Atmosfer dan Kelautan (NOAA) Amerika Serikat, pada bulan Mei 2022 menunjukkan rata-rata anomali sebesar +0,178°C lebih tinggi jika dibandingkan dengan standar normal klimatologi periode 1991-2020.
Pada bulan Juni 2022 ini wilayah dengan nilai anomali positif dimana rata-rata anomali suhu lebih tinggi daripada standar normal klimatologi meliputi bagian timur Amerika Utara, bagian barat Eropa, bagian tengah Rusia, bagian utara Australia, dan sebagian besar Kutub Selatan.