Sukses

Klarifikasi Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum Usai Sebut Perundungan Anak di Tasikmalaya Hanya Candaan

Wakil Gubernur Jawa Barat (Wagub Jabar) Uu Ruzhanul Ulum angkat bicara soal kasus perundungan anak di Tasikmalaya.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Gubernur Jawa Barat (Wagub Jabar) Uu Ruzhanul Ulum angkat bicara soal kasus perundungan anak di Tasikmalaya. Diketahui, kasus itu dialami bocah 11 tahun yang masih bersekolah di kelas 5 SD. Ia menjadi korban perundungan teman-temannya sendiri.

Korban perundungan dipaksa setubuhi kucing dan videonya disebar ke media sosial hingga viral. Nahas, akibat peristiwa itu, korban mengalami Depresi berat hingga akhirnya meninggal dunia.

Atas kejadian itu, Wagub Jabar Uu meminta agar dugaan kasus perundungan di Kabupaten Tasikmalaya tersebut bisa diselesaikan secara kekeluargaan dan tidak berlanjut ke meja hijau. Ia memandang bahwa aksi tersebut hanya candaan.

Uu mengaku dirinya sudah melakukan komunikasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya untuk mengetahui lebih jelas perkara tersebut. Langkah itu dilakukannya karena mendapat tugas dari Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.

"Setelah mendengarkan kronologi dari Ketua KPAID, sebenarnya yang viral di masyarakat, ada persetubuhan lah itu yang lain, saya lihat videonya enggak mungkin ya (ada persetubuhan), apalagi anak kecil seperti itu. Mohon maaf yah biar lebih jelas, itu (kemaluan korban) juga enggak 'bangun' yah, mau bersetubuh bagaimana," ujar Uu kepada wartawan di Tasikmalaya, Sabtu 23 Juli 2022.

Namun tak lama, pernyataan Wagub Jabar Uu pun menjadi viral di sosial media. Uu lantas meminta maaf atas segala pernyataaannya, terutama soal kasus perundungan di Kabupaten Tasikmalaya hanya candaan.

"Saya secara pribadi meminta maaf kepada masyarakat, tapi konteksnya perasaan saya sudah selesai saya berstatmen secara resmi," ucap Uu melalui sebuah video yang dunggah di aku Instagram miliknya @ruzhanul, Senin (25/7/2022).

Lebih lanjut, Uu membenarkan memang candaan seperti itu nyata adanya sejak dirinya kecil. Namun, dia menegaskan, apa pun bentuk bully atau perundungan tidaklah dibenarkan baik secara aturan negara maupun agama.

"Saya teringat ketika saya kecil, dan hal semacam itu dilarang yah ga boleh. Tapi maksud saya mengolok-olokan itu ga boleh apalagi melakukannya. Disebut hal biasa karena pernah saya alami, tapi itu tidak boleh dan tidak baik menurut agama," kata Uu.

Uu pun mengajak masyarakat untuk senantiasa memberikan edukasi yang baik terhadap generasi muda atau anak-anak, agar peristiwa bully tidak terjadi lagi dikemudian hari.

"Mari kita tingkatkan pemahaman dan edukasi bagi anak-anak kita. mudah-mudahan hal seperti itu tidak terulang lagi," ucap Uu.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Akui Sudah Bertemu Keluarga Korban

Smentara itu, setelah melihat video Uu menilai tidak ada persetubuhan antara korban dengan kucing. Namun, ia memandang bahwa ada orang yang sengaja memanfaatkan, sehingga pada tampilan video tersebut kemudian disebarkan.

Uu lantas meminta agar semua tidak berandai-andai sebelum ada temuan pasti terkait meninggalnya korban yang masih berusia 11 tahun itu.

"Yang telah beredar asumsi masyarakat, tapi butuh penyidikan dari ahlinya. Namun, kejadian yang telah terjadi itu agar masyarakat jangan membagikan hingga diviralkan," ucap dia.

Uu kemudian mengungkapkan dirinya sudah bertemu langsung dengan keluarga korban. Menurut dia, dari hasil pertemuan itu, mereka tidak memiliki niat lebih hingga ke meja hijau, apalagi untuk memanfaatkan situasi.

