Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, meminta pemerintah memikirkan dampak dari kenaikan tarif masuk Taman Nasional Pulau Komodo menjadi Rp 3,75 juta.
Cak Imin meminta pemerintah juga memperhatikan kepentingan masyarakat lokal. "Saya minta pemerintah untuk memperhatikan kepentingan masyarakat lokal Pulau Komodo dan keberlangsungan area konservasi dalam pengembangan kawasan wisata Pulau Komodo," tulis Cak Imin dalam akun twitternya, dikutip Jumat (5/8/2022).
Baca Juga
Cak Imin mengingatkan, kebijakan wisata baru tersebut jangan sampai mengabaikan hak-hak warga lokal di sekitar Pulau Komodo yang selama ini hanya menggantungkan nasib dari sektor pariwisata.
Advertisement
"Jangan sampai kebijakan ini meminggirkan hak-hak warga lokal yang selama ini telah menggantungkan hidupnya dari bisnis pariwisata," katanya.
Diketahui, pemerintah telah resmi menaikkan harga tiket masuk ke Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur (NTT) dari awalnya Rp 150 ribu menjadi Rp 3,75 juta. Kenaikan itu menimbulkan penolakan dari warga lokal.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah pusat akan melakukan evaluasi terhadap pemberlakuan kenaikan harga tiket tersebut. Airlangga mengatakan, pemerintah akan mengkaji kebijakan yang diambil Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.
"Nanti kita evaluasi dan nanti kita akan lihat lagi karena memang ada konservasi dan rehabilitasi yang dilakukan, ditambah lagi dengan adanya pembatasan jumlah (wisatawan)," kata Airlangga, Rabu (3/8/2022).
Airlangga mengklaim pemerintah akan memperhatikan berbagai aspirasi penolakan penerapan harga tersebut. "Tentu kita akan perhatikan (aspirasinya) dan akan kita bahas dengan kementerian teknis," ujarnya.
Picu Gejolak, Kenaikan Tarif Pulau Komodo Layak Ditunda
Kebijakan kenaikan tarif di kawasan destinasi wisata kembali memicu gejolak. Jika sebelumnya terjadi di kawasan Borobudur, kini peristiwa serupa terjadi di Kawasan Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Bahkan protes atas kenaikan tarif Taman Nasional Komodo memicu aksi mogok massal pelaku wisata di kawasan Labuan Bajo. Akibatnya berbagai layanan jasa dan sarana wisata menjadi terhenti. Situasi kian menegangkan saat aparat menangkap beberapa pelaku wisata yang melakukan orasi menyuarakan penolakan terhadap kenaikan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda angkat suara menanggapi kondisi tersebut. Menurutnya, kenaikan tarif tiket sebesar Rp 3.750.000 harus ditunda.
“Keputusan menaikan tarif tiket Taman Nasional Komodo hingga Rp3.750.000 harus ditunda agar tidak merugikan masyarakat Labuan Bajo yang menjadi pelaku wisata. Kami memahami tujuan pemerintah menjadikan Kawasan ini sebagai destinasi wisata super prioritas. Tetapi apalah gunanya kebijakan tersebut jika malah merugikan masyarakat,” ujar Syaiful Huda, Selasa (2/8/2022).
Huda mengatakan konsep destinasi wisata super prioritas memang ditujukan untuk menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata kelas dunia. Dengan kebijakan ini akan ada perbaikan di level infrastruktur, kualitas jaringan telekomunikasi, produk ekonomi kreatif, hingga kualitas sumber daya manusia di lima kawasan destinasi wisata super prioritas yakni Borobudur, Likupang, Mandalika, Danau Toba, dan Labuan Bajo.
“Tetapi anehnya kabar yang muncul ke permukaan malah kegaduhan masalah tarif masuk. Kenapa bukan persoalan progres pembangunan, termasuk model pengakomodasian kepentingan warga yang selama ini menjadi pelaku wisata di kawasan tersebut,” tanyanya.
Advertisement
Perbaiki Komunikasi
Dia menilai pemerintah harus memperbaiki komunikasi terkait berbagai rumor yang menyertai pembangunan lima destinasi wisata super prioritas. Termasuknya informasi mengenai masuknya perusahaan-perusahaan besar di Taman Nasional Komodo yang nantinya memonopoli layanan penyediaan jasa wisata alam maupun penyediaan jasa sarana wisata.
“Berdasarkan informasi yang disampaikan kepada kami ada setidaknya empat perusahaan besar yang secara esklusif mengelola bisnis layanan jasa maupun sarana wisata di Taman Nasional Komodo. Kalau benar demikian pasti warga yang menjadi pelaku wisata akan tersingkirkan karena harus melawan kekuatan modal yang begitu besar,” katanya.
Pengembangan Kawasan destinasi super prioritas, lanjut Huda, sama sekali tidak boleh meminggirkan peran warga lokal. Kalau memang model pengembangan kawasan tersebut harus melibatkan pihak ketiga, maka harus jelas skema pelibatan pelaku wisata lokal.
“Jangan sampai warga lokal hanya menjadi penonton saat muncul konsep pengembangan destinasi wisata super prioritas di wilayah mereka,” tukasnya.