Sukses

Prabowo-Cak Imin Punya Tugas Berat Menuju Pilpres 2024

Adi Prayitno menilai, Gerindra dan PKB dalam membangun koalisi tidak ada persoalan apapun. Karena, kedua partai terlihat saling membutuhkan untuk menggenapi ambang batas presiden 20 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) semakin kompak menunjukan kemesraan koalisi kepada publik. Terbaru, kedua partai parlemen itu bersama-sama datang ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mendaftarkan sebagai partai politik calon peserta pemilu 2024.

Pengamat politik Adi Prayitno menilai, Gerindra dan PKB dalam membangun koalisi tidak ada persoalan apapun. Karena, kedua partai terlihat saling membutuhkan untuk menggenapi ambang batas presiden 20 persen.

"Karena Gerindra maupun PKB tak bisa maju sendiri di pilpres. Makanya koalisi ini terjadi karena masing-masing partai tak bisa maju sendiri," kata Adi, Selasa (9/8/2022).

Adi melihat Gerindra pada 2024 ingin ganti selera politik soal partner koalisi. Terutama dari kalangan partai Islam. Pada 2014 dan 2019 lalu misalnya, Gerindra berkoalisi dengan partai Islam berbasis Islam kota seperti PKS.

Di 2024 Gerindra terlihat berhasrat ingin berkoalisi dengan PKB yang memiliki basis konstituen pemilih Islam tradisional, terutama kalangan nahdliyin yang sangat mayoritas.

Namun, Gerindra dan PKB memiliki tugas berat untuk mengusung calon presiden (capres) dan wakil calon presiden (cawapres). Adi menilai, jika Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto menjadi capres, belum tentu dia menginginkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai cawapres.

"Tapi pada level pasangan capres, sepertinya ada dilema atau kerumitan yang tak mudah. Jika Prabowo capres, apa mungkin Gerindra bersedia menjadikan Cak Imin sebagai pasangan cawapres mengingat elektabilitas Cak Imin rendah," paparnya.

"Sementara Prabowo untuk pilpres 2024 butuh cawapres yang bisa menderek elektabilitasnya. Jadi rumit karena satu sisi Prabowo butuh PKB, tapi sisi lainnya PKB sepertinya menjadikan Cak Imin sebagai paket koalisi," sambung Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu.

Terlebih dalam beberapa simulasi survei, pasangan Prabowo-Cak Imin kalah jika berhadapan dengan nama besar Ganjar-RK atau Ganjar-Sandi. Atau Prabowo- ak Imin kalah jika melawan Anies-AHY.

"Itu artinya, jika Prabowo-Cak Imin jadi berpasangan tentu butuh kerja keras. Baik dari segi Prabowo maupun Cak Imin. Pasangan ini harus memastikan bisa menyentuh angka psikologis 45 persen ke atas sebagai modal bertanding," ungkapnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Pastikan Elektabilitas Naik

Tak hanya itu, tugas berat juga harus dipikul Cak Imin, yang mana dia harus mampu memastikan bahwa ekektabilitasnya naik, terutama mengkonversi suara PKB yang 9,6 persen menjadi suara Wakil Ketua DPR RI itu.

"Karena sejauh ini ada jarak pemilih PKB dengan pemilih Cak Imin. Dengan kata lain, pemilih PKB tak otomatis pilih Imin," ujar Adi.

Selain itu, Cak Imin maupun Prabowo harus jeli melihat arah suara kaum Nahdliyin. Sebab, konflik terbuka antara PKB dan PBNU tidak dapat dianggap sebelah mata.

"Karena basis utama pemilih PKB adalah kaum Nahdliyin. Akan jadi problem serius jika pemilih Nadliyin tak solid ke PKB di 2024 nanti," imbuhnya.

Reporter: Alma Fikhasari

Sumber: Merdeka.com

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS