Liputan6.com, Jakarta Kamarudin Simanjuntak, Pengacara Keluarga Almarhum Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat, menemukan bukti baru terkait dugaan pembunuhan berencana yang menewaskan kliennya. Hal itu terungkap dari temuan bukti luka jerat di leher almarhum.
“Kami menemukan ada luka lilitan luka di leher, di lehernya seperti ada luka dijerat dari belakang jadi kami yakin ini (pembunuhan) berencana dan tidak mungkin satu orang karena ada yang menggunakan pistol dan menggunakan senjata tajam, sekiranya ini satu lawan satu tidak mungkin ada luka itu (jeratan si leher),” yakin Kamarudin saat datang ke Markas Bareskrim Polri di Jakarta, Rabu (20/7/2022).
Kepada awak media, Kamarudin menunjukkan bukti-bukti tersebut melalui sejumlah foto. Menurut dia, hal itu yang menjadi alasan kuat mengapa visum ulang harus dilakukan kepada almarhum Brigadir Yoshua dengan membongkar kuburannya.
Advertisement
“Kami mohon kepada Kapolri untuk membentuk tim untuk membongkar kuburan dan membentuk tim melakukan visum ulang kenapa karena temuan fakta kami bukan tembak-menembak, tapi seperti jerat kawat dan ada luka robek di kepala, bibir dan bawah mata dan kemudian di jari-jari jadi itu bukan akibat peluru,” yakin dia lagi.
Dikonfirmasi terpisah, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, pihaknya akan menyampaikan hasil autopsi Brigadir Yoshua yang sudah dilakukan kepada pihak keluarga. Menurut dia, hasil autopsi akan dibuka semata demi transparansi.
"Saya sampaikan sebagai wujud keterbukaan penyidik, Insya Allah dari pihak keluarga akan diterima oleh penyidik dan tentunya didampingi oleh pihak pengacaranya," kata Dedi kepada wartawan, Selasa 19 Juli 2022.
"Nanti penyidik dalam hal ini akan menyampaikan kepada kedokteran forensic, menyampaikan kepada pihiak keluarga dan kawan-kawan nya tentang hasil autopsi yang sudah dilakukan," sambung Dedi.
Ia menjelaskan, dari hasil autopsi itu nantinya bakal ada gambaran agar tidak ada lagi spekulasi yang berkembang.
Keluarga Brigadir Yoshua Dilarang Buka Peti Mati
Kuasa hukum atau pengacara keluarga Brigadir Yoshua, Johnson Simanjuntak, mengatakan pihak keluarga dilarang untuk membuka peti jenazah almarhum. Sehingga, itu yang menjadi alasan pihaknya meminta agar Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk menonaktifkan Brigjen Hendra Kurniawan dari jabatannya sebagai Karopaminal Divisi Propam Polri.
Adapun terdapat insiden baku tembak antara Bharada E dan Brigadir Yoshua pada Jumat, 8 Juli 2022 di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Istri Kadiv Propam disebut mengalami pelecehan seksual oleh Brigadir Yoshua. Dalam kejadian tersebut, Brigadir Yoshua dinyatakan meninggal dunia.
"Karopaminal itu harus diganti, karena dia bagian dari masalah dan bagian dari seluruh persoalan yang muncul. Karena dia yang melakukan pengiriman mayat dan melakukan tekanan kepada keluarga untuk (melarang) membuka peti mayat," kata Johnson saat dihubungi, Rabu (20/7/2022).
Johnson pun menyebut, tak hanya melanggar asas keadilan, Karopaminal juga disebutnya juga melanggar prinsip-prinsip hukum adat.
"Jadi selain melanggar asas keadilan juga melanggar prinsip-prinsip hukum adat yang sangat diyakni oleh keluarga korban. Menurut saya itu harus dilakukan. Tapi yang jauh lebih penting adalah, Kapolres itu yang melakukan memimpin proses penyidikan," sebutnya.
Advertisement
Keluarga Brigadir Yoshua Diduga Dapatkan Intimidasi
Sementara, Kuasa Hukum Keluarga Brigadir Yoshua, Kamaruddin Simanjuntak mengatakan Karopaminal Brigjen Hendra Kurniawan diduga melakukan tindakan intimidasi terhadap keluarga Brigadir Yoshua. Sehingga tindakan ini yang tidak etis dilakukan oleh seorang aparat penegak hukum.
"Kalau Karopaminal itu terlalu keras. Kemudian dia dianggap tidak berperilaku sopan kepada kami datang ke kami sebagai Karopaminal di Jambi dan terkesan intimidasi keluarga alamarhum, dan memojokan keluarga sampai memerintah untuk tidak boleh memfoto, tidak boleh merekam, tidak boleh pegang hp," ungkapnya.
Kamaruddin Simanjuntak mengaku binngung, karena Karopaminal Brigjen Hendra Kurniawan tidak bertindak sebagai polisi mengayomi. Sehingga hal ini tidak patut dicontoh oleh aparat yang lainnya.
"Masuk ke rumah tanpa izin, langsung menutup pintu dan itu tidak mencerminkan perilaku Polri sebagai pelindung, pengayom masyarakat. Apalagi beliau Karopaminal, harusnya membina mental Polri, tetapi ini justru mengintimidasi orang yang sedang berduka," tutupnya.