Liputan6.com, Jakarta: Dalam rencana tata kota DKI tahun 1985-2005 lokasi Kawasan Industri Pulogadung (KIP) diproyeksikan menjadi bagian dari pusat kota, pusat bisnis, dan kawasan perumahan. Sayang krisis moneter keburu menerjang sehingga rencana itu berjalan tersendat-sendat. Meski demikian, sebanyak 825 unit usaha kecil dan menengah (UKM) yang berada di bawah payung Badan Pengelola Lingkungan Industri dan Pemukiman Pulogadung (BPLIP) masih giat beraktivitas.
Barang-barang yang dihasilkan termasuk beragam, mulai dari garmen, kulit, logam, sampai mebel. Sejak dikukuhkan sebagai kawasan industri, menurut Kepala BPLIP M. Zainudin, pihaknya terus berupaya menggerakkan roda perekonomian. BPLIP telah menerapkan sejumlah program usaha, antara lain pengembangan bisnis pengusaha, perluasan areal pabrik, dan kelembagaan. "Dengan program itu diharapkan akan menarik perhatian konsumen dari luar Jakarta," kata Zainudin. Keunggulan lain yang bisa dipetik pembeli adalah harga cukup kompetitif.
Rencananya, setelah KIP tertata rapih, pengelola akan mengembangkan kawasan itu menjadi lokasi Wisata Belanja. Di sana, konsumen bisa menemukan barang-barang berkualitas nasional maupun internasional. Para pengusaha yang tergabung dalam Forum Pengembangan Usaha (FPU) tentu saja menyambut baik rencana itu. Sejak KIP berdiri, mereka sudah mampu meraih keuntungan berkat kemudahan yang diberikan pengelola, seperti harga sewa bengkel produksi sekaligus ruang pamer yang terbilang murah. Misalnya, bangunan ukuran 36 hingga 48 meter persegi disewakan Rp 37-55 ribu per bulan. Harga itu diluar ongkos listrik dan air.
Di sisi lain, pebisnis dapat memperoleh latihan dengan sarana yang memadai. Ongkos pelatihan juga relatif terjangkau sehingga tidak mengganggu modal para pengusaha kecil. Untuk dapat merangkul investor, BPLIP mengubah fungsi lembaga dari badan pengelola menjadi PT CD SMEs Indonesia (Center For Development of Small and Medium Enterprise). Perubahan lembaga ini memudahkan investor untuk mengakses para pengusaha kecil dan menengah. Bahkan, pemodal bisa mencari daftar profil pengusaha UKM melalui internet. Sebaliknya, produsen pun dapat mencari order barang sesuai kemampuan bengkel industrinya. "Kami membantu untuk mengatasi hambatan dalam bertransaksi," kata Direktur CD SMEs Gito Bantas.
Mengubah wajah KIP menjadi pusat Wisata Belanja memang tidak mudah. Selain butuh anggaran besar, kesulitan birokrasi di tingkat Pemerintah Daerah Jakarta Timur juga menjadi kendala. Akses fisik menuju lokasi KIP pun sulit dicapai. Maklumlah kawasan Pulogadung terkenal macet karena jalan besar kurang tersedia. Tak hanya itu. Sarana pengamanan pun perlu ditingkatkan. Pasalnya, di sebagian wilayah Pulogadung masih banyak terdapat pemukiman kumuh dan keamanan yang masih belum kondusif. Padahal kenyamanan untuk mencapai areal industri sangat dibutuhkan masyarakat dan para investor lokal maupun asing.(KEN/Tim Usaha Anda)
Barang-barang yang dihasilkan termasuk beragam, mulai dari garmen, kulit, logam, sampai mebel. Sejak dikukuhkan sebagai kawasan industri, menurut Kepala BPLIP M. Zainudin, pihaknya terus berupaya menggerakkan roda perekonomian. BPLIP telah menerapkan sejumlah program usaha, antara lain pengembangan bisnis pengusaha, perluasan areal pabrik, dan kelembagaan. "Dengan program itu diharapkan akan menarik perhatian konsumen dari luar Jakarta," kata Zainudin. Keunggulan lain yang bisa dipetik pembeli adalah harga cukup kompetitif.
Rencananya, setelah KIP tertata rapih, pengelola akan mengembangkan kawasan itu menjadi lokasi Wisata Belanja. Di sana, konsumen bisa menemukan barang-barang berkualitas nasional maupun internasional. Para pengusaha yang tergabung dalam Forum Pengembangan Usaha (FPU) tentu saja menyambut baik rencana itu. Sejak KIP berdiri, mereka sudah mampu meraih keuntungan berkat kemudahan yang diberikan pengelola, seperti harga sewa bengkel produksi sekaligus ruang pamer yang terbilang murah. Misalnya, bangunan ukuran 36 hingga 48 meter persegi disewakan Rp 37-55 ribu per bulan. Harga itu diluar ongkos listrik dan air.
Di sisi lain, pebisnis dapat memperoleh latihan dengan sarana yang memadai. Ongkos pelatihan juga relatif terjangkau sehingga tidak mengganggu modal para pengusaha kecil. Untuk dapat merangkul investor, BPLIP mengubah fungsi lembaga dari badan pengelola menjadi PT CD SMEs Indonesia (Center For Development of Small and Medium Enterprise). Perubahan lembaga ini memudahkan investor untuk mengakses para pengusaha kecil dan menengah. Bahkan, pemodal bisa mencari daftar profil pengusaha UKM melalui internet. Sebaliknya, produsen pun dapat mencari order barang sesuai kemampuan bengkel industrinya. "Kami membantu untuk mengatasi hambatan dalam bertransaksi," kata Direktur CD SMEs Gito Bantas.
Mengubah wajah KIP menjadi pusat Wisata Belanja memang tidak mudah. Selain butuh anggaran besar, kesulitan birokrasi di tingkat Pemerintah Daerah Jakarta Timur juga menjadi kendala. Akses fisik menuju lokasi KIP pun sulit dicapai. Maklumlah kawasan Pulogadung terkenal macet karena jalan besar kurang tersedia. Tak hanya itu. Sarana pengamanan pun perlu ditingkatkan. Pasalnya, di sebagian wilayah Pulogadung masih banyak terdapat pemukiman kumuh dan keamanan yang masih belum kondusif. Padahal kenyamanan untuk mencapai areal industri sangat dibutuhkan masyarakat dan para investor lokal maupun asing.(KEN/Tim Usaha Anda)