Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa Tenaga Ahli Madya Kantor Staf Presiden bernama Grenata Louhenapessy dalam kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) persetujuan prinsip pembangunan Gerai Alfamidi di Pemerintahan Kota Ambon.
Grenata akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas sang ayah, Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy.
Baca Juga
"Pemeriksaan dilakukan di KPK, Jl. Kuningan Persada Kav-4, Setiabudi, Kuningan, Jakarta Selatan atas nama Grenata Louhenapessy," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (14/7/2022).
Advertisement
Dalam kasus ini KPK menjerat Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy sebagai tersangka kasus dugaan suap izin pembangunan Alfamidi dan gratifikasi di Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon.
Selain Richard, KPK juga menjerat dua tersangka lainnya. Yakni Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanussa dan pihak swasta dari Alfamidi bernama Amri.
"Setelah pengumpulan berbagai informasi dan data terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, KPK menelaah, menganalisa, dan melanjutkan ke tahap penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, sehingga KPK sejak awal April 2022 meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan," ujar Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat 13 Mei 2022.
Firli mengatakan, Richard baru saja dijemput paksa tim penyidik lantaran tak kooperatif terhadap proses hukum. Richard dijemput paksa di sebuah rumah sakit di Jakarta Barat.
Sebelum dijemput paksa, Richard terlebih dahulu meminta penundaan pemanggilan dan pemeriksaan karena mengaku tengah menjalani perawatan medis.
Namun tim penyidik berinisiatif mengecek kesehatan Richard secara langsung. Dari hasil tersebut, tim penyidik menilai Richard dalam kondisi sehat dan layak dilakukan pemeriksaan oleh KPK.
"Tim Penyidik selanjutnya membawa RL (Richard) ke Gedung Merah Putih KPK guna dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," kata Firli.
Richard dan Andrew yang menjadi tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Amri yang menjadi tersangka pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Suap Pembangunan 20 Cabang Alfamidi di Kota Ambon
Firli Bahuri menyebut Richard Louhenapessy menerima suap untuk pembangunan 20 cabang Alfamidi di Kota Ambon.
Firli mengatakan, karyawan Alfamidi bernama Amri yang berpangkat Kepala Perwakilan Regional ini aktif berkomunikasi hingga bertemu dengan Richard agar proses perizinan Alfamidi bisa segera disetujui dan diterbitkan.
Atas permintaan itu, Richard memerintahkan Kepala Dinas PUPR Pemkot Ambon memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya surat izin tempat usaha (SITU), dan surat izin usaha perdagangan (SIUP).
"Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, RL (Richard) meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp 25 juta menggunakan rekening bank milik AEH (Andrew Erin Hehasnussa) yang adalah orang kepercayaan RL," ujar Firli dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 13 Mei 2022.
Tak hanya itu, Richard juga diduga menerima suap sekitar Rp 500 juta dari Amri. Suap itu terkait persetujuan pembangunan untuk 20 gerai Alfamidi di Kota Ambon.
Dalam perkembangannya, KPK juga menjerat Richard sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Advertisement