Liputan6.com, Jakarta - Misteri kematian Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo perlahan-lahan mulai menemukan titik terang. Kronologi awal kasus hingga perjalanan sebulan lamanya pun terus berbalik, mulai dari nihilnya baku tembak hingga urusan beres-beres tempat kejadian perkara (TKP).
Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu banyak bercerita kepada penasihat hukum barunya, Deolipa Yumara usai ditetapkan menjadi tersangka pembunuhan Brigadir J. Melalui pengacaranya, dia merasa semua beban telah terlepas setelah bicara tentang peristiwa sebenarnya.
Advertisement
Baca Juga
Hal itu pula yang menjadi alasan Bharada E tidak lagi mau berbohong dan akan menyingkap tabir kasus kematian Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat dalam peristiwa dugaan adu tembak polisi di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
"Kita ajarkan dia ketulusan dan kejujuran, kita ajarkan dia kepatuhan kepada Tuhan, kita ajarkan dia mengenai doa supaya Tuhan berkenan kepada apa yang dia lakukan, dia mulai sadar," kata Deolipa di Kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Ciracas, Jakarta Timur, Senin, 8 Juli 2022.
Deolipa Yumara mengungkapkan, Bharada E mengaku selama ini merasa tertekan karena kasus adu tembak yang berakhir dengan kematian Brigadir J. Hal ini karena Bharada E diminta untuk berbohong dan mengikuti skenario atasannya dalam kasus tersebut.
"Bharada E ini kan galau, dan tertekan, kemudian perasaannya tidak nyaman. Tidak nyaman bukan karena tekanan dari penyidik, tidak," tegas Deolipa.
"Tapi tidak nyaman karena tindakan dia yang memang sudah dia lakukan, tapi dia harus mengatakan hal yang berbeda dari yang dia alami," tambahnya.
Menurut Deolipa Yumara, Bharada E kini sudah merasa nyaman karena tidak ingin lagi berbohong di kasus Brigadir J. Bahkan sempat berkonsultasi untuk menjadi justice collaborator.
"Dia meminta kepada kami untuk mengajukan permohonan perlindungan hukum dan dia bersedia menjadi Justice Collaborator. Pada satu catatan dia di Bareskrim di penyidikan sekarang ini merasa nyaman, merasa senang, dan plong," tutur Deolipa.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menyebut, skenario kasus kematian Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat perlahan sudah mulai terungkap. Hal ini berkat arahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan publik yang ikut mengawasi.
"Berkat Anda semua, berkat NGO, berkat kesungguhan Polri, berkat arahan Presiden yang tegas jadi yang dulu semua diskenariokan sudah terbalik," kata Mahfud saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (8/8/2022).
Mahfud berujar, kasus kematian Brigadir J di rumah Ferdy Sambo awalnya disebut karena ada peristiwa adu tembak. Tetapi, yang mulai terang saat ini adalah pembunuhan.
"Dulu kan katanya tembak-menembak, sekarang enggak ada tembak-menembak, yang ada sekarang pembunuhan, sesudah dilacak lagi siapa aja yang terlibat mulai menyentuh banyak orang," ucapnya.
Â
Dipaksa Ikuti Skenario Atasan
Bharada E alias Richard Eliezer, akhirnya menjalani pemeriksaan ulang oleh penyidik Bareskrim Polri pada Sabtu 6 Agustus 2022, terkait kematian Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
Deolipa Yumara mengatakan, alasan melakukan pemeriksaan ulang lantaran kliennya selama ini merasa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Sebab, Bharada E dipaksa untuk mengikuti skenario yang telah disusun pimpinannya.
"Katanya, ya ini perintah, ikutilah skenario yang ada ini supaya kamu (Bharada E) aman, kami pimpinan, ya kamu laksanakan perintah dari kami," ujar Deolipa dikutip dari video dikutip Senin, 8 Juli 2022.
Deolipa mengungkapkan, berita acara pemeriksaan (BAP) yang pertama kalinya adalah sebuah kebohongan dari Bharada E. Sehingga pada pemeriksaan ulang beberapa waktu lalu, kliennya mengatakan sejujurnya bahwa selama ini, dirinya mendapatkan tekanan.
"Cerita terdahulu yang di BAP adalah tidak benar, karena dulu ada tekanan dari pihak-pihak luar," katanya.
Deolipa berujar, ada pihak-pihak yang dengan sengaja ingin kebenaran misteri kematian Brigadir J ini tidak terungkap. Sehingga Bharada E dipaksa untuk mengikuti skenario yang telah disiapkan oknum terkait kasus ini.
"Tekanan ini kadang-kadang dari dia (Bharada E) harus bicara apa, harus bertindak apa, ya ada tekanan dari orang-orang yang memang upaya kasus ini menjadi kabur dan dia menjadi kambing hitam," tuturnya.
Deolipa mengatakan, Bharada E tidak ingin lagi menjadi kambing hitam dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu terkait kasus kematian Brigadir J ini. Sehingga akhirnya kliennya membuka semua peristiwa dari kematian Brigadir J.
