Liputan6.com, Jakarta - Dosen Universitas Indonesia (UI) Ade Armando menceritakan kronologi pengeroyokan yang menimpa dirinya saat berada di tengah-tengah massa demo di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pada 11 April 2022 lalu.
Ade Armando mengatakan bahwa kejadian pengeroyokan tersebut bermula dari teriakan seorang ibu-ibu yang menghampirinya di tengah-tengah massa aksi demo.
"Saya lupa persisnya, tapi kira-kira 'Sebagai orang Padang saya malu dengan Anda'. Saya terus berusaha mengejar ulang dan mempertanyakan maksud Anda apa," ujar Ade saat dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus pengeroyokan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (27/7/2022).
Advertisement
Menurut Ade, terdapat dua ibu yang mengatakan hal serupa dan menyebut dirinya sebagai penista agama. Namun, kedua ibu-ibu itu pergi setelah mengatakan hal tersebut.
Saat Ade ingin meninggalkan lokasi, tiba-tiba dia didatangi massa yang langsung memukulnya dari belakang. Serangan itu berlangsung bertubi-tubi, bahkan ada yang memprovokasi dengan berteriak 'keroyok Ade Armando'.
"Saya teruyung-uyung. Saya jatuh, begitu saya jatuh saya ditendangi berulang-ulang oleh orang-orang tersebut. Akibatnya saya harus menutupi kepala saya dengan menaikkan dua tangan saya untuk melindungi kepala saya," ujar Ade.
Ade mengatakan, beberapa orang kemudian menarik celana yang dikenakannya. Ia tak bisa menahan itu lantaran harus melindungi kepala dari pukulan.
"Saya enggak mungkin lagi menahan celana saya. Sehingga, akhirnya celana bisa diturunkan," ucap Ade.
Salah seorang anggota kepolisian kemudian menghampiri dan mengamankan Ade Armando ke pos keamanan DPR. Akibat insiden itu, Ade menderita luka di bagian kepala belakang, wajah, dan badan. Ia dilarikan ke rumah sakit dan menjalani perawatan selama dua pekan.
Â
6 Terdakwa
Dalam perkara ini, Al Fikri, Abdul Latif, Marcos Iswan, Komar, Dhia Ul Haq, dan Muhammad Bagja didakwa melakukan kekerasan secara bersama-sama kepada Ade Armando. Peristiwa kekerasan tersebut terjadi di depan Gedung DPR, Jakarta Pusat, pada 11 April 2022, pukul 15.00 WIB.
Kasus itu bermula ketika keenam terdakwa mengetahui adanya unjuk rasa yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di depan Gedung DPR. Mereka disebut berasal dari Partai Masyumi dan bermaksud ikut serta dalam unjuk rasa tetapi bukan bagian dari kelompok mahasiswa.
Marcos, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja merupakan pengemudi ojek daring. Komar berprofesi sebagai sopir sedangkan Abdul seorang buruh.
Saat massa unjuk rasa mulai membubarkan diri, terdengar suara yang meneriakkan 'itu Ade Armando, keroyok'. Teriakan itu membuat Marcos, Komar, Abdul, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja melakukan tindakan kekerasan ketika Ade Armando melintas di hadapan mereka.
Marcos disebut menendang menggunakan kaki kanannya sebanyak dua kali dan membuat Ade Armando terjatuh. Komar memukul bagian kepala Ade Armando sebanyak satu kali.
Kemudian, Abdul memukul pipi Ade Armando sebanyak satu kali. Bagja berperan menarik kaos Ade Armando.
Lalu, Al Fikri memukul bagian mata kanan Ade Armando dan tiga kali menendang perutnya. Sedangkan, Dhia Ul Haq memukul kepala bagian belakang Ade Armando.
Perbuatan tersebut membuat Ade Armando terluka parah. Dia terluka di bagian wajah, kepala, serta cedera di otak.
Marcos, Komar, Abdul, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja didakwa melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP. Lalu, melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP sebagai dakwaan subsider.
Â
Reporter: Rahmat Baihaqi
Merdeka.com
Advertisement