Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi Nasional Hal Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik mengatakan belum tentu Bharada E atau Richard Eliezer sebagai pelaku pembunuhan Brigadir J. Sebab minimnya saksi mata saat insiden pembunuhan tersebut.
"Ya belum, makanya saya bilang belum tentu Richard itu pelakunya. Jadi sementara itu dia ditetapkan sebagai tersangka atas pengakuannya," kata Taufan saat dihubungi, Sabtu, (6/8/2022).
Baca Juga
Taufan mengatakan hingga saat ini keterangan soal baku tembak dan penembakan hanya diperoleh dari Bharada E. Sementara Ricky atau Bripka R hanya melihat Brigadir J ketika menodongkan senjata.
Advertisement
"Ya nggak seratus persen karena kan si Ricky nggak lihat itu di atasnya Richard. Ketika Josua tembak menembak itu dia liat Josuanya doang, karena yang diatas itu terhalang oleh dinding," ucapnya.
"Belakangan dia (Bharada E) tau bahwa yang turun itu Ricard. Kan nggak bisa dia dibilang 100 persen terkonfirmasi," sebutnya.
Taufan pun menjelaskan bahwa dari hasil pemeriksaan Komnas HAM, ihwal kejadian terjadi saat Istri Irjen Ferdy Sambo sempat berteriak meminta tolong kepada Bripka R dan Bharada E.
"Mendengar suara teriakan dari Ibu PC itu minta tolong gitu, tolong Riki tolong Richard gitu, kemudian dia (Richard) turun mau liat itu, ketemu Yoshua tanya "ada apa bang?" Yoshua bukan menjawab malah menembak katanya. Tapi ini versi dia (Bharada E) ya," sebutnya.
Maka dari itu, terjadilah yang diduga insiden baku tembak sampai berujung Brigadir J ditemukan meninggal dunia itu. Bripka R yang tidak melihat kejadian baku tembak karena mengumpat, melihat Brigadir J yang tewas dan barulah terlihat Bharada E turun dari tangga.
"Dia (Bripka R) nggak liat orangnya, setelah seperti tembak menembak itu barulah dia melihat oh ternyata Richard, 'ada apa Richard?' Richardnya diam aja gitu. Sekali lagi itu keterangan mereka kan (Bharada E dan Bripka R)," sebutnya.
Sekedar informasi jika Komnas HAM saat ini telah merampungkan pemeriksaan terhadap seluruh ajudan atau adc Irjen Pol Ferdy Sambo yang berjumlah tujuh orang termasuk Bharada E, Bripka R dan, Brigadir D.
Dalam pemeriksaan ini, Komnas HAM artinya telah berhasil mengantongi keterangan dari para ajudan, termasuk juga sejumlah asisten rumah tangga (art) yang juga pada hari tersebut dimintai keterangan.
Sampai saat ini, Komnas HAM tercatat telah melangsungkan pemeriksaan terhadap Dokter Forensik terkait hasil autopsi dan Siber Bareskrim Polri terkait Digital Forensik. Sementara untuk pekan depan pada Rabu, (10/8/2022) telah dijadwalkan pemeriksaan terhadap Puslabfor Polri terkait hasil uji balistik.
Â
Kuasa Hukum Brigadir J: Tak Ada Baku Tembak, Pelaku Pembunuhan Bukan Bharada E
Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J, Kamarudin Simanjuntak menyampaikan bahwa pihaknya yakin tidak ada baku tembak dalam kasus kematian Brigadir J di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. Dia turut menyatakan pelaku yang menewaskan Brigadir J bukan Bharada E.
"Tidak ada baku tembak, ini murni pembunuhan berencana," tutur Kamarudin kepada Liputan6.com, Sabtu (6/8/2022).
Kembali Kamarudin menyatakan bahwa Brigadir J mengalami penyiksaan sebelum tewas dihujani timah panas. Terlebih, dia menyebut bahwa pelakunya bukan Bharada E.
"Pelakunya bukan Barada E," kata Kamarudin.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan, tidak ada saksi yang menyaksikan insiden Brigadir J melakukan adu tembak dengan Bharada E di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.