"Kemarin-kemarin dia ngikutin perintah, tapi kemudian setelah dia sadar dan merenung dia berubah menjadi orang yang bebas bicara apa adanya," ungkapnya.
Â
Advertisement
Tak Ada Adu Tembak di Rumah Ferdy Sambo
Bharada E atau Richard Eliezer mengakui melepaskan beberapa tembakan. Bukan tanpa alasan, menurut penasihat hukum Bharada E, Muhammad Boerhanuddin, ada orang yang menyuruh.
Hal itu disampaikan Brarada E kepada penasihat hukum termasuk dituangkan ke dalam berita acara pemeriksaan (BAP) oleh penyidik tim khusus (timsus) untuk kasus kematian Brigadir J.
"Iya dia disuruh tembak perintah atasannya di bawah tekanan juga, 'tembak tembak tembak," kata Muhammad Boerhanuddin saat dihubungi, Senin, 8 Juli 2022.
Boerhanuddin tak mengungkap figur yang memberi perintah ke kliennya termasuk apa yang ditembak.
"Saya enggak bisa sebut nama. Sementara petunjuknya sih dari atasan dia di tempat dia bertugas itu," ujar dia.
Boerhanuddin hanya menyebut, atasan itu pun saat insiden tewasnya Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat juga ada di lokasi kejadian.
"Ada di lokasi memang (atasannya)," ujar dia.
Selain itu, Bharada E menyampaikan tidak terjadi baku tembak di rumah Ferdy Sambo pada Jumat sore, 8 Juli 2022 lalu. "Tidak ada memang, kalau informasi tidak ada baku tembak. Pengakuan dia tidak ada baku tembak," lanjut dia.
Sementara, proyektil peluru dari senjata Brigadir J yang ditemukan di lokasi kejadian disebut sebagai alibi.
"Senjata almarhum yang tewas dipakai untuk tembak kiri-kanan jari kanan itu. Jadi kesannya saling baku tembak," kata Boerhanuddin.
"Menembak itu dinding arah-arah itunya," sambung dia.
Boerhanuddin memastikan, kliennya Bharada E tidak melakukan penganiayaan. "Bharada E sudah nembak, keluar tidak tahu lagi proses terhadap almarhum itu gak tau lagi. Bharada E tidak menganiaya, tidak ada. Dia tidak tahu lagi proses apa-apa gimana," terang dia.
Keterangan terbaru Bharada E tersebut kini menyisakan jejak perbedaan kronologis kasus kematian Brigadir J di saat perkara tersebut baru terbongkar ke publik.
Â
Kronologi Awal yang Diungkap Polisi
Kala itu, Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan membeberkan awal mula terjadinya kasus adu tembak sesama anggota polisi di rumah Kadiv Propam Polri, kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Menurutnya, semua bermula dari teriakan istri dari Kadiv Propam Polri yang hendak dilecehkan.
"Peristiwa itu terjadi ketika Brigadir J memasuki kamar pribadi Kadiv Propam dimana saat itu istri kadiv propam sedang istirahat. Kemudian Brigadir J melakukan tindakan pelecehan dan menodongkan dengan pistol ke kepala istri Kadiv Propam," kata Ahmad kepada awak media di Mabes Polri Jakarta, Senin, 11 Juli 2022.
"Sontak ketika ibu Kadiv Propam berteriak dan minta tolong, akibat teriakan tersebut Brigadir J panik dan keluar dari kamar," sambungnya.
Mendengar teriakan itu, Bharada E yang juga berada di lokasi dan bertugas sebagai pengamanan di rumah tersebut langsung berlari ke arah asal teriakan. Dia pun mendapati Brigadir J yang ada di depan kamar pribadi atasannya.
Saat ditanya terkait apa yang terjadi, Brigadir J menjawab dengan tembakan yang mengarah ke Bharada E. Tembakan itu dapat dihindari, keduanya lantas terlibat adu tembak dan berakhir dengan kematian Brigadir J.
Ahmad menegaskan, tindakan Bharada E semata aksi pembelaan diri. Hal itu didapati usai terjadi pemeriksaan olah tempat kejadian perkara dan keterangan saksi oleh Polres Jakarta Selatan.
Dia juga memastikan adanya hasil visum dari Brigadir J yang tewas karena luka tembak, salah satunya ada timah panas yang menembus dua bagian tubuh sekaligus. Menurutnya, Brigadir J melepaskan tujuh tembakan, sementara Bharada E meletuskan sebanyak lima tembakan.
"Jadi walaupun lima tembakan, jadi ada satu tembakan yang mengenai misalnya tangan kemudian tembus kena badan, jadi kalau ada tujuh lubang, itu ada lima tembakan, satu tembakan kena dua, jadi hasil keterangan maupun olah TKP, tembakan yang dilakukan Bharada ada lima," kata Ahmad menandaskan.
Advertisement