Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra bersama kelompok masyarakat sipil, menyambangi Kantor Menko Polhukam Mahfud Md. Kedatangan mereka, dimaksud untuk membahas sejumlah pasal karet dalam yang diyakini terdapat di Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
“Pada 2018, Dewan Pers sudah mengajukan usulan delapan klaster pasal yang dinilai bermasalah. Namun, masukan dari Dewan Pers dan konstituen tidak dimasukkan sama sekali,” kata Azyumardi kepada Mahfud, seperti dikutip dari situs resmi Dewan Pers, Jumat (29/7/2022).
Baca Juga
Azyumardi menambahkan, perkembangan pembahasan RKUHP kini malah menambah daftar panjang klaster pasal karet. Dia mengatakan, kini terdapat sembilan klaster dari 22 pasal umum yang mengganggu hak berekspresi.
Advertisement
“Dari 22, 14 di antaranya berkaiatan dengan kemerdekaan pers,” yakin Azyumardi.
Azyumardi meyakini, klaster pemetaan itu merupakan hasil konseling pihaknya dengan masyarakat sipil dan pihak terkait. Azyumardi mengaku, hal itu juga sudah disampaikan kepada Wamenkumham Prof Edward (Edi) Omar Sharif Hiariej.
Mendengar hal itu, Menko Mahfud meminta Dewan Pers memberikan rumusan reformulasi RKUHP terhadap pasal yang dianggap karet dan menciderai kebebasan pers.
“Dewan Pers bekerja cepat, hari Kamis ini juga melakukan penyusunan reformulasi dengan melibatkan Wakil Ketua Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro, ahli hukum Bivitri Susanti, mantan Ketua YLBHI Asfinawati, Tim LBH Pers dipimpin Ade Wahyudin, dan lain-lain,” jawab Azyumardi.
Senada, Wakil Ketua Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro menambahkan, bahwa pasal terkait dengan pers yang mengandung delik harus diperbaiki. Dewan Pers juga minta supaya pasal-pasal bermasalah didrop atau direformulasi.
Sementara itu, Dewan Pers Arif Zulkifli menyatakan pemberitaan soal terorisme pun bisa diperkarakan karena harus lengkap. Padahal dalam praktek di lapangan, berita terkait hal tersebut sangat sulit memenuhi unsur kelengkapan karena proses penyelidikan aparat terus bergulir.
Arif meyakini hal itu menjadi kerawanan untuk pihak lain yang berkeinginan mempidanakan pers lewat KUHP yang baru tersebut. Dia khawatir kelak ada self censorship yang tinggi di media.
“Ini berbahaya bagi kelangsungan kehidupan pers dan masyarakat. Padahal pemberitaan pers pasti yang terdepan,” wanti Arif.
Soal Pasal Penghinaan Presiden
Tidak sebatas itu, soal pasal penghinaan pada presiden hingga lurah/kepala desa, juga bisa menjadi perkara pidana bagi pers. Oleh karena itu, anggota Dewan Pers Ninik Rahayu menuturkan, masih ada waktu untuk mengawal RKUHP. Dia berharap, pasal yang tak seharusnya ada bisa dikeluarkan.
“Intinya adalah reformulasi,” kata dia.
Adapun Sasmito, perwakilan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengutarakan, secara prinsip AJI tidak menolak RKUHP itu. Tapi, RKUHP masih perlu masukan dari masyarakat luas dan penyempurnaan.
“Masih perlu pembahasan yang tidak buru-buru diberlakukan,” Sasmito menutup.
Advertisement