Sukses

Tahun Baru Islam, Jokowi: Semoga Bangsa Ini Berhijrah ke Arah Kemajuan

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan rasa suka citanya memasuki tahun baru Islam, 1 Muharram 1444 Hijriah

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan rasa suka citanya memasuki tahun baru Islam, 1 Muharram 1444 Hijriah. Melalui akun sosial media pribadinya, Jokowi menuliskan doa dan harapannya di tahun baru ini.

"Kita memasuki tahun baru Islam, 1 Muharram 1444 Hijriah, dengan segenap ikhtiar, harapan, dan doa, agar kita semua diberi-Nya keberkahan, umur, rezeki, dan kesehatan," kata Jokowi seperti dikutip, Sabtu (30/7/2022).

Jokowi juga bermunajat, agar di tahun baru Islam ini Indonesia dapat memberi kekuatan ke masa depan yang lebih baik.

"Semoga bangsa ini beroleh kekuatan dan kemampuan untuk berhijrah ke arah kemajuan," ucap Jokowi.

Doa senada juga disampaikan Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin. Dia mendoakan, agar Muslim di Indonesia dapat hijrah menjadi pribadi, kelompok, maupun bangsa yang lebih baik lagi.

“Karena hijrah tidak hanya diartikan sebagai pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, melainkan hijrah adalah melakukan perubahan secara menyeluruh dari keadaan yang kurang baik menjadi baik dan bahkan menjadi lebih baik lagi,” ucap Ma’ruf dalam keterangan terpisah.

Sebagai informasi, Tahun baru Islam atau 1 Muharam 1444 Hijriah jatuh pada 30 Juli 2022. Hal itu sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri.

Tahun Baru Hijriah adalah tahun baru dalam penanggalan kalender hijriah atau tahun baru bagi umat Islam. Tahun Baru Islam diperingati setiap 1 Muharram.

Makna Tahun Baru Islam 1 Muharram berkaitan erat dengan peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Zaman itu, hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah, sebagai langkah strategis dakwah.

2 dari 2 halaman

Tahun Baru Hijriah, Cinta Indonesia dan Islam Seiring Sejalan

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar atau akrab disapa Cak Imin mengajak seluruh umat Islam untuk memperkuat semangat cinta Islam dan cinta Indonesia, terlebih saat momentum tahun baru Hijriah 1444 yang jatuh pada Sabtu, 30 Juni 2022.

“Dalam peringatan tahun Baru Hijriah, saatnya kita perkuat semangat cinta Islam dan cinta Indonesia. Hal ini penting sebab bangsa Indonesia merupakan bangsa yang menganut Ketuhanan yang Maha Esa sebagai dasar bernegara dan falsafah hidup,” kata Cak Imin dalam keterangannya, Sabtu (30/7/2022).

Wakil Ketua DPR RI ini menyatakan, ribuan ulama dan tokoh Islam telah tercatat dan diabadikan dalam sejarah berkat kontribusi nyata terhadap kemerdekaan Indonesia. Mereka disebut Cak Imin telah memberi contoh mencitai Islam dan Indonesia sepatutnya berjalan beriringan.

“Pahlawan Nasional seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbulloh, KH Wahid Hasyim, KH Ahmad Dahlan, Cut Nyak Dhien, Teuku Umar hingga Agus Salim dan sederet ratusan nama-nama lainnya merupakan bukti nyata bahwa cinta Islam dan cinta Indonesia seiring sejalan,” tutur Cak Imin.

Menurut Cak Imin, Islam dan Indonesia merupakan entitas yang tidak bisa dipisahkan. Sebab Indonesia didirikan bukan sebagai negara agama, namun sebagai negara yang merangkul agama-agama. Karena itu sistem khilafah dan juga sekuler sudah pasti tertolak lantaran bertentangan dengan nilai Keindonesiaan.

“Refleksi Keislaman dan Keindonesian ini penting kita suarakan karena terjadi polarisasi yang nyata yang mencoba manarik Indonesia sebagai negara khilafah ataupun negara sekuler. Polarisasi yang terjadi di masyarakat tergambar jelas, dan kita temukan dalam riset dan survei banyak lembaga. Yang lebih mengkhawatirkan polarisasi juga terjadi pada Genarasi Milenial dan Gen Z,” ujar Cak Imin.

Cak Imin lantas mengutip hasil survei Alvara Institute terhadap 1097 generasi milenial Indonesia di 33 Provinsi pada bulan Oktober 2018 yang menemukan tiga komposisi tipologi milenial Indonesia terkait hubungan agama dan negara, yaitu Nationalist-Religious Oriented sebesar 40,9%, disusul kemudian Nationalist Oriented sebesar 35,8%, dan Religious Oriented sebesar 23,3%.

Menurut Cak Imin, temuan itu membuktikan bahwa masih ada 23% generasi milenial yang percaya sistem khilafah dan berusaha menerapkannya di Indonesia. Begitu pula sebaliknya, ada 35% Generasi milenial dan Gen-Z yang berusaha memisahkan nilai-nilai religius dalam sistem pemerintahan Indonesia.

“Kita harus bergandengan tangan dan semakin menguatkan kaum muda, generasi milenial dan Gen Z di sekitar kita agar berorintasi moderat, Nasionalis-Religius dalam membangun Indonesia. Dan momentum tahun baru Hijriah tepat untuk meningkatkan kecintaaan kita terhadap nilai-nilai Islam sekaligus nasionalisme, terutama di kalangan milenial dan Gen-Z karena mereka adalah masa depan bangsa Indonesia,” pungkas Cak Imin.