Sukses

PDIP Desak Aktor Intelektual Peristiwa Kudatuli 26 Tahun Silam Diusut Tuntas

DPP PDI Perjuangan (PDIP) meminta kasus penyerangan kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 27 Juli 1996 untuk diusut tuntas dan aktor intelektualnya harus dihukum dan bertanggung jawab.

Liputan6.com, Jakarta DPP PDI Perjuangan (PDIP) meminta kasus penyerangan kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 27 Juli 1996 untuk diusut tuntas dan aktor intelektualnya harus dihukum dan bertanggung jawab.

Hal itu diungkap dalam Diskusi Publik Memperingati 26 Tahun Peristiwa 27 Juli yang digelar di kantor DPP PDIP, di Jalan Diponegoro 58, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (21/7/2022).

Adapun peristiwa 27 Juli dikenal dengan peristiwa Kudeta Dua Puluh Tujuh Juli atau Kudatuli, di mana terjadi penyerangan untuk pengambilalihan paksa gedung kantor PDI yang saat itu diduduki oleh pendukung Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

“Kami akan mencari setiap ruang yang ada. Jadi kepada Tim Pembela Demokrasi Indonesia kita minta bantuannya terus, kita akan mencari setiap celah keadilan, setiap ruang bagi penegakan hukum yang berkeadilan”, kata Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto di Kantor DPP PDIP, Kamis (21/7/2022).

“Kita akan terus membangun optimisme bagi kita dengan membangun kekuatan bersama, pada akhirnya siapapun yang menjadi aktor-aktor intelektual terhadap serangan Partai Demokrasi Indonesia saat itu, harus dituntut di muka hukum biar keadilan betul-betul ditegakkan,” sambung Hasto.

Hasto menyebut Kudatuli adalah peristiwa sejarah yang mengajarkan bahwa pemerintahan yang otoriter tidak akan tahan lama. Sebab pemerintahan itu seharusnya dari kekuatan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

“Kasus 27 Juli mengajarkan intisari kekuatan partai yang berasal dari rakyat yang ini akan menjadi sesuatu kekuatan moral yang maha dasyat yang akan mengoreksi siapapun ketika watak pemerintahan telah bergeser dan melupakan cita-cita dari rakyat Indonesia, dari amanat penderitaan rakyat itu,” kata Hasto.

Sementara itu, politikus PDIP Ribka Tjiptaning menceritakan pengalamannya sebagai salah satu korban. Sia mengibaratkan laiknya penyakit, kasus 27 Juli adalah penyakit kronis yang belum sembuh sampai sekarang. Karena itulah dirinya baru saja ke kantor Komnas HAM bersama 300-an orang meminta penjelasan soal penyelesaian kasus itu.

“Sejarah harus tetap ditegakkan,” kata Ribka. 

2 dari 2 halaman

Banyak Orang Hilang

Baginya, Kudatuli adalah sejarah kelabu. Komnas HAM merilis resmi hanya 5 orang meninggal. Padahal banyak yang hilang. “Jangan sampai lupa 27 Juli itu,” tegasnya.

Senada dengan Ribka, politikus PDIP Trimedya Panjaitan mengatakan harus ada gebrakan sehingga bisa menuntaskan kasus tersebut sampai ke aktor intelektualnya. “Otak intelektualnya, siapapun dia, hukum tak boleh tajam ke bawah tumpul ke atas. Hukum tak boleh hanya berpihak pada orang yang punya kekuasaan,” tegas Trimedya.