Menurut Ahmad Taufan Damanik, keterangan adanya adu tembak yang terjadi terhadap dua polisi tersebut, hanya keluar dari keterangan Bharada E yang saat ini menjadi tersangka pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
"Ini kan baru keterangan Bharada E sendirian yang kemduian diperkuat oleh keterangan ajudan Ferdy Sambo Riki yang juga berada di lantai bawah, tetapi Riki sebenarnya tidak melihat langsung tembak-menembak itu. Dia katanya melihat Yoshua mengacungkan senjata, kemudian ketika ada suara tembakan dia sembunyi, jadi dia enggak tahu sebenarnya lawan tembaknya Yoshua itu siapa, menurut kesaksian dia," ujar Ahmad Taufan Damanik di Komnas HAM, Jumat (5/8/2022).
Ahmad Taufan Damanik mengatakan, Riki, salah satu ajudan Ferdy Sambo itu tidak menyaksikan adanya baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E. Menurut Ahmad Taufan Damanik, Riki baru keluar saat suara letupan tembakan mereda.
"Setelah kemudian suara tembakan berhenti, baru dia keluar, dia melihat Yoshua sudah terlungkup, kemudian dia lihat Bharada E turun dari tangga," kata Ahmad Taufan Damanik.
Ahmad Taufan Damanik juga menyebut banyak keterangan berbeda yang didapatkan Komnas HAM saat awal penyelidikan hingga sekarang. Salah satu keterangan yang dia temukan berubah yakni terkait penodongan senjata oleh Brigadir J.
Menurut Ahmad Taufan Damanik, problematika dalam penyelidikan kasus ini yakni lantaran pihaknya hanya baru mendapatkan keterangan dari Bharada E yang mengaku mendengar teriakan dari istri Irjen Ferdy Sambo.
"'Tolong Richard', nama panggilannya kan Richard, namanya Richard Eliezer, jadi bukan Bharada E lebih tepat Bharada R. 'Tolong Richard, tolong Riki', karena ada Riki satu lagi itu, kemudian Richard ini turun ke bawah, dia ketemu dengan Yoshua," ujar Ahmad Taufan Damanik.
"Jadi keterangan bahwa selama ini ada keterangan bahwa Yoshua sedang menodongkan senjata, dalam keterangan mereka, ini enggak ada peristiwa itu, makanya banyak sekali yang tidak klop antara keterangan yang disampaikan di awal dengan yang sudah kami telusuri," dia menambahkan.
Advertisement
Tak Yakin Ada Pelecehan Seksual
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan, pihaknya belum meyakini adanya pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi, istri dari Irjen Ferdy Sambo. Pasalnya, dia menyebut tak menemukan bukti adanya penodongan pistol oleh Brigadir J terhadap Bharada E.
Adapun baku tembak antara Bharada E dengan Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat ditengarai karena adanya dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir Yoshua terhadap Putri Candrawathi, istri mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.
"Jadi saksi yang menyaksikan penodongan itu tidak ada. Makanya kami juga belum bisa meyakini apa terjadi pelecehan seksual atau tidak," ujar Ahmad Taufan Damanik di Komnas HAM, Jumat (5/8/2022).
Meski demikian, Komnas HAM tetap akan memperlakukan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi layaknya korban. Pasalnya, istri Ferdy Sambo sudah melapor ke aparat kepolisian terkait dugaan adanya pelecehan seksual.
"Walaupun kami katakan dalam standar hak asasi internasional, yang itu juga diatur oleh UU TPKS kita, seseorang yang diduga, atau dia mengaku, atau dia sudah mengadu bahkan sebagai korban pelecehan seksual, meski kita belum bisa mengatakan itu benar atau tidak, dia tetap harus diperlakukan sebagaimana layaknnya seorang korban," kata dia.
Komnas HAM menyebut banyak keterangan berbeda yang didapatkan pihaknya saat awal penyelidikan hingga sekarang. Salah satu keterangan yang dia temukan berubah yakni terkait penodongan senjata oleh Brigadir J.
Diketahui, Bareskrim Polri telah menetapkan Bharada Eliezer sebagai tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan terhadap Brigadir Yoshua di rumah dinas Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo.
Penetapan tersebut sebagaimana pasal Pasal 338 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 56 KUHP yang terancam maksimal hukuman 15 tahun penjara.
"Untuk menetapkan Bharada E sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 dan 56 KUHP," ujar Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian saat jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu 3 Agustus 2022.
Adapun. Pasal 338 KUHP menyebut, Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Sementara jo atau penyertaan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP yakni dimaknai terdiri dari 'pembuat' yaitu orang yang memberikan perintah, 'penyuruh' yaitu orang yang bersama-sama melakukan, 'pembuat peserta' yaitu orang yang memberi perintah dengan sengaja, 'pembuat penganjur' dan 'pembantu'.
Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka