Sukses

Polri Sebut ACT Bayar Utang Rp 10 Miliar ke Koperasi 212

Polri menyebut ACT menyelewengkan dana kemanusiaan untuk ahli waris korban pesawat jatuh Lion Air Rp 68 miliar. Adapun Rp 10 miliar di antaranya untuk membayar utang kepada Koperasi Syariah 212.

Liputan6.com, Jakarta - Polri menyatakan bahwa Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) menyelewengkan dana kemanusiaan untuk ahli waris korban pesawat jatuh Lion Air JT-610 dari Boeing hingga Rp 68 miliar. Adapun Rp 10 miliar di antaranya untuk membayar utang kepada Koperasi Syariah 212.

"Hasil sementara temuan dari tim audit keuangan akuntan publik bahwa dana sosial Boeing yang digunakan tidak sesuai peruntukannya oleh Yayasan ACT sebesar Rp 68 Miliar," tutur Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (3/8/2022).

Menurut Nurul, Koperasi Syariah 212 telah mengakui adanya Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan ACT. Surat perjanjian tersebut berisikan tentang pemberian dana pembinaan UMKM sebesar Rp 10 miliar dan kemitraan penggalangan dana atau fundraising sosial dan kemanusiaan.

"Ketua Umum Koperasi syariah 212 mengakui menerima dana sebesar Rp 10 miliar dari Yayasan ACT," jelas dia.

Kasubdit IV Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Andri Sudarmaji menambahkan, bahwa faktanya hal tersebut hanyalah kamuflase pembayaran utang Rp 10 miliar dari perusahaan yang terafiliasi ACT kepada Koperasi Syariah 212.

"Sesuai PKS antara ACT dan Koperasi Syariah bunyinya memang seperti itu. Tapi faktanya merupkan pembayaran utang salah satu perusahaan afiliasi ACT. Jadi dibuat PKS untuk menutupinya dan yang digunakan adalah dana sosial Boeing. Faktanya itu," kata Andri.

Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan Presiden ACT Ibnu Khajar serta mantan Presiden ACT Ahyudin sebagai tersangka kasus dugaan penyelewengan dana pemberian bantuan Boeing untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.

Selain Ahyudin dan Ibnu Khajar, Bareskrim Polri juga menetapkan dua pembina ACT sebagai tersangka yakni Hariyana Hermain dan NIA.

 

 

 

 

2 dari 3 halaman

Polisi Sebut ACT Selewengkan Rp68 Miliar Dana Kecelakaan Lion Air

Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Nurul Azizah, melaporkan hasil audit keuangan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) terkait dugaan penyelewengan dana donasi yang bertambah menjadi total Rp68 miliar. Dana itu merupakan bantuan donasi yang diberikan pihak Boeing untuk korban kecelakaan Lion Air JT-610.

Adapun sebelumnya Bareskrim Polri mengungkap yayasan kemanusiaan tersebut diduga telah menyelewengkan dana sebesar Rp34 miliar dari total bantuan Rp138 miliar yang diperuntukan ke korban kecelakaan Lion Air JT-610. Mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Hasil sementara temuan dari tim audit keuangan, akuntan publik bahwa dana sosial Boeing yang digunakan tidak sesuai peruntukannya oleh Yayasan ACT sebesar Rp 68 miliar," kata Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Nurul Azizah dalam konferensi pers, Rabu (3/ 8/2022).

Penyelewengan dana tersebut, berasal dari pemotongan sebesar 20 persen - 30 persen yang dilakukan sebagaimana hasil SKB (Surat Keputusan Bersama) pada Nomor : 002/SKB-YACT/V/2013; 2.Nomor : 12/SKB.ACT/V/2015; dan 3. Opini Dewan Syariah Nomor : 002/Ds-ACT/III/2020.

"Juga dikuatkan dengan adanya Surat Keputusan Manajemen yang dibuat setiap tahun dan ditandatangani oleh keempat tersangka," ucap Nurul.

Temuan Rp68 miliar akuntan tersebut bertambah dua kali lipat dari sedianya temuan penyelewengan dana bantuan Boeing mencapai Rp34 miliar bersumber total yang diberikan sebesar Rp138 miliar.

Bareskrim Polri juga telah menetapkan empat tersangka di kasus ACT ini. Mereka adalah, mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar Ketua pengawai ACT pada 2019-2022, Anggota Pembina ACT Heryana Hermai, dan Ketua Yayasan ACT Novariadi Imam Akbari. 

3 dari 3 halaman

4 Tersangka ACT Terancam 20 Tahun Bui

Bareskrim Polri juga telah melakukan penyitaan terhadap kendaraan operasional milik ACT sebanyak 56 unit, diantaranya 44 mobil serta 12 motor. Saat ini, barang bukti tersebut sudah ditempatkan di Gudang Wakaf Distribution Center (WDC), Global Wakaf Corpora.

Polisi juga menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus penyelewengan dana kemanusiaan lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT). Dua di antaranya adalah mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar.

"Terkait empat orang yang telah disebutkan tadi, pada pukul 15.50 WIB telah ditetapkan sebagai tersangka," tutur Wadirtipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin 25 Juli 2022.

Keempat tersangka itu secara rinci adalah mantan Presiden ACT Ahyudin (A), Presiden ACT Ibnu Khajar (IK), anggota pembina ACT Hariyana Hermain (HH), dan anggota Pembina ACT inisial NIA.

"Untuk sementara akan kita gelar kembali terkait penangkapan dan penahanan," kata Helfi.

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri menyebut mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar terancam kurungan penjara selama 20 tahun.

"Ancaman penjara untuk TPPU 20 tahun, dan penggelapan 4 tahun," Wadirtipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin 25 Juli 2022.

Sementara terpisah, Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, para tersangka dikenakan Pasal Tindak Pidana Penggelapan Jabatan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Persangkaan pasal Tindak Pidana dan/atau Penggelapan dalam Jabatan dan/atau Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik dan Tindak Pidana Informasi dan/atau Tindak Pidana Yayasan dan/atau, Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai mana dimaksud dalam pertama dalam Pasal 372 KUHP Dan 374 KUHP dan Pasal 45 A Ayat 1 Jo Pasal 28 ayat 1 UU 19 tahun 2019," kata Ramadhan.

"Tentang perubahan UU 11 tahun 2008 tentang ITE, yang keempat Pasal 170 Jo Pasal UU 16 tahun 2001 sebagaiaman telah diubah UU Nomer 8 tahun 2004 tentang perubahan UU Nomer 16 tahun 2001 tentang yayasan. Kemudian yang kelima, Pasal 3,4,6 UU tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang dan yang terakhi UU Pasal 65 KUHP Jo Pasal 56 KUHP," sambungnya.

Â