Liputan6.com, Jakarta - Tiga saksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi Ketua Umum HIPMI Mardani H. Maming mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Direktur PT. Permata Abadi Raya (PAR) 2013-2020) Wawan Surya, kemudian Muhammad Bahruddin selaku Komisaris PT. Angsana Terminal Utama (PT. ATU), PT. Trans Surya Perkasa (PT TSP), dan PT. Permata Abadi Raya (PT PAR), serta pihak swasta bernama Andy Cahyadi.
Baca Juga
Sedianya mereka bakal diperiksa dalam kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Advertisement
"Informasi yang kami terima, ketiga saksi tersebut tidak hadir dan tanpa konfirmasi pada tim penyidik terkait alasan ketidakhadirannya," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (13/7/2022).
Ali menyatakan pihaknya bakal menjadwalkan panggilan ulang terhadap mereka. Ali berharap mereka kooperatif terhadap proses hukum di lembaga antirasuah.
"KPK mengingatkan agar para saksi kooperatif untuk hadir pada jadwal pemanggilan berikutnya," kata Ali.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aktifitas keuangan PT. Prolindo Cipta Nusantara (PCN) dalam kasus dugan suap dan penerimaan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan dengan tersangka Mardani H. Maming.
Pendalaman dilakukan saat tim penyidik memeriksa Manajer Keuangan PT. Prolindo Cipta Nusantara (PT. PCN) 2010-2014 Novita Tanudjaja pada Selasa, 12 Juni 2022.
"Tim penyidik mengonfirmasi pengetahuannya antara lain terkait dengan aktifitas dan proses keuangan di PT PCN," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (13/7/2022).
Diduga Terima Suap
Dalam persidangan perkara ini dengan terdakwa eks Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu, Dwidjono Putrohadi Sutopo terungkap bahwa Mardani Maming pernah merima uang Rp 2 miliar dari PT. PCN.
Hal itu diungkap langsung dari berita acara pemeriksaan (BAP) mantan Direktur Utama PT. PCN Henry Soetio yang dibacakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Banjarmasin pada 25 April 2022.
Dalam BAP Henry Soetio disebutkan jika pemberian uang Rp 2 miliar sebagai bentuk dukungan terhadap Mardani Maming yang akan maju menjadi Bupati Tanah Bumbu.
Tak hanya itu, Mardani juga disebut menerima Rp 89 miliar melalui dua perusahaan miliknya, yakni PT. Permata Abadi Raya (PAR) dan PT. Trans Surya Perkasa (TSP). PT. PAR dan TSP bekerja sama PT. PCN dalam hal pengelolaan pelabuhan batu bara dengan PT. Angsana Terminal Utama (ATU).
Hal itu diungkap Dirut PT. PCN Christian Soetio yang merupakan adik dari Henry Soetio. Christian mengetahui adanya uang masuk ke Mardani karena melihat percapakan kakaknya yang meninggal pada 2021 terkait adanya perintah agar PT. PCN mentransfer uang itu kepada Mardani.
Uang sebanyak Rp 89 miliar itu ditransfer kepada dua perusahaan Mardani sejak tahun 2014 hingga 2020.
Diketahui, Ketua Umum HIPMI Mardani H. Maming tak hanya dijerat dalam kasus suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bendum PBNU itu juga disangkakan menerima gratifikasi oleh lembaga antirasuah.
"KPK telah menaikan ke tahap penyidikan terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan penerimaan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (12/7/2022).
Dugaan gratifikasi Mardani Maming diduga dilakukan saat dirinya menjabat Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Ali menegaskan KPK sudah mengantongi sejumlah bukti perbuatan pidana Mardani Maming ini.
"Setelah KPK meminta bahan keterangan kepada sejumlah pihak dan kemudian ditemukan bukti permulaan yang cukup," kata Ali.
Advertisement
Praperadilan
Tak terima dijerat sebagai tersangka, Mardani Maming ajukan praperadilan kepada KPK. KPK menyatakan praperadilan yang diajukan Mardani H. Maming tak akan menghentikan pengusutan kasus dugaan suap dan gratifikasi izin tambang di Kabupaten Tanah Bumbu, Jakarta Selatan.
"Penting perlu kami sampaikan bahwa permohonan praperadilan ini tidak menghalangi upaya KPK untuk terus melakukan penyidikan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (12/7/2022).
Ali mengatakan praperadilan hanya menguji aspek formil seperti sah tidaknya penangkapan atau penahanan. Termasuk menguji sah tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, atau penyitaan.
"Jadi tidak menyentuh aspek materiil, yaitu substansi pokok perkara yang sedang dilakukan proses penyidikannya oleh KPK," kata Ali.