Yang diharapkan oleh keluarga, menurutnya adalah islah dari kedua belah pihak agar mereka bisa hidup kembali di masyarakat.

"Karena mereka (para pelaku) masih tetangga, meski bapaknya tertunduk dan ada beda dengan emaknya (ibu) tertawa-tertawa," kata Uu.

Oleh karena itu, ia meminta agar aparat penegak hukum tidak melanjutkan kasus tersebut ke meja hijau. Namun langkah hukum menurutnya hal yang sah untuk terciptanya keadilan. Namun, ia tidak menampik bahwa selama ini ada tekanan yang membuat keluarga pelaku trauma.

"Berkaitan dengan kejadian di Tasikmalaya secara hukum sosial lebih berat," sebut Uu.

Ia mengungkapkan bahwa dirinya saat kecil kerap mendengar adanya kejadian persetubuhan manusia dengan hewan.

"Kejadian itu dengan kerbau berada di Cikatomas, tetangga saya dengan ayam. Karena, hal itu merupakan candaan dan biasa, jangan diviralkan, makanya disudahi kasus tersebut," pungkas Uu.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

 

3 dari 4 halaman

Kasus Perundungan, Korban Depresi Berat hingga Meninggal Dunia

Sebelumnya, seorang anak yang masih duduk di bangku sekolah kelas 6 dilaporkan mengalami depresi berat dengan kondisi tidak mau makan dan minum, kemudian dibawa ke rumah sakit hingga akhirnya meninggal dunia.

Persoalan anak itu mendapatkan perhatian dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAID) Tasikmalaya yang melakukan pendampingan hukum untuk menyelesaikan kasus tersebut.

Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto mengatakan hasil informasi yang dihimpun bahwa korban sempat dipukuli teman sepermainannya, dan disuruh untuk berbuat cabul pada seekor kucing lalu direkam menggunakan kamera video telepon seluler.

"Bentuk perundungannya adegan tidak senonoh, di mana korban dipaksa dan diancam teman sepermainannya," kata Ato.

 

 

4 dari 4 halaman

Kata Polisi

Polres Tasikmalaya telah menyelidiki kasus perundungan yang menimpa anak SD di Tasikmalaya hingga Depresi dan meninggal dunia. Usai diketahui fakta-fakta di lapangan, selanjutnya akan diproses sesuai aturan perundangan-undangan yang berlaku.

"Yang jelas kita sudah turun tangan, kita sudah bekerja sama dengan para pihak insya Allah kita atensi terkait penanganan ini," kata Kepala Satuan Reskrim Polres Tasikmalaya AKP Dian Pornomo, Kamis 22 Juli 2022.

Dian mengatakan, Polres Tasikmalaya sudah mendapatkan informasi dan laporan adanya kasus perundungan, berupa pemaksaan untuk setubuhi kucing, korbannya anak usia 11 tahun warga Kecamatan Singaparna hingga anak tersebut diduga depresi dan akhirnya meninggal dunia.

Polres Tasikmalaya, kata dia, dalam kasus tersebut akan dilakukan secara profesional dan melibatkan semua pihak yakni tokoh masyarakat, tokoh agama, maupun Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID), dan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Tasikmalaya.

Koordinasi dengan semua unsur itu, kata dia, terkait penanganan lebih lanjut dalam menyelesaikan masalah anak yang menjadi korban maupun pelaku dalam kasus perundungan itu.

"Kita tetap mengedepankan amanah undang-undang, memberikan proses yang terbaik menangani secara profesional dan memperhatikan kepentingan anak," katanya.

Ia menjelaskan dalam proses penanganan kasus itu kepolisian akan menerapkan Undang-undang sistem perlindungan anak, termasuk di dalamnya ada tentang diversi.

Dalam proses penanganan hukum itu, kata dia, tentunya kepolisian akan terlebih dahulu mencari fakta di lapangan dengan melakukan gelar perkara.

"Nanti kita lihat hasilnya, fakta-faktanya bagaimana," kata Dian.

 

Reporter : Mochammad Iqbal

Sumber : Merdeka.com