Sukses

HEADLINE: Akhir Tragis Kopda Muslimin Dalang Penembakan Sang Istri, Penuntasan Kasusnya?

Prajurit Batalyon Arhanud 15/DBY, Kopda Muslimin ditemukan tewas di rumah orang tuanya di Desa Trompo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Kamis 28 Juli 2022.

Liputan6.com, Jakarta Prajurit Batalyon Arhanud 15/DBY, Kopda Muslimin ditemukan tewas di rumah orang tuanya di Desa Trompo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Kamis 28 Juli 2022. Sosoknya menjadi sorotan usai diduga mendalangi penembakan istrinya Rina Wulandari (34), yang membuat peluru bersarang di perutnya sebanyak dua kali. Adapun dalam kasus tersebut, lima orang pelaku sudah ditangkap.

Komandan Polisi Militer Kodam IV/Diponegoro Kolonel Rinoso Budi mengatakan, Kopda Muslimin meninggal dunia akibat keracunan. Hasil tersebut disampaikannya usai pelaksanaan autopsi di RS Bhayangkara Semarang.

Meski demikian, kata dia, masih dibutuhkan pemeriksaan lanjutan berupa patologi anatomi dan pemeriksaan laboratorium toksikologi untuk membuktikannya. Rinoso menegaskan, pemeriksaan lanjutan membutuhkan waktu sekitar dua hingga empat minggu.

Terkait kasus penembakan ini, dia menuturkan sejauh ini masih berada di ranah peradilan umum.

"Belum ada pelimpahan, meski pengakuan saksi-saksi mengarah ke Kopda Muslimin," kata Rinoso.

Dengan demikian, lanjut dia, penyidikan kasus penembakan istri sendiri ini masih berada di ranah Polri.

Adapun berkaitan dengan kronologis kematian Kopda Muslimin di rumah orang tuanya, kata dia, masih dalam penyelidikan lebih lanjut. "Barang bukti dan saksi masih akan diperiksa, tentunya membutuhkan waktu," jelas dia seperti dilansir dari Antara.

Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Muhammad Iqbal Alqudusy mengatakan, pihaknya masih terus berjalan melakukan penyidikan terhadap lima tersangka yang ada meskipun diduga penggerak rencana pembunuhan, Kopda Muslimin telah meninggal.

"Sementara masih disidik itu yang lima orang itu, oleh Polrestabes Semarang," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (29/7/2022).

Soal ringan atau tidaknya hukuman atas meninggalnya Kopda Muslimin, pihaknya tak ambil pusing.

"Kalau soal ringan atau tidak, hakim yang (menentukan)," ungkap Iqbal.

Dia pun mengungkapkan, dalam kasus ini pihaknya sudah cukup bukti.

"Semuanya sudah cukup bukti bagi kita. Dari saksi, bukti petunjuk yang ada di TKP, semua sudah jelas," tutur Iqbal.

Dia juga menegaskan, pihaknya masih terus bekerja untuk bisa segera melengkapi berkas p21 atau pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap ke Kejaksaan.

"Kalau tuntas itu nanti setelah kita ajukan ke Kejaksaan, nanti P21. Jadi itu tugas polisi sudah tuntas," pungkas Iqbal.

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, kasus ini tidaklah rumit. Pasalnya, pelaku langsungnya sudah ditemukan.

"Artinya penegakan hukum bisa dijalankan," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (29/7/2022).

Meski cerita awal sudah diketahui, lanjut dia, motif secara pasti harus tetap dibuktikan. Sehingga penyidik bisa bekerja dengan serius untuk segera menuntaskan kasus ini.

"Hanya saja kita belum mengetahui secara pasti motif-motif dari terjadinya tindak pidana ini. Maka biarkanlah penyidik dan penuntut bekerja dengan serius agar kasus ini segera dituntaskan," jelas Abdul.

Dia pun menegaskan, bahwa meninggalnya Kopda Muslimin tidak membuat para pelaku lain bisa mendapatkan keringanan hukuman.

"Secara faktual mereka kan pembunuhnya hanya motifnya berkaitan dengan mereka, pelaksana dari maksud seseorang. Karena itu hukumannya sebagai pembantu saja bukan pelaku utama," tegas Abdul. 

 

Tetap Dijadikan Pelajaran

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi memandang, kematian Kopda Muslimin tak serta merta membuat kasus penembakan terhadap Rina berakhir.

"Kematian Kopda Muslimin menurut saya bukan penghambat penuntasan kasus penembakan itu. Artinya, meski dalang kasusnya meninggal, namun para pelaku sudah tertangkap dan mengaku. Apalagi bukti-bukti yang memperkuat peran mereka juga sudah cukup. Jadi saya yakin kasus ini dapat dituntaskan," jelas Khairul kepada Liputan6.com, Jumat (29/7/2022).

Bahkan, lanjut dia, kematian Kopda Muslimin tak bisa menjadikan alasan untuk meringankan para pelaku.

"Bukti-bukti, keterangan saksi dan pengakuan pelaku saya kira cukup untuk menyimpulkan bahwa itu adalah upaya pembunuhan berencana yang ancaman hukumannya cukup berat. Apalagi ditambah dengan penggunaan dan pemilikan senjata api secara tidak sah," jelas Khairul.

Dia melihat, kasus Kopda Muslimin ini adalah satu bukti nyata kejahatan bisa terjadi di mana saja. Meskipun ini adalah kasus personal dan tak menyeret institusi Kopda Muslimin bernaung.

"Kalaupun ada yang perlu dipetik dari kasus ini, kita berharap agar TNI (juga Polri) menjadikannya sebagai pemantik keseriusan membina dan memelihara integritas dan moralitas para personel. Tidak cukup hanya dengan penanaman nilai-nilai selama pendidikan namun justru yang terpenting adalah pembinaan, pengawasan serta keteladanan di lingkungan ksatrian dan penugasan," ungkap Khairul.

Menurut dia, publik tidak boleh dibiarkan resah dan kecewa atas perilaku prajurit. Jangan sampai publik khawatir dan takut, jika pada orang-orang di lingkungan terdekat saja kekerasan yang melawan hukum bisa dilakukan, apa lagi terhadap orang lain.

"Ingat, sebelum kasus ini, ada juga kasus kematian seorang prajurit junior yang diduga karena penganiayaan oleh seniornya. Karena itu, komitmen untuk membangun kesadaran dan kepatuhan pada hukum yang digaungkan Panglima TNI, juga harus dikawal implementasinya hingga ke level satuan terendah," kata Khairul.

 

 

2 dari 3 halaman

Memperhatikan Kondisi Korban

Pakar hukum pidana dan Universitas Katolik Parahyangan, Agustinus Pohan mengatakan, proses penyelidikan dan penyidikan harus tetap dilakukan, karena ini bagian dari proses hukum.

"Untuk memastikan ada atau tidak adanya pihak lain lagi yang terlibat," jelas dia kepada Liputan6.com, Jumat (29/7/2022).

Agustinus juga menuturkan, dalam hukum meninggalnya seseorang yang dianggap menggerakan atau yang menjadi otak kejahatan tak akan berpengaruh.

"Meninggalnya orang yang menggerakan kejahatan tidak berpengaruh terhadap pemidanaan pelaku," kata Agustinus.

Dia juga menegaskan, pihak kepolisian maupun TNI juga harus memberikan pendampingan dan perlindungan kepada korban, mengingat kasusnya ini sangat rumit bagi kehidupannya.

"Pendampingan korban sangat diperlukan, juga bagi anggota keluarga lainnya. Ini persoalan keluarga yang complicated," tutur Agustinus.

Kepala Kesehatan Kodam IV/ Diponegoro Kolonel Bima Wisnu Nugroho mengatakan, kondisi korban atau Rina saat ini masih dirawat di ruang ICU RS Dr. Kariadi Semarang.

"Masih dirawat di ICU RS Kariadi usai menjalani operasi kedua," kata dia seperti dilansir dari Antara.

Menurut Bima, Rina Wulandari sudah dalam kondisi sadar, tetapi masih lemah. Dia menuturkan korban masih menggunakan ventilator dalam proses perawatannya di rumah sakit.

Meski demikian, dirinya memastikan semaksimal mungkin agar korban bisa segera pulih.

"Semaksimal mungkin akan pulihkan pasien," tutur Bima.

 

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Harus Tetap Berlanjut

Anggota Komisi I DPR Bobby Rizaldi menyatakan meninggalnya Kopda Muslimin tidak membuat proses hukum terhadap para tersangka penembakan dihentikan.

Dia menyebut proses hukum harus berlanjut untuk menghukum para pelaku.

"Ya ini kasus kriminal, yang karena pelakunya oknum anggota TNI, maka TNI memberikan bantuan kepada pihak polisi. Semua pihak yang masih hidup dan sudah ditangkap agar diproses secara hukum pidana untuk mempertanggung jawabkan nya," kata Bobby kepada wartawan, Jumat (29/7/2022).

Menurut legislator Partai Golkar ini, dengan kematian Kopda Muslimin maka hal itu cukup untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Meski demikian, kematian Kopda Muslimin tidak bisa meringankan tuntutan pada para tersangka penembak.

"Tidak ada hal yg meringankan perbuatan keji tersebut," kata dia.

Bobby menilai, kasus Kopda Muslimin harus menjadi pelajaran bagi TNI untuk melakukn evaluasi bagi setiap anggotanya, tidak hanya fisik melainkan psikis dan mental juga.

"Kasus ini bisa menimpa siapa aja, tak terkecuali anggota TNI, ke depan perlu kiranya terus di evaluasi kesehatan setiap prajurit secara rutin, bukan hanya jasmani nya tapi juga psikisnya," kata dia.